Minggu, 14 Desember 2008

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN DAN GAYA KOGNITIF
TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS
Studi Eksperimen pada Mahasiswa Jurusan PGSD
FIP Universitas Negeri Jakarta



Fahrurrozi*

Abstract

The objective of the research was to determine the effects of quantum teaching method on the student’s writing ability by considering the learner’s cognitive style. The study was conducted at the PGSD Study Program of FIP Jakarta State University The study employed the experimental method with 2 x 2 factorial design. The sample of the study was one-hundred and four-semester IV students, selected from both study programs by employing the multy-stage random sampling technique.The data were analyzed by using a two way ANOVA. Futher analysis carried ot by employing the Tuckey test shows that the field dependent cognitive style students that were taught by using quantum teaching method gained higher learning results in writing than the learning results of the students who followed the expository teaching method. Furthermore, The writing ability of the students with field independent cognitive style that were taught by the quantum teaching method was insignificantly different from that of the students that followed the expository teaching method.
Both teaching method and coqnitive style affect students’ writing ability and that there is an interaction effect of the teaching methods and the student’s coqnitive style on the students’ writing ability.



PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pengajaran bahasa Indonesia di perguruan tinggi, khususnya Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) lebih menekankan kepada keterampilan berbahasa mahasiswa. Keterampilan berbahasa mencakup empat aspek, yaitu: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Menyimak dan membaca disebut keterampilan reseptif pasif; berbicara dan menulis disebut keterampilan produktif aktif. Menyimak dan berbicara menggunakan media lisan; membaca dan menulis menggunakan media visual. Semua keterampilan berbahasa itu mensyaratkan penguasaan berbagai kaidah baik gramatika, kosa kata, konteks, fonologi, morfologi, maupun sintaksis, meskipun pada keterampilan tertentu tidak semuanya esensial. Sebagai salah satu keterampilan berbahasa, menulis merupakan keterampilan yang sukar dan kompleks. Dikatakan sukar dan kompleks, banyak mahasiswa bahkan sarjana yang tidak mampu menulis dengan baik. Ketidakmampuan menulis dengan baik itu disebabkan mahasiswa tidak dapat menyusun kalimat dengan baik dan benar, kurangnya kemampuan penguasaan kosa kata ataupun ketidakmampuan menentukan kapan mereka harus menulis dan apa yang menjadi ide pokok dalam penulisannya.
Berdasarkan pengamatan peneliti, dalam hasil tugas-tugas menulis mahasiswa program PGSD FIP UNJ selama ini ternyata masih terdapat banyak kalimat yang digunakan tidak sistematis dan padu. Ketidaksistematisan dan ketidakpaduan itu dapat dilihat dengan tidak sinkronnya antara kalimat utama dan kalimat pendukung serta tidak adanya kesesuaian antara paragraf pertama dan paragraf berikutnya. Selain itu, ide yang ingin disampaikan mahasiswa dalam tulisan pada prinsipnya banyak dan aktual, tetapi karena ketidakmampuan mengolah ide dan tema itu menyebabkan hasil tulisannya kurang maksimal. Kekurangberhasilan itu di antaranya disebabkan oleh metode pembelajaran yang diterapkan dosen tidak sesuai dan tepat dengan materi yang diajarkan. Dosen selama ini menggunakan metode ekspositori dalam proses pembelajaran menulis. Metode itu hanya melatih mahasiswa menulis hanya pada proses saja sedangkan pada hasil karangannya tidak terlalu diperhitungkan. Artinya, selama pembelajaran, mahasiswa hanya diberikan materi yang bersifat hafalan, materi yang terbatas, serta latihan yang tidak kontinyu. Lain halnya dengan Metode quantum teaching, metode itu berusaha memberikan berbagai alternatif pemecahan masalah tidak sebatas pada proses saja, lebih dari itu diharapkan pada hasil karangan mahasiswa menjadi wacana yang padu, runtut, dan lengkap.
Selain metode pembelajaran di atas, gaya kognitif diduga berpengaruh terhadap kemampuan menulis mahasiswa. Gaya kognitif merupakan kebiasan bertindak yang relatif tetap dalam diri seseorang, dalam cara berpikir, mengingat, menerima, dan mengolah informasi. Gaya kogntif dapat dipilah menjadi gaya kognitif field dependent dan gaya kognitif field independent. Dengan gaya kognitif field dependent, mahasiswa cenderung lebih mandiri dalam pengembangan keterampilan interpersonal, tetapi kurang mandiri dalam pengembangan keterampilan merestrukturisasi kognitif. Sebaliknya, dengan gaya kognitif field independent, mahasiswa cenderung lebih mandiri dalam pengembangan keterampilan merestrukturisasi kognitif tetapi kurang mandiri dalam pengembangan keterampilan interpersonal. Berdasarkan penjabaran di atas, penelitian ini akan berusaha mencari pengaruh metode pembelajaran dan gaya kognitif terhadap kemampuan menulis mahasiswa Jurusan PGSD FIP UNJ.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
Pertama, secara keseluruhan apakah terdapat perbedaan kemampuan menulis antara mahasiswa yang belajar dengan metode quantum teaching dan mahasiswa yang belajar dengan metode ekspositori? Kedua, apakah terdapat perbedaan kemampuan menulis antara mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent dan mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent ? Ketiga, apakah terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan gaya kognitif terhadap kemampuan menulis? Keempat, untuk mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent, apakah terdapat perbedaan kemampuan menulis antara mahasiswa yang belajar dengan metode quantum teaching dan mahasiswa yang belajar dengan metode ekspositori? Kelima, untuk mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent, apakah terdapat perbedaan kemampuan menulis antara mahasiswa yang belajar dengan metode ekspositori dengan mahasiswa yang belajar dengan metode quantum teaching?


Deskripsi Teoretik
Kemampuan Menulis
Pada hakikatnya menulis adalah pengutaraan sesuatu dengan menggunakan bahasa secara tertulis. Dengan mengutarakan sesuatu itu dimaksudkan menyampaikan, memberitakan, menceritakan, melukiskan, menerangkan, menyakinkan, menjelmakan, dan sebagainya kepada pembaca agar mereka memahami apa yang terjadi pada suatu peristiwa atau suatu kegiatan (Karsana, 1986: 5).
Cere (1985: 4) mengatakan menulis merupakan komunikasi. Selanjutnya dikatakannya bahwa di dalam komunikasi terdapat empat unsur, yaitu: (1) menulis merupakan bentuk ekspresi diri; (2) menulis merupakan sesuatu yang umum disampaikan ke pembaca; (3) menulis merupakan aturan dan tingkah laku; dan (4) menulis merupakan sebuah cara belajar. Sebagai bentuk dari ekspresi diri, menulis bertujuan untuk mengkomunikasikan, menyampaikan sebuah ide melewati batas waktu dan ruang. Artinya, menulis dapat dilakukan kapan saja, dan di mana saja sesuai dengan keadaan yang terdapat dalam diri penulis. Menulis dapat dilakukan secara baik apabila di dalam diri penulis terdapat motivasi. Motivasi dapat timbul karena adanya faktor kegembiraan atau kesedihan yang terdapat dalam diri penulis. Oleh karena itu, di dalam tulisan terdapat ekspresi diri dari si penulis. Sebagai sesuatu yang umum, tulisan dapat dilakukan secara positif maupun negatif. Penceritaan dalam tulisan merupakan sesuatu yang patut diketahui oleh pembaca. Pembaca berhak mengetahui hasil tulisan, apabila tulisan tersebut dipublikasikan untuk kepentingan umum. Menulis sebagai aturan atau tingkah laku, artinya, di dalam menulis terdapat rambu-rambu yang harus dipatuhi oleh penulis. Apabila itu berkaitan dengan tulisan ilmiah, maka bahasa yang digunakan merupakan bahasa ilmiah. Begitu pula, tulisan yang ditujukan kepada surat kabar, maka bentuknya adalah tulisan populer. Seorang penulis perlu memahami dan mengetahui aturan-aturan yang terdapat di dalam menulis sehingga tulisannya dapat dipahami dan dimengerti pembaca. Sebagai sebuah cara belajar, menulis dapat dijadikan sebagai alat bagi penulis untuk mengetahui berbagai kejadian, peristiwa, atau ilmu pengetahuan yang terdapat di dunia ini. Dengan menulis berarti, seorang penulis telah mempelajari berbagai hal yang belum diketahuinya.
Menulis dan kemampuan mempunyai kaitan yang erat. Kemampuan merupakan penuangan gagasan yang berupa paparan tentang suatu permasalahan yang dihadapi sedangkan menulis merupakan sebuah cara yang dilakukan untuk menuangkan gagasan dimaksud. Dengan demikian, kemampuan menulis adalah kemampuan menggunakan bahasa secara tertulis untuk menyampaikan informasi tentang suatu peristiwa sehingga timbullah komunikasi. Selanjutnya dikatakan, kemampuan menulis merupakan kemampuan berbahasa yang berhubungan baik dengan segi usege maupun segi use. Kemampuan menulis merupakan kegiatan menyusun serta merangkaikan kalimat sedemikian rupa supaya pesan yang terkandung bisa disampaikan dengan baik (Ahmad HP, 1997: 41).

6Seseorang yang mampu menulis akan terlihat dari tulisan yang dibuatnya. Berkat latihan-latihan menulis yang sering dikerjakan, seseorang dapat dengan mudah menuangkan gagasan-gagasan yang dimilikinya ke dalam tulisan. Seorang penulis perlu mengetahui dengan jelas tujuan ia menulis. Kejelasan tujuan menulis ini akan memandu dan mengarahkan seluruh aktivitas dalam kegiatan penulisan nanti. Sehubungan dengan itu, Weir menyatakan bahwa dalam kemampuan menulis terdapat keterampilan yang harus dimiliki oleh penulis, antara lain: (1) kesesuaian dan kecukupan isi; (2) keterampilan mengorganisasikan karangan; (3) penggunaan kohesi; (4) penggunaan kosa kata; (5) tata bahasa; (6) tanda baca; dan (7) ejaan (Weir, (1990: 69-70).
Jones (Writing tips, h, 1, 1996. http;//www/Missouri, edu/2pautf31/tips htm) memberikan tujuh tips yang harus diperhatikan oleh penulis dalam peningkatan kemampuan menulis, yaitu: Pertama, seorang penulis harus mempunyai aturan dan kejelasan obyek yang akan ditulis. Kedua, penulis terlebih dahulu menyusun suatu kerangka karangan. Ketiga, rumuskan tujuan penulisan. Keempat, saat menulis tetaplah terfokus pada topik. Kelima, gunakan kata dan kalimat yang tepat dan jelas. Ketujuh, hindari bias gender, juga penggunaan kata orang pertama yang berlebihan.
Berdasarkan uraian dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis adalah kesanggupan untuk mengungkapkan ide, pikiran, pengetahuan, ilmu dan pengalaman-pengalamn hidupnya secara tepat dan jelas dalam bahasa tulis yang fungsional, terorganisir, teliti, terstruktur dengan baik dengan indikator (1) isi karangan; (2) organisasi karangan; (3) penggunaan bahasa; (4) kosa kata; dan (5) mekanik.



Metode Quantum Teaching
Quantum teaching adalah penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya dan menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar (DePorter, 2003:3). Quantum teaching menunjukkan bagaimana cara untuk menjadi dosen yang lebih baik. Dengan menggunakan quantum teaching seorang dosen dapat memperagakan teknik-teknik mengajar tanpa adanya ketakutan akan tidak berhasilnya proses pembelajaran yang dijalankannya. Penerapan quantum teaching dalam proses pembelajaran dapat mengarahkan mahasiswa untuk belajar dengan serius dan riang. Artinya, seorang mahasiswa dengan mendapatkan metode ini akan termotivasi untuk belajar dengan giat karena merasa dirinya belajar tidak mendapat tekanan dari dosen, riang artinya, mahasiswa belajar dengan suasana yang menyenangkan baik dari materi perkuliahan maupun dari suasana tempat perkuliahan. Quantum teaching menguraikan cara-cara baru yang memudahkan proses belajar melalui unsur seni dan pencapaian-pendapaian yang terarah, apapun mata pelajaran yang diajarkan. Quantum teaching menciptakan lingkungan belajar yang efektif dengan cara menggunakan unsur-unsur yang ada pada mahasiswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi-interaksi yang terjadi di dalam kelas. (Sitompul, http://berita.penabur.org/200205 /artikel /quantum-t.htm h.1
Metode quantum teaching mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, merancang kurikulum, menyampaikan isi, dan memudahkan proses belajar. Untuk memudahkan pemahaman terhadap filosofi quantum teaching, berikut ini terdapat beberapa kata kunci, yaitu : (1) quantum, berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Quantum teaching, dengan demikian adalah orkestrasi bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar; (2) pemercepatan belajar, berarti menyingkirkan hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah dengan secara sengaja menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan pengajaran yang sesuai, cara efektif penyajian dan “keterlibatan aktif”, dan (3) fasilitasi, berarti memudahkan segala hal dengan menyingkirkan hambatan belajar, mengembalikan proses belajar ke keadaannya yang “mudah” dan alami. (DePorter, 2002:5-6).
Amstrong (Quantum Learning for Teacher”, h. 1, 2005 http/www. vtep.edu/ cetal / quantum/ develop .html) memberi delapan kunci keberhasilan dalam quantum teaching, yaitu: (1) Integritas : aturlah diri anda dengan kualitas autentik, kejujuran dan kebaikan, tingkah laku; (2) kegagalan membawa keberhasilan : mengertilah bahwa kegagalan hanyalah memberi anda informasi yang anda perlukan untuk mencapai kesuksesan; (3) berbicaralah dengan yang baik : berbicaralah dengan cara yang positif, bertanggungjawablah bagi kejujuran dan komunikasi langsung dan hindari gosip dan komunikasi yang membahayakan; (4) ini dia : fokuskan perhatian anda pada moment saat itu, dan berbuat banyaklah dengan itu, dan berikan masiong-masing tugas dengan usaha terbaik; (5) komitmen : ikutilah janji-janji anda dan obligasi-obligasi, hidupkan pandangan anda; (6) bertanggung jawab : anda bertanggung jawab terhadap respon dan kegiatan yang dilakukan (7) Fleksibel : terbukalah untuk berubah atau untuk suatu metode yang baru bila metode tersebut membantu anda mendapatkan hasil yang anda inginkan; dan (8) seimbang : jagalah pikiran anda, tubuh (jasmani) dan spirit (rohani) dalam keadaan seimbang. Untuk mengajarkan quantum teaching, terdapat enam kerangka pembelajaran yang harus diperhatikan oleh dosen, yaitu : (1) mengerahkan; (2) pengalaman; (3) label; (4) pertunjukkan; (5) tinjauan ulang; dan (6) merayakan (Deporter, Accelerated Learning”, h. 6, 2005, http://www. Learningforum.com/)
Metode Ekspositori
Metode ekspositori dalam penelitian ini mengarah pada pengertian metode konvensional dalam arti sebagai metode yang biasa digunakan oleh dosen dalam proses pembelajarannya di kelas. Metode ini bertolak dari pandangan bahwa keadaan atau kondisi kelas dan penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh dosen. Metode ekspositori sebagai pengajaran yang menjelaskan suatu materi perkuliahan secara langsung kepada mahasiswa. Dalam pembelajaran dengan metode ekspositori, dosen memegang peran kontrol terhadap jalannya proses pemebelajaran dengan melakukan aktivitas-aktivitas yang bersifat aktif, sementara mahasiswa relatif pasif menerima dan mengikuti apa yang disajikan oleh dosen. Pembelajaran dengan metode ekspositori merupakan proses pembelajaran yang lebih berpusat pada dosen (teacher centered), dosen berfungsi sebagai pemberi informasi yang utama. (Jacobsen, 1989: 166). Dalam pembelajaran dengan metode ekspositori digambarkan mahasiswa kurang mendapat peranan dan kurang aktif. Dosen dalam pembelajaran ini lebih dominan dalam menyajikan materi perkuliahan dengan cara memberi penjelasan pada mahasiswa tentang data, fakta, informasi yang akan diajarkannya.
Metode ekspositori ini mahasiswa diharapkan dapat menangkap dan mengingat informasi yang telah diberikan oleh dosen serta dapat mengungkapkannya kembali apa yang telah dimilikinya melalui respons yang diberikannya pada saat diberi pertanyaan oleh dosen. Metode ini cenderung membuat mahasiswa pasif dalam belajar karena komunikasi satu arah. Mahasiswa hanya mendengarkan, mencatat, dan sekali-kali bertanya mengenai hal-hal apa yang disampaikan dosen. Oleh karena itu, dalam metode ekspositori ini, dosen harus pandai memilih dan menentukan intonasi suara sehingga dengan suara yang cukup jelas dan dapat dimengerti akan membangkitkan serta menarik minat dan perhatian mahasiswa dalam belajar (Roestiyah,1982: 68).
Peranan guru dalam pengajaran dengan metode ekspositori adalah: (1) menyiapkan bahan selengkapnya secara sistematis dan rapi (preparasi); (2) bertanya atau memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian mahasiswa kepada materi yang diajarkan (apersepsi); (3) Menyajikan bahan dengan cara memberi ceramah atau menyuruh mahasiswa membaca bahan yang telah dipersiapkan dari buku teks tertentu atau ditulis oleh dosen; dan (4) dosen bertanya dan siswa menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari atau mahasiswa menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri pokok-pokok yang telah dipelajari secara lisan atau tertulis (resitasi) (Sudjana, 1989: 73)

Gaya Kognitif Field Independent dan Field Dependent
Denny (A General Theory of Cross-Cultural Variton in Cognitive Style,”h, 1., 1996, http:..www.ssc.vwo, ca/psychology/cognitive/ Denny/1996-Theory.html,) menyatakan bahwa gaya kognitif merupakan bagian sejarah budaya tiap kelompok, yang dapat diobservasi melalui aktivitas sehari-hari atau melalui tes psikologi. Gaya kognitif merupakan karakteristik individu dalam berpikir, merasakan, mengingat, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Individu yang memiliki gaya kognitif field dependent cenderung dalam pengembangan keterampilan interpersonal tetapi kurang mandiri dalam pengembangan keterampilan merestrukturisasi kognitif. Sebaliknya, Individu yang memiliki gaya kognitif field independent cenderung lebih mandiri dalam pengembangan keterampilan merestrukturisasi kognitif tetapi kurang mandiri dalam pengembangan keterampilan interpersonal (Liu, h. 3, 1999. “Cognitive Style and Distance Education”, http://www.weitga.edu/-distance/liu23.html,) Individu yang field dependent cenderung menerima informasi sebagaimana apa adanya dan kurang mampu dalam mengembangkan struktur, sedangkan Individu yang memiliki gaya kognitif field independent cenderung melakukan analisis dan menstruktur informasi yang dipelajari (Entwistle,1987:207).
Witkin dalam Liu (h. 3, 1999. “Cognitive Style and Distance Education”,http://www.weitga.edu/-distance/liu23.html,) mengatakan individu field dependent lebih attentive (penuh perhatian), impressive (mengesankan), dan menggunakan kerangka acuan sosial, sedangkan orang-orang field independent melihat lebih kepada wajah-wajah lain (the face of others), terutama sumber informasi tentang perasaan dan pikiran orang lain.
Seidman (1996:319) menyatakan bahwa mahasiswa yang cenderung field dependent menjadi lebih aktif atau partisipatif ketika belajar. Dalam belajar, ia dapat menggunakan berbagai alat bantu untuk menunjang keberhasilan belajarnya. Di samping itu, mahasiswa yang cenderung field dependent ini akan menggunakan kesempatan yang diberikan kepadanya untuk memberikan jawaban atau pertanyaan yang diajukan seorang dosen tanpa adanya ketakutan-ketakutan. Lain halnya dengan mahasiswa yang cenderung field independent selalu pasif dalam belajar. Materi/bahan perkuliahan yang didapat lebih banyak berasal dari dosen, mahasiswa hanya menerima saja tanpa merespons apa yang diberikan dosen.
Hamied (1987:93) mengungkapkan bahwa ciri kepribadian tertentu muncul bervariasi bersama dengan gaya kognitif ini, yaitu: mahasiswa yang field dependent cenderung menunjukkan ‘orientasi sosial’ yang kuat; mahasiswa ini biasanya empatik dan lebih perseptif tentang perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang field independent cenderung menunjukkan ‘orientasi yang tidak manusiawi’ mereka cenderung individualistic dan kurang sadar akan hal-hal yang menyentuh orang lain.


Hipotesis
Berdasarkan kajian teori di atas, maka dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut.
Kemampuan menulis mahasiswa yang belajar dengan metode quantum teaching lebih tinggi daripada kemampuan menulis mahasiswa yang belajar dengan metode ekspositori.
Kemampuan menulis mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent lebih tinggi daripada kemampuan menulis mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent.
Terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan gaya kognitif terhadap kemampuan menulis.
Kemampuan menulis mahasiswa yang belajar dengan metode quantum teaching lebih tinggi dari pada mahasiswa yang belajar dengan metode ekspositori bagi mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent.
Kemampuan menulis mahasiswa yang belajar dengan metode ekspositori lebih tinggi dari pada mahasiswa yang belajar dengan metode quantum teaching bagi mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent.


Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan rancangan faktorial 2 X 2. Metode eksperimen ini digunakan untuk meneliti ada tidaknya hubungan sebab akibat dengan cara memberikan perlakuan terhadap kelompok eksperimen yang hasilnya dibandingkan dengan hasil kelompok kontrol. Dalam penelitan ini diberikan perlakuan kemampuan menulis dengan metode quantum teaching dan metode ekspositori.
Dalam penelitian ini, populasi tak terjangkau adalah seluruh mahasiswa Jurusan PGSD FIP UNJ. Sedangkan populasi terjangkau/sasaran adalah mahasiswa semester II tahun akademik 2006-2007 di Jurusan PGSD FIP UNJ.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik multi stage cluster random sampling dengan tahapan sebagai berikut: pertama, secara purposive sampling, dengan menetapkan mahasiswa semester (6 kelas). Kedua, memilih dua kelas perlakuan dengan acak (random). Dengan teknik tersebut terpilih kelas IIB dan IID sebagai kelompok eksperimen yang diajarkan dengan metode quantum teaching 80 orang. Sedangkan kelas II E dan II F terpilih sebagai kelompok kontrol yang diajarkan dengan metode ekpositori 80 orang. Ketiga, masing-masing kelompok dipilah lagi menjadi dua kelompok untuk menentukan kelompok yang memiliki gaya kognitif field dependent dan field independent, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Skor yang diperoleh melalui tes, selanjutnya diperingkat untuk menentukan 33% kelompok atas yang cenderung field dependent dan 33% kelompok bawah yang cenderung field independent. Mahasiswa yang berada pada masing-masing kelompok baik eksperimen maupun kontrol, tidak semuanya digunakan sebagai anggota sampel tetapi hanya diambil sebanyak 33% kelompok atas dan 33% kelompok bawah. Mahasiswa lainnya yang tidak menjadi anggota sampel penelitian mereka tetap berada dalam kelompok (intact group) baik dalam kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol untuk mengikuti pembelajaran seperti biasa. Keempat, menentukan masing-masing anggota sampel setiap sel. Setelah dilakukan peringkatan, terpilih 52 mahasiswa sebagai kelompok eksperimen dan 52 mahasiswa sebagai kelompok kontrol. Dari 52 orang mahasiswa yang cenderung field dependent, 26 mahasiswa menempati kelompok metode quantum teaching dan 26 mahasiswa yang menempati kelompok metode ekspositori. Hal ini juga berlaku untuk 52 mahasiswa yang cenderung field independent, 26 mahasiswa menempati kelompok yang metode quantum teaching dan 26 mahasiswa yang menempati kelompok metode ekspositori.

HASIL PENELITIAN
Pada bagian bab ini akan dideskripsikan hasil penelitian yang berupa, deskripsi data penelitian, pengujian persyaratan analisis, pengujian hipotesis, pembahasan hasil penelitian, dan keterbatasan penelitian. Berikut ini akan disajikan berdasarkan urutan seperti di atas.

1. Deskripsi Data
Berikut ini dideskripsikan data hasil kemampuan menulis mahasiswa jurusan PGSD FIP UNJ berdasarkan skor tertinggi, skor terendah,,harga rata-rata (M), simpangan baku (SD) modus (Mo) dan median (Me).
Tabel 1 : Deskripsi Data untuk pengujian Hipotesis Penelitian
Gaya Kogntif
Metode Pembelajaran
Jumlah Baris
Quantum Teaching
(A1)
Ekspositori
(A2)
Field Dependent
(B1)
Field independent
(B2)
Jumlah Kolom

2. Pengujian Persyaratan Analisis
Sebelum diadakan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis yang meliputi (1) pengujian normalitas dengan menggunakan uji Lilliefors dan (2) pengujian homogenitas dengan menggunakan uji Bartlett. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 2 : Rangkuman Hasil Uji Normalitas
No.
Kelompok Mahasiswa
N
Lhit
Ltab
Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6
A1
A2
A1B1
A2B1
A1B2
A2B2
52
52
26
26
26
26
0,110
0,075
0,089
0,106
0,088
0140
0,123
0,123
0,173
0,173
0,173
0,173
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Dari tabel di atas terlihat bahwa harga liliefors pada semua kelompok rancangan penelitian ternyata lebih kecil dari harga tabel nilai kritis pada taraf sifnifikansi a = 0,05 (Lo < Lt). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data sampel penelitian ini berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Pengujian homogenitas varians dilakukan dengan uji Bartlett dengan taraf signifikansi a = 0,05. Hasil analisis uji Bartlett disajikan pada table berikut:

Tabel 3 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas
Sgab
B
c20
c2t
kesimpulan
42,91
163,25
0,88
7,81
Homogen

Dari perhitungan uji homogenitas diperoleh 0,88 sedangkan c2t pada taraf signifikansi a = 0,05 adalah 7,81. Angka ini menunjukkan bahwa harga c20 = 0,88 lebih kecil dari harga c2t = 7,81. Hal ini berarti bahwa hipotesis nol diterima. Kesimpulannya adalah populasi berdistribusi homogen.

3. Pengujian Hipotesis Penelitian
Hasil analisis data dengan ANAVA disajikan pada tabel berikut

Tabel 4 : Rangkuman Hasil Perhitungan ANAVA 2 Jalur
Sumber Varians
db
JK
RK = JK/db
Fhitung = RK/RKD
Ftabel
0,05
0,01
Antar Baris
Antar Kolom
Interaksi (I)
1
1
1
948,04
264,96
234,00
948,04
264,96
234,00
22,09**
6,18*
5,45*
3,91
6,90
Dalam Kelompok
100
4291,00
42,91
-
-
Total Dikoreksi
103
4237,65
-
-
-
Keterangan: * = signifikan; ** = sangat signifikan

Berdasarkan hasil perhitungan disajikan pada tabel ANAVA dua jalan di atas, maka berikut ini akan diuraikan masing-masing hipotesis.
Pertama; pada tabel ANAVA diperoleh harga Fhitung 6,18 lebih besar dari Ftabel = 3,91 pada taraf nyata a = 0,05 (Fhit = 6,18 > Ftab = 3,91 (a = 0,05). Artinya hipotesis nol (H0) ditolak Hipotesis kerja (H1) diterima. Ini membuktikan bahwa kemampuan menulis mahasiswa yang belajar dengan metode quantum teaching lebih baik/tinggi dari kelompok mahasiswa yang belajar dengan metode ekspositori.
Kedua, pada tabel ANAVA diperoleh Fhitung 22,09 lebih besar dari Ftabel = 6.90 pada taraf nyata a = 0,01 (Fhit = 22,09 > Ftab = 6,90 (a = 0,01). Artinya hipotesis nol (H0) ditolak Hipotesis kerja (H1) diterima. Ini membuktikan bahwa kemampuan menulis mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent lebih baik/tinggi dari kelompok mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent.
Ketiga; pada tabel ANAVA diperoleh Fhitung 5,45 lebih besar dari Ftabel = 3,91 pada taraf nyata a = 0,05 (Fhit = 5,45 > Ftab = 3,91 (a = 0,05). Artinya hipotesis nol (H0) ditolak Hipotesis kerja (H1) diterima. Ini membuktikan terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan gaya kognitif terhadap kemampuan menulis mahasiswa. Oleh karena terbukti terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan gaya kognitif yang memberi pengaruh terhadap kemampuan menulis. Untuk itu, analisis dilanjutkan dengan Uji Tuckey.
Keempat, pengujian lanjutan terhadap kemampuan menulis kelompok mahasiswa yang belajar dengan metode pembelajaran quantum teaching dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang belajar dengan metode pembelajaran ekspositori untuk kelompok mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent (A1B1 banding A2B1), diperoleh harga Qhitung = 7,04 lebih besar dibandingkan dengan nilai Qtabel = 3,96 pada taraf nyata a = 0,01. Artinya bahwa menolak Hipotesis nol (H0) dan menerima Hipotesis kerja (H1). Dengan demikian kemampuan menulis kelompok mahasiswa yang belajar dengan metode quantum teaching lebih baik dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang belajar dengan metode ekspositori pada kelompok mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent.
Kelima, pengujian lanjutan terhadap kemampuan menulis mahasiswa yang belajar dengan metode quantum teaching lebih rendah dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang belajar dengan metode ekspositori untuk kelompok mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent (A1B2 banding A2B2), diperoleh harga Qhitung = 0,15 lebih kecil dibandingkan dengan nilai Qtabel = 2,92 pada taraf nyata a = 0,05. Artinya bahwa menerima Hipotesis nol (H0) dan menolak Hipotesis kerja (H1). Dengan demikian dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan menulis kelompok mahasiswa yang belajar dengan metode quantum teaching dengan kelompok mahasiswa yang belajar dengan metode ekspositori pada kelompok mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent.

Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan deskripsi data di atas, maka perlu diadakan pengkajian terhadap hasil temuan penelitian mengapa metode quantum teaching lebih baik daripada metode ekspositori terhadap hasil kemampuan menulis mahasiswa. Di samping itu juga ingin diketahui mengapa mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent lebih baik daripada kelompok yang memiliki gaya kognitif field independent dalam hal kemampuan menulis. Berikut ini akan dideskripsikan pembahasan berdasarkan hipotesis penelitian yang telah dilakukan.


1. Hipotesis Pertama
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan kemampuan menulis antara kelompok yang belajar dengan metode quantum teaching dan kelompok yang belajar dengan metode ekspositori. Hal ini diindikasikan oleh nilai Fhitung = 6, 18 yang lebih besar dari Ftabel = 3,91 pada taraf signifikansi a = 0,05. Dengan demikian, kemampuan menulis mahasiswa yang belajar dengan metode quantum teaching lebih baik dari metode ekspositori.
Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa yang perlu dikuasai oleh mahasiswa. Penguasaan kemampuan menulis bukanlah suatu hal yang sederhana melainkan menuntut sejumlah pengetahuan. Tulisan akan terwujud apabila dilakukan dengan latihan secara kontinyu serta diiringi dengan bagaimana mahasiswa dapat memproses informasi sehingga dapat dituangkan dalam sebuah tulisan. Untuk menghasilkan sebuah tulisan yang baik tentunya tidak hanya berupa kosakata yang lengkap, struktur bahasa yang baik, maupun kelengkapan mekanik lainnya. Lebih dari itu, menulis menuntut adanya alur pikiran yang jelas sehingga mencerminkan cara berpikir yang logis.
Untuk menghasilkan sebuah tulisan yang bermutu, salah satu cara/metode yang dapat dilakukan adalah dalam proses pembelajaran di kelas. Di dalam proses pembelajaran, dosen dapat menggunakan berbagai macam metode yang relevan. Quantum teaching merupakan sebuah metode yang menguraikan cara-cara baru yang memudahkan proses belajar melalui unsur seni dan pencapaian-pencapaian yang terarah, apapun mata kuliah yang diajarkan. Lain halnya dengan metode ekspositori, metode ini menekankan pembelajaran kepada bahasa lisan kemudian mengajarkan bahasa tulis. Kedua metode ini merupakan dua metode yang secara pelaksanaannya di kelas memiliki perbedaan yang signifikan. Quantum teaching mengarahkan kepada mahasiswa untuk belajar sesuai dengan keinginannya, sedangkan dosen memberikan fasilitas kepada mahasiswa apa saja yang diperlukan untuk mencapai hasil kemampuan menulis yang baik. Dengan metode ekspositori, mahasiswa diarahkan dosen untuk mempelajari materi yang telah disiapkan olehnya melalui interaksi satu arah.
Berdasarkan hasil data penelitian ternyata metode quantum teaching merupakan metode yang relevan diajarkan dalam mata kuliah menulis dibandingkan dengan metode ekspositori. Hal ini tercermin dari skor rata-rata hasil kemampuan menulis kelompok yang diajarkan metode quantum teaching yang memperoleh 66,94, sedangkan hasil kemampuan menulis kelompok yang belajar dengan metode ekspositori 63,90. Berdasarkan hasil data tersebut, ternyata mahasiswa yang belajar dengan metode quantum teaching lebih tinggi dibandingkan dengan metode ekspositori dalam hal kemampuan menulis.

2. Hipotesis Kedua
Dalam hipotesis kedua ini ditemukan terdapat perbedaan kemampuan menulis eksposisi mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent dan yang memiliki gaya kognitif field independent. Hal ini terbukti dengan nilai Fhitung = 22,09 yang lebih besar dari Ftabel = 6,90 pada taraf nyata a = 0,01. Dengan demikian, kemampuan menulis mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent.
Gaya kognitif merupakan variasi cara mahasiswa yang menunjukkan kebiasaan berprilaku yang relatif menetap dalam dirinya dalam menerima, mengingat, berpikir, menyimpan, membentuk, dan memanfaatkan informasi. Dengan gaya kognitif field dependent, mahasiswa cenderung lebih mandiri dalam pengembangan keterampilan interpersonal, tetapi kurang mandiri dalam pengembangan keterampilan merestrukturisasi kognitif. Sebaliknya, dengan gaya kognitif field independent, mahasiswa cenderung lebih mandiri dalam pengembangan keterampilan merestrukturisasi kognitif tetapi kurang mandiri dalam pengembangan keterampilan interpersonal.
Apabila dihubungkan dengan kemampuan menulis, mahasiswa field dependent akan dapat mendeskripsikan kata-kata ide-ide atau gagasan-gagasannya secara panjang lebar. Hal ini sesuai dengan karakteristik mahasiswa field dependent yang memiliki kecenderungan untuk berpikir global. Di samping itu, dalam pembelajaran menulis, mahasiswa field dependent akan termotivasi belajarnya apabila adanya penghargaan, pujian atau hadiah dari dosen. Lain halnya, mahasiswa yang yang cenderung field independent dalam pengungkapan gagasan dan ide-idenya langsung masuk kepada topik apa yang ditulisnya. Di dalam menulis, faktor utama yang harus diperhatikan penulis adalah tulisannya dapat dipahami oleh pembaca. Untuk memahami bacaan tersebut perlu adanya penjelasan secara mendetail terhadap topik yang ditulis oleh pembaca. Mahasiswa yang dapat menulis dengan mendeskripsikan gagasannya secara tepat dan dipahami pembaca maka dapat dikatakan cenderung field dependent. Sebaliknya, mahasiswa dalam menulis hanya menguraikan topik-topik inti atau kalimat yang dikemukakan kurang dipahami pembaca maka dapat dikatakan field independent. Berdasarkan uraian di atas, ternyata kelompok mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent dalam hal kemampuan menulis lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki gaya kognitif field independent. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata kelompok field dependent sebesar 68,52 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok field independent yang memiliki nilai rata-rata sebesar 62,48.

3. Hipotesis Ketiga
Hasil analisis terhadap hipotesis ketiga yang menyatakan adanya interaksi antara metode pembelajaran (quantum teaching dan ekspositori) dan gaya kognitif (field dependent dan field independent) terhadap kemampuan menulis. Dinyatakan dengan nilai Fhitung ­= 5,45 yang lebih besar dari nilai Ftabel = 3,91 pada taraf nyata a = 0,05. Hasil ini menyiratkan adanya interaksi antara metode pembelajaran dan gaya kognitif terhadap kemampuan menulis.
Kemampuan menulis tidak datang dengan sendirinya, perlu diberikan pemahaman kepada mahasiswa bahwa untuk mencapai sebuah tulisan yang dapat dikategorikan baik tentu memerlukan adanya upaya kerja keras dari mahasiswa itu sendiri. Untuk memenuhi kategori tulisan yang baik tersebut perlu diketahui oleh mahasiswa empat ciri yang utama, yaitu: (1) mudah; (2) sederhana; (3) langsung; dan (4) tepat. Dikatakan, mudah berarti tulisan itu dapat dimengerti pembaca; sederhana artinya kalimat-kalimat atau kata-kata yang digunakan tidak mengandung kosa kata atau kalimat yang berlebihan; langsung artinya tulisan tidak berbelit-belit dan langsung masuk ke topik inti tulisan; dan tepat artinya mampu menggambarkan pikiran penulis secara lugas dan tepat.
Namun untuk memahami seperti pengertian di atas tidaklah mudah perlu adanya kerjasama antara mahasiswa dan dosen dalam menciptakan kemampuan menulis yang baik. Kerjasama ini terlihat dari penerapan metode yang cocok terhadap mata kuliah/pokok materi. Dengan metode quantum teaching, mahasiswa selama proses belajar diarahkan untuk serileks mungkin tanpa adanya ganjalan dalam hatinya sehingga mempengaruhi hasil belajarnya. Oleh karena itulah, dosen dalam penerapan metode ini hanya berfungsi sebagai penonton saja, artinya dosen dapat berlaku sebagai pengamat, kritikus, moderator, ataupun sebagai penggembira saja. Lain halnya dengan penerapan metode ekspositori, dosen lebih dominan dalam mengarahkan dan membimbing mahasiswa terhadap materi yang dipelajari. Kegiatan utama dosen ialah mengajar secara lisan dan sesekali mengadakan demonstrasi. Dosen bersifat kaku dan sedikit sekali memberikan kesempatan pada mahasiswanya untuk bertukar pendapat ataupun berdialog dengannya. Mahasiswa memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap dosen karena harapannya materi semuanya berasal dari dosen. Pada metode ini tidak mengutamakan unsur kreatif pada diri mahasiswa, biasanya bersifat rutin dan formal.
Tidak saja metode pembelajaran yang berperan dalam menciptakan kemampuan menulis mahasiswa, gaya kognitif dapat juga diprediksi dalam meningkatkan kemampuan menulis. Mahasiswa yang cenderung field dependent dalam menulis akan dapat mendeskripsikan gagasannya. Apalagi selama proses pembelajaran di kelas, mahasiswa lebih banyak dihadapkan pada contoh-contoh wacana yang berupa artikel, tulisan ataupun yang lainnya yang disusun atau dicari kesalahannya. Dengan materi dan contoh bagaimana menulis yang baik yang didapatnya dari dosen maka, mahasiswa dapat menuangkannya kembali ke dalam sebuah tulisan. Hal ini senada dengan karakteristik mahasiswa field dependent yang cenderung mudah atau mampu memecahkan suatu permasalahan apabila telah melihat contoh-contoh yang ada. Mahasiswa field independent dalam menulis cenderung untuk menganalisis dan mendeskripsikan sesuai dengan keinginannya sendiri atau secara mandiri sehingga hasil tulisannya tidak mencerminkan keinginan dosen. Di samping itu, karena kurangnya latihan dalam menulis berimplikasi kepada kemampuan menulisnya yang cenderung kurang baik dalam struktur isi maupun bahasanya.
Berdasarkan uraian di atas, terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan gaya kognitif terhadap kemampuan menulis mahasiswa.

4. Hipotesis Keempat
Hasil analisis terhadap hipotesis keempat yang menyatakan adanya perbedaan kemampuan menulis kelompok mahasiswa yang belajar dengan metode quantum teaching dengan kelompok mahasiswa yang belajar dengan metode ekspositori bagi mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent. Dinyatakan dengan nilai Qhitung ­= 7,05 yang lebih besar dari nilai Qtabel = 3,96 pada taraf nyata a = 0,01. Hasil ini menyiratkan bahwa kemampuan menulis mahasiswa yang belajar dengan metode quantum teaching lebih baik/tinggi dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang belajar dengan metode ekspositori bagi mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent.
Quantum teaching merupakan metode yang menekankan adanya interaksi antara mahasiswa dan mahasiswa serta mahasiswa dengan dosen. Dalam proses pembelajaran, dosen dapat mengarahkan mahasiswa untuk belajar dengan serius dan riang. Artinya, seorang mahasiswa dengan mendapatkan metode ini akan termotivasi untuk belajar dengan giat karena merasa dirinya belajar tidak mendapat tekanan dari dosen, riang artinya, mahasiswa belajar dengan suasana yang menyenangkan baik dari materi perkuliahan maupun dari suasana tempat perkuliahan. Di samping itu, selama perkuliahan mahasiswa diarahkan untuk belajar secara berkelompok dengan mahasiswa lainnya membahas materi yang diberikan dosen. Dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk membaca buku-buku yang relevan dengan sub pokok bahasan, mahasiswa dipersilahkan untuk mencari dan menggunakan buku-buku yang mereka anggap diperlukan dan relavan dengan pokok bahasan dalam menulis. Tidak itu saja, dosen dapat memberikan kepada mahasiswa artikel-artikel dari surat kabar atau majalah untuk dipelajari pada setiap pokok bahasan. Agar mahasiswa mampu menulis, dosen memberikan tugas kepada mahasiswa untuk melakukan latihan-latihan secara kontinyu. Kontinyu di sini, pada setiap akhir pertemuan, mahasiswa diberikan latihan yang terdiri dari tiga sampai dengan lima paragraf. Oleh karena itu, di dalam metode quantum teaching ini, kegiatan menulis lebih banyak terpusat ke mahasiswa. Mahasiswa dituntut untuk mandiri dalam mengerjakan tugasnya.
Ditinjau dari karakteristik mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent, maka hal ini sesuai pula dengan karaktersitiknya. Mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent suka belajar berkelompok/berdiskusi. Mahasiswa field dependent lebih meningkat kemampuan menulisnya apabila adanya penguatan eksternal yaitu melalui motivasi eksternal. Dalam motivasi eksternal, dosen memberikan pujian terhadap suatu keberhasilan yang dilakukan mahasiswa. Karakteristik lain, mahasiswa field dependent akan dapat memahami serta menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan apabila selama proses pembelajaran mahasiswa dihadapkan kepada contoh-conoh serta latihan-latihan.
Dengan memperhatikan skor rata-rata kemampuan menulis mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent lebih tinggi apabila belajar dengan metode quantum teaching dibandingkan dengan skor rata-rata kemampuan menulis ketika belajar dengan metode ekspositori, maka hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang belajar berkelompok atau berdiskusi sangat sesuai dengan karakteristik mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent.


5. Hipotesis Kelima
Hasil analisis terhadap hipotesis kelima yang menyatakan adanya perbedaan kemampuan menulis kelompok mahasiswa yang belajar dengan metode ekspositori dan dengan kelompok mahasiswa yang belajar dengan metode quantum teaching bagi mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent. Dinyatakan dengan nilai Qhitung ­= 0,15 yang lebih kecil dari nilai Qtabel = 2,92 pada taraf nyata a = 0,05. Hasil ini menyiratkan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan menulis mahasiswa yang belajar dengan metode ekspositori dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang belajar dengan metode quantum teaching bagi mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent.
Mahasiswa field independent mempunyai karakteristik lebih mandiri dalam pengembangan keterampilan merestrukturisasi kognitif tetapi kurang mandiri dalam pengembangan keterampilan interpersonal. Mahasiswa ini menyukai proses belajar mengajar yang lebih mengedepankan aspek individual. Selama proses pembelajaran, mahasiswa field independent tidak tergantung dengan dosen dalam penyampaian materi.
Apabila dihubungkan dengan metode ekspositori, mahasiswa field independent relatif pasif menerima dan mengikuti apa yang disajikan oleh dosen. Pembelajaran dengan metode ekspositori merupakan proses pembelajaran yang lebih berpusat pada dosen (teacher centered), dosen berfungsi sebagai pemberi informasi yang utama. Dalam perkuliahan, dosen lebih dominan memberikan penjelasan mengenai materi perkuliahan. Dalam pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori yang dipentingkan adalah pencapaian target perkuliahan. Artinya, diharapkan selama proses perkuliahan semua materi yang tercakup dalam silabus dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang disediakan. Dengan menyelesaikan target perkuliahan, mahasiswa diharapkan mampu untuk memahami dan menguasai hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan menulis sehingga pada akhirnya mahasiswa mampu menulis dengan baik dan benar. Namun demikian, kemampuan menulis tidak datang begitu saja, perlu dilakukan latihan secara terus menerus untuk menghasilkan sebuah tulisan yang baik, lengkap dan runtut. Dengan latihan secara berkesinambungan, kemampuan menulis akan terasah dengan sendirinya sehingga pada saat menulis, apa yang terdapat dalam pikiran akan dapat tercurah dengan mudah.
Apabila dihubungkan dengan metode quantum teaching, mahasiswa field independent mengikuti perkuliahan sesuai dengan petunjuk yang diarahkan dosen. Selama perkuliahan, mahasiswa field independent tetap mengikuti interaksi yang terjadi dengan dosen atau dengan mahasiswa lainnya. Akan tetapi, mahasiswa field independent dalam belajar dan dalam menyelesaikan tugas menulis lebih terfokus kepada keinginannya sendiri dan kurang peka terhadap adanya diskusi dengan teman-temannya
Dengan memperhatikan skor rata-rata kemampuan menulis mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent tidak berbeda apabila belajar dengan metode ekspositori dibandingkan dengan skor rata-rata kemampuan menulis ketika belajar dengan metode quantum teaching, maka hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara mahasiswa yang belajar dengan metode ekspositori dengan mahasiswa yang belajar dengan metode quantum teaching bagi mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent.

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
Berdasarkan temuan dan pembahasan hasil penelitian di atas, berikut ini akan dikemukakan kesimpulan, implikasi, dan saran.

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan pembahasan pada Bab IV, diperoleh temuan sebagai berikut:
1. Secara keseluruhan metode quantum teaching lebih baik dibandingkan dengan metode ekspositori dalam meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa. Artinya, apabila ingin meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa maka dosen dapat menggunakan metode quantum teaching.
2. Secara keseluruhan mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent lebih baik kemampuan menulisnya dibandingkan dengan mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent. Artinya, dosen sebagai pelaksana pembelajaran di kelas harus dapat secara terus menerus mempertahankan kemampuan menulis mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent. Sebaliknya, dosen harus memperhatikan secara serius mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa.
3. Secara keseluruhan terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan gaya kognitif terhadap kemampuan menulis. Artinya dosen dapat menentukan materi dan metode apa yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis apabila telah diketahui gaya kognitif mahasiswa.
4. Secara keseluruhan untuk meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent adalah melalui penerapan metode quantum teaching dibandingkan dengan metode ekspositori.
5. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan untuk meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent apabila melalui metode quantum teaching dan metode ekspositori.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka perlu adanya implikasi terhadap hasil dari penelitian ini. Implikasi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan positif terhadap peningkatan kemampuan menulis mahasiswa, penerapan berbagai metode pembelajaran dan juga gaya kognitif mahasiswa. Implikasi-implikasi tersebut dijabarkan berikut ini.

1. Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Melalui Metode Pembelajaran
Dalam upaya meningkatkan kemampuan menulis faktor metode pembelajaran merupakan salah satu pendukung dalam keberhasilan menulis.
Mahasiswa akan meningkat kemampuan menulisnya apabila didukung oleh metode pembelajaran yang tepat. Penggunaan metode pembelajaran merupakan suatu keharusan bagi dosen. Mengingat dengan menggunakan metode yang sesuai dengan materi perkuliahan serta keinginan siswa tentu akan meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa. Sebaliknya, dengan menggunakan metode yang kurang sesuai dengan materi dan keinginan siswa tentu akan berimplikasi kepada kemampuan menulis mahasiswa.
Sehubungan dengan itu, kemampuan menulis tidak datang begitu saja, perlu adanya latihan yang terus menerus untuk menjadikan seorang mahasiswa dapat mampu menulis. Untuk melatih dan mengasah ketajaman menulis mahasiswa itu diperlukan sebuah metode pembelajaran yang efektif dan tepat guna. Dikatakan efektif dan tepat guna, artinya, metode pembelajaran yang digunakan merupakan sebuah metode yang di dalamnya menggunakan berbagai macam teknik pembelajaran, materi pembelajaran yang beragam, dan media pembelajaran yang dapat memotivasi belajar mahasiswa.
Quantum teaching merupakan metode yang didalamnya lebih menekankan hubungan interaksi antara dosen dengan mahasiswa, serta mahasiswa dengan mahasiswa. Di dalam metode quantum teaching, hubungan dapat terjalin dengan baik apabila dosen bertindak sebagai konduktor. Artinya, selama proses belajar mengajar, dosen bertindak sebagai seseorang yang mengarahkan mahasiswa untuk menulis dengan baik dengan memperhatikan teknik-teknik menulis yang diajarkannya. Di samping itu, quantum teaching merupakan metode yang menggubah belajar menjadi meriah. Proses pembelajaran merupakan sesuatu yang menyenangkan penuh dengan senda gurau dan tidak monoton.
Dalam pembelajaran dengan metode ekspositori, dosen memegang peran kontrol terhadap jalannya proses pembelajaran dengan melakukan aktivitas-aktivitas yang bersifat aktif, sementara mahasiswa relatif pasif menerima dan mengikuti apa yang disajikan oleh dosen. Pembelajaran dengan metode ekspositori merupakan proses pembelajaran yang lebih berpusat pada dosen (teacher centered), dosen berfungsi sebagai pemberi informasi yang utama.

2. Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Melalui Gaya Kognitif
Dalam menulis, tidak hanya metode pembelajaran yang berperan dalam menentukan keberhasilan mahasiswa dalam menulis, gaya kognitif turut berperan dalam menciptakan kemampuan menulis mahasiswa. Gaya kognitif merupakan kebiasan bertindak yang relatif tetap dalam diri seseorang, dalam cara berpikir, mengingat, menerima, dan mengolah informasi. Kecenderungan gaya kognitif mahasiswa perlu diketahui oleh dosen yang mengajar mata kuliah menulis. Hal itu perlu diperhatikan, mengingat dalam gaya kognitif yang sifatnya menerima informasi terdapat dua perbedaan, yaitu: mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent dan mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent.
Sehubungan dengan hal di atas, dalam upaya meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent, dapat melalui dua cara, yaitu (a) penguatan eksternal dan (b) penguatan internal.


a. Penguatan Eksternal
Mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent akan termotivasi dalam menulis apabila adanya penguatan eksternal. Penguatan eksternal ini dapat berupa : (a) pujian; dan (b) belajar kelompok:
b. Penguatan Internal
Dosen dalam mengajarkan menulis hendaknya memberikan penguatan internal kepada mahasiswa. Penguatan eksternal ini dapat berupa memberikan penyadaran kepada mahasiswa bahwa menulis tidak hanya memerlukan faktor intrinsik tetapi lebih dari itu adanya motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik merupakan salah satu pendukung dalam keberhasilan menulis. mahasiswa akan meningkat kemampuan menulisnya apabila didukung oleh kemauannya untuk berlatih secara kontinyu. Dengan latihan secara berkesinambungan mahasiswa akan terasah kemampuannya dalam menulis sehingga ia dapat mengungkapkan gagasan-gagasan atau buah pikirannya secara runtut dan jelas. Hal lain akan berbeda jika dalam berlatih menulis mahasiswa terpaksa atau dipaksakan untuk berlatih bukan berdasarkan keinginannya sendiri.


C. Saran
Setelah memperoleh hasil penelitian, kesimpulan, dan memperhatikan implikasi, berikut ini beberapa saran yang diajukan.
1. Pembelajaran dengan metode quantum teaching perlu diajarkan kepada mahasiswa di Jurusan PGSD FIP UNJ .
2. Dalam menerapkan metode quantum teaching perlu diperhatikan mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field dependent serta mahasiswa yang memiliki gaya kognitif field independent sehingga apabila diperhatikan pada waktu pembelajaran dosen dapat meminimalisasi tingkat kekurangan dari masing masing gaya kognitif mahasiswa tersebut dan dapat berimplikasi kepada kemampuan menulisnya.
4. Dengan terujinya hipotesis mengenai interaksi antara metode pembelajaran dan gaya kognitif terhadap kemampuan menulis, perlu melakukan penelitian lanjutan yang menggunakan subyek yang lebih besar dan menggunakan metodologi yang lebih sempurna.















DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, Thomas, “Quantum learning for Teacher”, http : // www. vtep. Edu /cetal/quantum/develop.html. 2005.

Cere, Anne Roggles, Writing and Learning, New York : MacMillan Publishing Company, 1985.

Denny, J. Petter, “A General Theory of Cross-Cultural Variton in Cognitive Style,” http:..www.ssc.vwo, ca/psychology/cognitive/Denny/1996-Theory.html, 1996.


Deporter, Accelerated Learning”, h. 6, 2005, http://www. Learningforum.com.

DePorter, Bobbi & Mike hernacki, Quantum Learning Bandung: Kaifa, 2003.

Entwistle, Noel, Style of Learning and Teaching, New York:Jhon Wiley & Sons Ltd., 1981.



Hamied, Fuad Abdul, Proses Belajar Mengajar Bahasa, Jakarta: Depdikbud, 1987.

HP, Ahmad, “Gaya berpikir, Latar Belakang Pendidikan, dan Kemampuan Menulis Mahasiswa IKIP Jakarta dalam Tiga Aspek Wacana, Keterpaduan, Keruntutan, dan Kelengkapan”. Disertasi. Program Pascasarajana IKIP Jakarta, 1994.


Jacobsen, David & Paul Eggen, and Donald Kauchak, Methods for Teaching: A Skills Approach, Columbus, Ohio: Merril Publishing Company, 1989.

Jones, Writing tips, http;//www/Missouri, edu/2pautf31/tips htm. 1996.

Karsana, Ano, Keterampilan Menulis, Jakarta: Karunika, 1986.

Krashen, Stephen & Sy- Ying Lee, “Competence Foreign Language Writing: ProgressandLacunae”,http://www.sdkrashen.com/articles/progressinl2/

Liu, 1999. “Cognitive Style and Distance Education”, http://www.weitga.edu/-distance/liu23.html,


N.K Roestiyah, . Didaktik-Metodik, Jakarta: Bumi Aksara, 1982.


Seidman, Robert H. “Journal of Educational Computing Research”, Volume 14 & 15, Baywood Publishing Company, Inc, 1996.

Sitompul, http://berita.penabur.org/200205 /artikel /quantum-t.htm.2002.

Sudjana, Nana. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru, 1989.

Weir, Cyrill J., Communicative Language Testing; New york: Prentice hall, Inc, 1990.
PANDUAN PENYUSUNAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)















Oleh:
Dr. Fahrurrozi, M.Pd.








PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2007
BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Peningkatan kualitas pendidikan di sekolah dapat ditempuh melalui berbagai cara, antara lain: peningkatan bekal awal siswa baru, peningkatan kompetensi guru, peningkatan isi kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran dan penilaian hasil belajar siswa, penyediaan bahan ajar yang memadai, dan penyediaan sarana belajar. Dari semua cara tersebut peningkatan kualitas pembelajaran melalui peningkatan kualitas pendidik menduduki posisi yang sangat strategis dan akan berdampak positif. Dampak positif tersebut berupa: (1) peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pendidikan dan masalah pembelajaran yang dihadapi secara nyata; (2) peningkatan kualitas masukan, proses, dan hasil belajar; (3) peningkatan keprofesionalan pendidik; (4) penerapan prinsip pembelajaran berbasis penelitian.
Upaya meningkatkan kemampuan meneliti di masa lalu cenderung dirancang dengan pendekatan research-development-dissemination (RDD). Pendekatan ini lebih menekankan perencanaan penelitian yang bersifat top-down dan sangat teoretis. Paradigma demikian dirasakan tidak sesuai lagi dengan perkembangan pemikiran baru, khususnya dengan konsep Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) atau school-based quality management. Pendekatan MPMBS menitikberatkan pada upaya perbaikan mutu yang inisiatifnya berasal dari motivasi internal pendidik dan tenaga kependidikan itu sendiri (an effort to internally initiate endeavor for quality improvement), dan bersifat pragmatis-naturalistik.
Upaya meningkatkan kompetensi pendidik untuk menyelesaikan masalah pembelajaran yang dihadapi saat menjalankan tugasnya dapat dilakukan melalui penelitian tindakan kelas yang dilakukan guru. Melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran dapat dikaji, ditingkatkan, dan dituntaskan sehingga proses pendidikan dan pembelajaran yang inovatif dan hasil belajar yang lebih baik, dapat diwujudkan secara sistematis. Upaya PTK diharapkan dapat menciptakan sebuah budaya belajar (learning culture) di kalangan guru-siswa di sekolah. PTK menawarkan peluang sebagai strategi pengembangan kinerja melalui pemecahan masalah-masalah pembelajaran (teaching-learning problems solving), sebab pendekatan penelitian ini menempatkan pendidik sebagai peneliti sekaligus sebagai agen perubahan yang pola kerjanya bersifat kolaboratif dan saling memberdayakan.

B. Tujuan
Program penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran serta membantu memberdayakan guru dalam memecahkan masalah pembelajaran di sekolah.

C. Manfaat
1. Peningkatan kompetensi guru dalam mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di dalam dan luar kelas.
2. Peningkatan sikap profesional guru.
3. Perbaikan dan/atau peningkatan kinerja belajar dan kompetensi siswa.
4. Perbaikan dan/atau peningkatan kualitas proses pembelajaran di kelas.
5. Perbaikan dan/atau peningkatan kualitas penggunaan media, alat bantu belajar, dan sumber belajar lainnya.
6. Perbaikan dan/atau peningkatan kualitas prosedur dan alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar siswa.
7. Perbaikan dan/atau pengembangan pribadi siswa di sekolah.
8. Perbaikan dan/atau peningkatan kualitas penerapan kurikulum.

D. Mata Pelajaran dan Bidang Kajian
1. Mata pelajaran meliputi: semua mata pelajaran yang ada di berbagai jenjang pendidikan formal pada tingkat dasar dan menengah.
2. Bidang kajian meliputi:
a. Masalah belajar siswa di sekolah (termasuk di dalam tema ini, antara lain: masalah belajar di kelas, kesalahan-kesalahan pembelajaran, miskonsepsi, dan peningkatan hasil belajar siswa).
b. Desain dan strategi pembelajaran di kelas (termasuk dalam tema ini, antara lain: masalah pengelolaan dan prosedur pembelajaran, implementasi dan inovasi dalam metode pembelajaran, interaksi di dalam kelas, partisipasi orangtua dalam proses belajar siswa).
c. Alat bantu, media dan sumber belajar (termasuk dalam tema ini, antara lain: masalah penggunaan media, perpustakaan, dan sumber belajar di dalam/luar kelas, peningkatan hubungan antara sekolah dan masyarakat).
d. Sistem asesmen dan evaluasi proses dan hasil pembelajaran (termasuk dalam tema ini, antara lain: masalah evaluasi awal dan hasil pembelajaran, pengembangan instrumen asesmen berbasis kompetensi).
e. Pengembangan pribadi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan lainnya (termasuk dalam tema ini antara lain: peningkatan kemandirian dan tanggungjawab peserta didik, peningkatan keefektifan hubungan antara pendidik- peserta didik dan orangtua dalam PBM, peningkatan konsep diri peserta didik).
f. Masalah kurikulum (termasuk dalam tema ini antara lain: implementasi kurikulum, urutan penyajian materi pokok, interaksi guru-siswa, siswa-materi ajar, dan siswa-lingkungan belajar).








BAB II
LAPORAN PENELITIAN


A. Kelengkapan dan Sistematika Laporan
Laporan penelitian harus disusun dengan kelengkapan dan sistematika sebagai berikut.

SAMPUL
HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL (KALAU ADA)
DAFTAR GAMBAR (KALAU ADA)
DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah dan Pemecahannya
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Hasil Penelitian
E. Hipotesis Tindakan (bila diperlukan)

BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
B. Temuan Hasil Penelitian yang Relevan
C. Kerangka Pikir

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
B. Subjen Penelitian
C. Prosedur Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
B. Pembahasan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
B. Saran



DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
Contoh Perangkat Pembelajaran
2. Instrumen Penelitian
3. Personalia Peneliti
4. Curriculum Vitae (semua peneliti)
Data Penelitian
Bukti Lain Pelaksanaan Penelitian (termasuk berita acara seminar draf laporan)






Deskripsi dari tiap-tiap komponen di atas dapat dilihat sebagai berikut.

SAMPUL LAPORAN
Format sampul laporan dapat dilihat pada Lampiran .

HALAMAN PENGESAHAN
Format halaman pengesahan laporan dapat dilihat pada Lampiran .

ABSTRAK
Abstrak berisi uraian ringkas permasalahan dan cara pemecahannya, tujuan, prosedur dan hasil penelitian. Abstrak diketik satu spasi dengan font 11, huruf Times New Roman dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Jumlah kata dalam abstrak tidak melebihi 300 kata dan dilengkapi dengan kata-kata kunci sebanyak 3 – 5 kata.

KATA PENGANTAR
Berisi kata-kata yang ingin disampaikan oleh peneliti sehubungan dengan pelaksanaan penelitian dan hasil yang dicapai. Di bagian ini dapat pula disampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang berjasa dalam pelaksanaan penelitian.

DAFTAR ISI
Berupa halaman yang memuat bagian awal laporan, bab dan sub-bab, bagian akhir, disertai pencantuman nomor halamannya.

DAFTAR TABEL
Berisikan daftar nomor dan judul semua tabel yang ada dalam laporan disertai pencantuman nomor halamannya.

DAFTAR GAMBAR
Berisikan nomor dan judul semua gambar atau foto yang ada dalam laporan disertai pencantuman nomor halamannya. Gambar atau foto yang dimaksud adalah gambar/foto yang diambil selama proses penelitian berlangsung dan berguna antara lain, untuk menggambarkan sittuasi kelas laboratorium atau mimik seorang peserta didik yang dapat memperkuat uraian dalam komponen penemuan.

BAB I PENDAHULUAN
Memuat unsur latar belakang masalah, perumusan masalah dan pemecahannya (termasuk definisi operasional dan ruang lingkup penelitian), tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, hipotesis tindakan (bila diperlukan)

BAB II KAJIAN PUSTAKA
Menguraikan teori terkait dan temuan penelitian yang relevan yang memberi arah pemilihan tindakan dan pelaksanaan PTK. Uraian ini digunakan sebagai dasar penyusunan kerangka berpikir dan usaha peneliti membangun argumen teoretik bahwa dengan tindakan tertentu dimungkinkan dapat meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan dan pembelajaran, bukan untuk membuktikan teori. Kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan, diagram, uraian argumentatif, atau bentuk penyampaian lainnya.



BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN
Mengandung unsur: deskripsi lokasi, waktu, mata pelajaran, karakteristik siswa di sekolah sebagai subjek penelitian. Tiap siklus yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, observasi, evaluasi, dan refleksi dideskripsikan pelaksanaannya secara rinci dan jelas.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Menyajikan hasil tiap-tiap siklus dengan data lengkap yang berisi penjelasan tentang aspek keberhasilan dan kelemahan yang terjadi. Perlu ditambahkan hal yang mendasar yaitu perubahan pada diri siswa, lingkungan, guru berupa perubahan proses dan hasil belajar. Grafik dan/atau tabel, foto dapat digunakan secara optimal untuk mengemukakan hasil analisis data yang menunjukkan perubahan yang terjadi. Pembahasan dilakukan dengan mengaitkan temuan dengan tindakan, indikator keberhasilan, serta kajian teoretik dan empirik.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Menyajikan simpulan hasil penelitian (potret kemajuan) sesuai dengan tujuan penelitian. Saran tindak lanjut diberikan berdasarkan temuan dan pembahasan hasil penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka dituliskan secara konsisten dan alphabetis sesuai dengan salah satu model baku. Sumber yang dicantumkan dalam daftar pustaka hanya yang benar-benar dirujuk di dalam naskah. Semua sumber yang dirujuk di dalam naskah harus dicantumkan di dalam daftar pustaka.

LAMPIRAN-LAMPIRAN
Memuat contoh perangkat pembelajaran, instrumen penelitian, personalia peneliti, Curriculum Vitae semua peneliti, data penelitian, dan bukti lain pelaksanaan penelitian (termasuk berita acara seminar draf laporan).


Daftar Pustaka
Daftar Pustaka dituliskan secara konsisten dan alphabetis sesuai dengan salah satu model baku. Sumber yang dicantumkan dalam Daftar Pustaka hanya yang benar-benar dirujuk di dalam naskah. Semua sumber yang dirujuk di dalam naskah harus dicantumkan di dalam Daftar Pustaka.
Daftar Pustaka dapat bersumber pada buku, jurnal, majalah dan internet. Daftar Pustaka ditulis menurut tata cara sebagai berikut.

1. Buku
Nama pengarang. (tahun terbit). judul buku (cetak miring). edisi buku. kota penerbit: nama penerbit. (model American Psychology Association – APA edisi kelima).
Contoh:
Wiersma, W. (1995). Research Methods in Education: An Introduction. Boston: Allyn and Bacon.


2. Artikel/Bab dalam suatu Buku:
Nama pengarang. (tahun terbit). judul artikel. In/dalam nama editor (Ed.). judul buku (cetak miring). Edisi. nama penerbit, kota penerbit, halaman
Contoh:
Schoenfeld, A.H., (1993). On Mathematics as Sense Making: An Informal Attack on the Unfortunate Divorce of Formal and Informal Mathematics, in J.F. Voss., D.N. Perkins & J.W. Segal (Eds.). Informal Reasoning and Education. Hillsdale. NJ: Erlbaum, pp. 311-344.

3. Artikel dari Jurnal
Nama pengarang, tahun, judul artikel, nama jurnal (cetak miring), volume jurnal, halaman.
Contoh:
Mikusa, M.G. & Lewellen, H., (1999). Now Here is That, Authority on Mathematics Reforms, The Mathematics Teacher, 92: 158-163.

4. Majalah
Nama pengarang, tahun, judul artikel, nama majalah (cetak miring) volume terbitan, nomor terbitan, halaman.
Contoh:
Ross, D., (2001). The Math Wars, Navigator, Vol 4, Number 5, pp. 20-25.

5. Internet
Nama pengarang, tahun, judul (cetak miring), alamat website, tanggal akses.
Contoh:
Wu, H.H., (2002). Basic Skills versus Conceptual Understanding: A Bogus Dichotomy in Mathematics Education. Tersedia pada http://www.aft.org/publications. Diakses pada tanggal 11 Februari 2006.

PENULISAN KARYA ILMIAH

PENULISAN KARYA ILMIAH

PENDAHULUAN
Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan solusi terbaik menyahuti setiap perubahan dan kompetisi diberbagai bidang. Untuk itu, pembinaan SDM harus diarahkan pada peningkatan kualitas manusia agar menjadi tenaga yang tanggap terhadap setiap perubahan dan perkembangan pengetahuan ilmiah dan teknologi. Peningkatan kualitas SDM yang kompetitif dalam pengembangan dan penggunaan pengetahuan ilmiah memerlukan kesadaran semua pihak terutama ilmuwan untuk mengembangkan pengetahuannya secara terus menerus. Antara lain dari pengembangan tersebut adalah melalui kegiatan-kegiatan penelitian.
1Di perguruan tinggi, penelitian merupakan rutinitas kegiatan akademik mahasiswa dan dosen. Khusus pada mahasiswa, penelitian menjadi salah satu persyaratan akhir mendapatkan gelar kesarjanaan. Hal ini terkait pula dengan fungsi kelembagaan pendidikan tinggi yang diarahkan pada penciptaan sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan akademis; profesional dan kepemimpinan, serta tanggap terhadap kebutuhan ilmu pengetahuan dan teknologi. Program pembinaan diusahakan guna pencapaian hasil optimal dari Tridarma Perguruan Tinggi yang mencakup pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat yang bermanfaat bagi kemanusiaan, selaras dan serasi dengan kebutuhan pembangunan. Dengan demikian, penelitian bagi seorang mahasiswa memiliki tiga makna, yakni makna; (a) pengembangan SDM yaitu terbiasa dengan proses-proses pemecahan permasalahan secara ilmiah, (b) mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yakni dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menghasilkan pengetahuan empirik, teori, konsep, metodologi atau informasi baru yang memperkaya IPTEK, dan (c) memanfaatkan IPTEK yakni memanfaatkan kemajuan IPTEK untuk kesejahteraan masyarakat.
Penelitian untuk memenuhi tugas akhir terkait erat dengan maksud pengembangan SDM mahasiswa yang melakukan penelitian tersebut. Di sisi lain, justru mahasiswa merasakan tugas akhir ini sebagai sesuatu yang sulit. Banyak mahasiswa yang menempuh studi lebih dari waktu normalnya karena pelaksanaan penelitian membutuhkan waktu relatif lama. Banyak hal yang menghambat kelulusan mahasiswa, tetapi yang pasti bahwa mahasiswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan studinya, antara lain dari kesulitan tersebut adalah pelaksanaan penelitian akhir.
Pelaksanaan penelitian, umumnya terdiri dari beberapa kegiatan, antara lain; (a) pengusulan, (b) kegiatan lapangan, dan (c) analisis dan pelaporan. Pengusulan penelitian berupa kegiatan mengusulkan rencana penelitian yang berisi secara mikro bentuk penelitian secara keseluruhan. Dalam pengusulan ini, mahasiswa membuat suatu rencana penelitian untuk diseminarkan dalam forum ilmiah yaitu seminar usulan penelitian.
Usulan penelitian atau proposal penelitian dianggap sebagai kunci sukses suatu penelitian, sebab di dalam usulan tersebut telah termuat secara lengkap rencana-rencana dalam bentuk metodologi dan analisis penelitian. Karena proposal penelitian sebagai miniatur penelitian, maka penyusunannya membutuhkan kemampuan berupa pemahaman penelitian secara keseluruhan. Penelitian adalah kegiatan akademik yang di dalamnya terkandung; (a) pemecahan masalah, (b) pencarian, dan (c) penyelidikan terhadap pengetahuan baru atau interpretasi. Proposal penelitian harus mengakomodasi tiga hal di atas dalam batang tubuhnya, sehingga suatu proposal minimal mencakup; (a) masalah dan tujuan penelitian, (b) kepustakaan dan hipotesis, (c) metode, dan (d) daftar pustaka.
Bagi mahasiswa S1, penyusunan proposal penelitian merupakan suatu fase yang harus dilalui sebab penelitian menjadi persyaratan akhir dalam penyelesaian studi. Umumnya mahasiswa mengalami kesulitan menyusun proposal penelitian, terutama di perguruan tinggi yang tidak menerapkan pembimbingan intensif sebelum seminar proposal penelitian. Untuk itu, sangat penting mencari alternatif-alternatif yang dapat meningkatkan kemampuaan mahasiswa menyusun proposal penelitian, selain bimbingan intensif dari dosen pembimbing.
Pembimbingan intensif dilakukan setelah seminar proposal penelitian, sehingga mengharuskan mahasiswa secara mandiri menyusun proposal penelitian. Kondisi ini dapat mengakibatkan mahasiswa kesulitan dalam menyusun proposal penelitian, sebab dalam penyusunan proposal penelitian tidak beroleh bimbingan dari dosen pembimbing. Jadi, dalam menyusun proposal penelitian, mahasiswa harus mengandalkan kemampuan-kemampuan internal yang menunjang. Antara lain dari kemampuan tersebut adalah kemampuan; metodologi, statistika, bahasa, matematik, kreativitas, dan faktor-faktor internal lainnya yang secara langsung dapat meningkatkan kemampuan menyusun proposal penelitian.
Dengan tidak mengubah sistem akademik yang telah ada, peneliti memandang bahwa masih terdapat peluang meningkatkan kemampuan mahasiswa menyusun proposal penelitian, antara lainnya melalui peningkatan kemampuan internal mahasiswa terutama kemampuan berpikir kreatif dan pengetahuan statistika. Berpikir kreatif, sebagai sebuah bentuk kemampuan berpikir akan sangat membantu mahasiswa dalam hal mendapatkan dan menetapkan masalah penelitian. Sedangkan pengetahuan statistika akan membantu mahasiswa antara lain dalam penyusunan teknik analisis data, pengujian hipotesis, dan penarikan kesimpulan.
Sebelum sampai pada pandangan bahwa berpikir kreatif dan pengetahuan statistika dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa menyusun proposal penelitian, maka peneliti merasa penting mengetahui hubungan antara berpikir kreatif dan pengetahuan statistika dengan kemampuan mahasiswa menyusun proposal penelitian.
Dari paparan di atas, jelaslah bahwa mahasiswa mengalami kesulitan dalam menyusun proposal penelitian. Masalah ini dapat ditinjau dari dua hal yaitu; (a) kemampuan mahasiswa, dan (b) sistem akademik yang diterapkan. Permasalahan-permasalahan yang relevan dengan dua hal tersebut antara lain; (a) kemampuan mahasiswa menyusun proposal penelitian sesuai dengan apa yang diharapkan; (b) sistem akademik dalam kampus menunjang kemampuan mahasiswa menyusun proposal penelitian; (c) Faktor-faktor yang menentukan kemampuan mahasiswa menyusun proposal penelitian; (d) kemampuan mahasiswa menyusun proposal penelitian ditentukan oleh pengetahuan terhadap materi-materi perkuliahan yang telah dipelajari sebelumnya; (e) pengetahuan statistika merupakan salah satu faktor yang menentukan kemampuan mahasiswa menyusun proposal penelitian; (f) kreativitas merupakan faktor yang dapat menentukan kemampuan mahasiswa menyusun proposal penelitian? (g) sikap kreatif merupakan salah satu faktor yang menentukan kemampuan mahasiswa menyusun proposal penelitian? dan (h) berpikir kreatif merupakan salah satu faktor yang menentukan kemampuan mahasiswa menyusun proposal penelitian.

PENETAPAN MASALAH DALAM PENELITIAN

PENETAPAN MASALAH DALAM PENULISAN
KARYA ILMIAH

Oleh: Dr. Fahrurrozi, M.Pd.

PENDAHLUAN
Langkah pertama dan sekaligus juga merupkan hal yang paling esensial dalam penyusunan karya ilmiah adalah menetapkan/mengajukan masalah. Secara umum masalah berada pada suatu konsistensi tertentu yang dipengaruhi atau berhubungan dengan berbagai faktor tertentu. Oleh karena itu, seyogyanya masalah tersebu terlebih dahulu dikenali melalui hubungannya dengan berbagai faktor tersebut. Pengenalan masalah tersebut akan memunculkan berbagai pernyataan yang disebut masalah.
Masalah sebagaimana didefinisikan oleh Sudjana (1901.21) adalah " pertanyaan-pertayaan yang sengaja diajukan untuk dicari jawabanya melalui peneliitian". Masalah merupakan suatu kondisi yang memerlukan pembahasan, pemecahan, informasi, atau keputusan (Hajar, 1996: 38). Masalah juga bisa didefinisikan sebagai “gap”/kesenjangan antara apa yang dinginkan. Kesenjangan yang dapat dikaji melalui penelitian apabila kesenjangan itu dapat dipecahkan dengan pendekatan ilmiah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak semua bentuk pertanyaaan merupakan masalah. Pertanyaan seperti Siapakah Rektor UNJ Jakarta?, ini bukanlah merupakan permasalahan dalam karya ilmiah karena untuk menjawabnya tidak perlu diadakan penelitian
Sebuah masalah adalah suatu situasi yang merupakan akibat dari interaksi dua atau lebih faktor (seperti kebiasaan-keadaan-keadaan, keinginan-keinginan) yang menimbulkan :­
1. Peryataan yang membingungkan (masalah konseptual).
2. konflik yang mengharuskan memilih alternatif-alternatif yang
diperdebatkan (masalah aksi).
3. Konsekuensi yang tidak diharapkan (masalah nilai).

1. Bentuk-bentuk masalah
Bentuk-bentuk masalah dikembangkan berdasarkan penelitian menurut tingkat eksplanasinya. Berdasarkan hal tersebut masalah dapat dikelompokkan kepada bentuk masalah deskriptif, komperatif, dan asosiatif.
a. Masalah Deskriptif
Masalah deskriptif adalah suatu masalah yang berkenaan dengan variable mandiri, tanpa membuat perbandingan dan menghubungkan
b. Masalah Komparatif
Masalah komparatif adalah suatu permasalahan yang bersifat membandingkan keberadaan suatu variable pada dua sampel atau lebih.
c. Masalah Asosiatif
Masalah asosiatif adalah suatu pertanyaan penelitian yang bersifat menghubungkan dua variable atau lebih.

PENETAPAN MASALAH
Penetapan masalah harus memperhatikan aturan ataupun kebijakan yang telah ditetapkan. Di setiap perguruan tinggi terdapat aturan penulisan karya ilmiah yang dimuat dalam suatu buku panduan yang disebut Panduan Penulisan Karya Ilmiah. Dalam buku panduan penulisan karya ilmiah, diperoleh gambaran secara teknik cara menyusun karya ilmiah. Penetapan dan perumusan masalah, menjadi masalah pokok dalam usulan penelitian. Pada dasarnya merupakan rumusan fenomena yang akan dijawab dalam penelitian. Masalah sebagai fenomena, berarti sebuah gejala sehingga untuk mendapatkannya dapat ditelusuri dari sumber fenomena tersebut. Sedangkan sebagai rumusan pokok maka seharusnya masalah, menjadi hal yang pertama dicari, dirumuskan dan dibatasi oleh seorang peneliti.
Sumber masalah, berasal dari mana saja, dan untuk memperolehnya dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap alam, membaca, berdiskusi ataupun melalui pengalaman-pengalaman. Turney dan Noble dalam Danim (2000:56), menyatakan lima sumber masalah penelitian empirik, yaitu; (a) pengalaman pribadi, (b) keterangan yang diperoleh secara tidak sengaja, (c) kerja dari kontak-kontak profesional, (d) pengujian dan pengembangan teori, dan (e) analisis terhadap literatur profesional dan hasil-hasil penelitian yang relevan. Banyak hal yang dapat dijadikan masalah, hanya saja apakah persoalan itu layak diteliti atau tidak? Untuk itu dibutuhkan kriteria masalah penelitian.
Kriteria masalah dibutuhkan setelah seseorang dapat mengungkap permasalahan atas sesuatu objek yang diperhatikannya. Nawawi dan Hadar (1995:24-29) merumuskan tiga unsur dan enam kriteria masalah yang dapat diangkat dalam karya ilmiah yaitu; (a) masalah harus tampak dan dirasakan sebagai suatu tantangan bagi peneliti untuk dipecahkan dengan mempergunakan keahlian atau kemampuan profesionalnya, (b) masalah merupakan kondisi yang menunjukkan kesenjangan (gap) antara peristiwa atau keadaan nyata (das sain) dengan tolok ukur tertentu (das sollen) sebagai kondisi ideal atau seharusnya bagi peristiwa atau keadaan tertentu itu, dan, (c) masalah adalah keraguan yang timbul terhadap suatu peristiwa atau keadaan tertentu berupa kesangsian tentang tingkat kebenarannya, termasuk juga ketidaktahuan mengenai peristiwa atau keadaan yang diragukan itu. Keraguan terhadap sesuatu, sehingga sesuatu tersebut masih perlu dibuktikan/diverifikasi sehingga dapat menjadi masalah dalam penelitian. Adapun kriteria masalah yang baik adalah; (a) berguna untuk diungkapkan, (b) relevan dengan kemampuan dan keahlian peneliti, (c) menarik perhatian untuk diungkapkan, (d) menghasilkan sesuatu yang baru, (e) dapat dihimpun datanya secara lengkap dan objektif, dan (f) tidak terlalu luas atau sebaliknya. Pembatasan masalah, perlu dilakukan karena masalah itu tidak berdiri sendiri tetapi terkait dengan masalah-masalah lain sehingga sulit memfokuskan rumusan masalah pada masalah penelitian.
sudjana (1991 : 21-23) mengemukakan ada tiga segi untuk mengukur kelayakan suatu.masalah untuk diteliti :
1. Dan segi keilmuan, harus jelas kedudukannya berada dalam struktur keilmuan yang sedang dipelajari.
2. Dari segi metode keilmuan, masalah harus dapat dipecahkan melalui langkah berfikir ilmiah atau metode ilmiah.
3. Masalah harus disesuaikan dengan kepentingan mahasiswa itu sendiri.
Furchan ( 1932:81-85) mengemukakan pula kriteria masalah yang yang layak untuk dibahas.
1. Idealnya masalah tersebut hendaknya merupakan masalah yang pemecahan akan memberikan sumbangan kepada bangunan pengetahuan di bidang pendidikan­
2. Persoalan itu hendaknya merupakan persoalan yang akan membawa kita kepada persoalan-persoalan baru dan dengan demikian Juga kepada penelitian berikutnya.
3. Persoalan itu harus merupakan persoalan yang dapat diteliti.
4. Persoalan itu harus sesuai dengan: (a) menarik; (b) berada dalam bidang yang dikuasai; (c) dapat dilaksanakan dalam situasi tempat peneliti; (d) dapat diselesaikan dalam waktu yang tersedia; (e) secara ethic dan politik dapat dilakukan; (f).mungkin memperoleh akses mengumpukan data.
Sehubungan dengan hal di atas, dibutuhkan pembatasan-pembatasan permasalahan. Pembatasan masalah mengandung pengertian, menyatakan masalah penelitian diantara masalah-masalah lain yang memiliki kedekatan dengan masalah dimaksud. Pembatasan masalah tidak berarti mengecilkan atau menyempitkan masalah, tetapi memperjelas ruang lingkup permasalahan.
Rumusan masalah, lebih ditujukan pada pengungkapan bahasa sehingga tidak menimbulkan penafsiran lain. Oelah karena itu, rumusan masalah harus dirumuskan dengan baik. Hal ini dapat dilakukan setelah masalah tersebut diidentifikasi dan dibatasi dengan jelas. Perumusan masalah lazimnya dinyatakan dalam bentuk pertanyaan yang menyangkut hubungan antarvariabel penelitian maupun adanya perbedaan sifat hubungan harus jelas. Menurut Suwito dalam Prayitno dkk.(1993:138-188), bahwa bahasa ilmu pengetahuan, memiliki ciri-ciri; (a) pilihan kata dan peristilahannya tepat, (b) kalimatnya efektif dan penataannya dalam paragraf baik, (c) penalaran dan sistematikanya bagus, dan (d) pemaparan dan gaya bahasanya menarik. Jadi, rumusan masalah yang baik adalah rumusan masalah yang dapat mengungkapkan substansi permasalahan.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penentuan masalah penelitian adalah ketersediaan informasi serta sumber dukungan kepustakaan. Kepustakaan berperan sebagai tangga berpikir menuju jawaban permasalahan. Walaupun permasalahan itu baik, tetapi bila tidak didukung oleh kepustakaan yang memadai maka sebaiknya permasalahan tersebut tidak diteruskan, sebab akan mengalami kebuntuan dalam proses penelitiannya nanti. Berikut ini akan dideskripsikan hal-hal yang berkaitan dengan masalah.

1. Latar Belakang Masalah
Menurut Naga (1981 :4) pada latar belakang dikemukakan sutau pembuktian dari penelitian yang dilakukan bahwa “latar belakang ini dapat menunjukkan adanya masalah yang diteliti. Latar belakang ini harus ditampilkan secara kuat , untuk itu diharuskan mengemukakan data dan fakta sebagai alasan dengan mengurangi argumentasi pribadi sedikit mungkin. Pada bagian latar belakang ini merupakan tempat untuk mengemukakan dan menjelaskan serta menerangkan kenapa begitu penting masalah yang ditampilkan. Di sini peneliti harus dapat menjelaskan keinginan untuk meneliti masalah tersebut timbul, karena peneliti melihat adanya kesenjangan atau jurang perbedaan antara apa-apa yang seharusnya atau idealnya sangat berbeda dengan kenyataan yang ditemui dan diketahui atau dilihat. Peneliti tentu ingin mengetahui mengapa terjadi perbedaan tersebut. Peneliti perlu mengemukakan pada latar belakang ini fakta dan data yang mendukung masalah yang seharusnva dan yang idealnya tadi. Setelah itu peneliti harus dapat pula mengemukakan kenyataan­kenyataan yang ditemui berdasarkan data dan faktanya pula sehingga pada latar belakang ini diketahui dengan jelas bahwa masalah yang diajukan betul-betul dirasakan perlunya.



2. ldentifikasi Masalah.
Topik tidak persis sama dengan masalah penelitian, tetapi mengajukan pertanyaan-pertanyaan terhadap topik-topik yang berhubungan masalah sebenarnya lebih spesifik dari topik penelitian. Dengan mengemukakan masalah atau pertanyaan-pertanyaan penelitian sekaligus akan terlihat ruang lingkup atau batasan penelitian.
Dalarn usaha menjelaskan masalah penelitian peneliti bisa mulai dari topik-topik umum kemudian berangsur mempersempit topik menjadi masalah peneiitian. Namun sebelum sampai kepada memformulasikan pertanyaan yang spesifik ada baiknya peneliti terlebih dahulu mengindentifikasi atau berusaha menjelaskan apa yang mungkin terlingkup dalam topik yang telah dipilihnya itu. umpamanya, seorang peneliti tertarik dengan topik hasil belajar.
Langkah pertama yang mungkin dilakukan peneliti adalah mengadakan brain storming tentang apa-apa saja yang berhubungan dengan hasil belajar. Seperti satu diantaranya mungkin faktor-faktor yang mempengaruhi hasi belajar, seperti intelegensi, minat, fasilitias, perhatian guru dan orang tua, cara mengajar guru dan lain sebagainya. Atau mungkin juga seorang peneliti menempatkan hasil mengajar sebagai variable independen dan melihat pengaruh hasil belajar terhadap aktifitas dan partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar atau terhadap persepsi siswa terhadap mata apelajaran itu sendiri.
Contoh lain, seorang peneliti tertarik dengan cara guru mengajar. Cara guru mengajar dapat dijelaskan mungkin dalam kaitannya dengan latar belakang pendidikan, pengalaman, kehidupan rumah tangga, status, nilai-nilai yang diyakini guru dan lain sebagainva. Atau cara mengajar guru dapat juga dilihat dalam
kaitannva dengan perhatian siswa terhadap mata pelajaran, hasil yang dicapaisiswa dan lain sebagainya.

3. Pembatasan Masalah
Permasalahan yang dipilih peneliti mungkin luas sekali ruang lingkupnya, seperti hasil belajar sebagai dikemukakan terdahulu banyak sekali taktor atau variable yang terkait di dalamnya. Oleh karena keterbatasan penelitian, maka peneliti membatasi penelitiannya hanya kepada satu variable atau beberapa variable saja pemilihan atau pembatasan variable yang diteliti itu sepenuhnya adalah pertimbangan peneliti sendiri dengan melihat signifikasinya. Sehubungan dengan permasalahan hasil belajar, misalnya, berdasarkan pengamatan di lapangan, peneliti kemudian tertarik untuk melihat kaitannya dengan tingkat disiplin yang diterapkan oleh guru yang mengajar bidang studi tersebut atau hasil belajar dilihat dengan demokrasi atau diktatornya guru dalam proses belajar mengajar dan lain sebagainya.

4. Perumusan Masalah
Setelah peneliti membatasi masalah pada variable atau konsep dalam penelitian, kemudian peneliti merumuskan permasalahan tersebut dalam bentuk kalimat pertanyaan yang lebih spesifik. McMillan dan Schumacher (1984:48). Dalam merumuskan permasalahan,sedikit berbeda dari yang dikemukakan Tuckman. Tuckman cenderung merumuskan masalah penelitian dalam bentuk kalimat pertanyaan, sernentara McMillan dan Schumacher berpendapat bahwa perumusan masalah penelitian bisa salah satu dari 3 bentuk pernyataan, pertanyaan dan hypothesis.

5. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai. Sebenarnya apabila ditilik dari isinya sesuatu yang ingin dicapai, yang merupakan tujuan penelitian, sama dengan jawaban yang dikehendaki dalam problematik penelitian.
contoh
Problematik
Tujuan
Di semester berapakah microteaching mulai dilaksanakan di PGSD UNJ Jakarta.
Ingin mengetahui di semester berapakah micro teaching dimulai di PGSD UNJ Jakarta .
. Dengan contoh di atas dapat dipahami dengan mudah tujuan penelitian, atau dengan kata lain tujuan penelitin yaitu: merumuskan tujuan umum penelitin yang kosisten dengan masalah pokok penelitian.

6. Kegunaan Penelitian
Sebenarnya penjelasan tentang kegunaan hasil penelitian ini tidak mutlak harus ada. Rumusan tentang kegunaan hasil penelitian adalah kelanjutan dari tujuan penelitian. Pembicaraan tentang kegunaan hasil penelitian ini menjadi penting setelah beberapa peneliti tidak dapat mengatakan sebenarnya hasil apa yang di harapkan, dan sejauhmana sumbangannya terhadap kemajuan ilmu pengatahuan.
Contoh : tujuan penelitian: ingin mengetahui di semester berapa microteaching dimulai. kegunaan hasil penelitian: dengan diketahuinya di semester berapa microteaching dimulai, dihubungkan dengana hambatan yang dijumpai serta factor-­faktor pendukung lain, peneiti bisa memberikan informasi kepada pengembangan kurikulum untuk dijadikan pedoman umum bagi pelaksanaan micro-teaching. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kegunaan hasil penelitian merupaka tindak lanjut penggunaan informasi atau jawaban yang tertera dalam kesimpulan penelitian ­
DAFTAR PUSTAKA

Sudjana, Nana, Tuntunan penulisn .karya ilmiah, Makalah, Skripsi, Tesisi, Diserlation, Sinar Baru, Bandung, 1991.
Furchan, Arief, Pengantar Penelitian dalam pendididkan, Usaha Nasional, 1982.
McMillan, James H. and Schumacher, Sally, Research in Fducalion, A Conceptual Introduction, Little Brown and Company, Toronto, 1984.
Tuckman, Bruce W, Cunducting Educational Research, Harcourt Brace Jovanovich, Inc., Atlanta, 1972.
Danim, Sudarwan, Metode Penelitian Untuk Ilmu-Ilmu Prilaku Jakarta: Bumi aksara, 2000.
Nawawi, Hadari dan Martini Hadar, Instrumen Penelitian Bidang Sosial Yogyakarta: UGM-Press, 1995.
Prayitno, Harun Joko, Thoyibi dan Adyana Sunanda (ed.), Pembudayaan Penulisan Karya Ilmiah Surakarta: Muhammadiyah University, 2001.

NOTASI ILMIAH

NOTASI ILMIAH
Oleh: Dr. Fahrurrozi, M.Pd.


PENDAHULUAN
Penyusunan sebuah karya ilmiah memerlukan ketelitian dan kecermatan. Ketelitian dan kecermatan diperlukan terutamadalam mengutip teori atau pernyataan-pernyataan dan pendapat-pendapat para ahli atau siapa saja yang kompeten. Seseorang bisa mengutip dari buku, majalah, surat kabar, buletin adalah sumber-sumber tertulis lainnya, teori, pernyataan adalah pendapat itu merupakan hasil studi pustaka yang kita gunakan untuk menegaskan, membuktikan dan memperkuat pembahasan masalah yang diuraikan dalam karya tulis yang disusun.
Pencatatan sumber-sumber tertulis itu dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu kutipan, ringkasan dan paraf rasa. Apabila mengutip sebagian dari pendapat penulis, yang dianggap dapat menunjang karya tulis, maka dapat dilakukan dengan cara pertama, yaitu cara kutipan. Apabila ingin mengambil inti bagian cara yang kedua adalah pustaka yang dibaca, dapat dilakukan cara yang kedua yaitu ringkasan. Cara ketiga, cara paraf rasa dilakukan bila ingin menuliskan kembali pendapat atau pandangan penulis dengan bahasa sendiri.
Namun dari ketiga cara penulisan di atas, pada kesempatan ini akan dibahas penulisan sumber dengan cara pertama, yaitu kutipan. Kutipan dari sumber tertulis harus dinyatakan secara tertulis dalam karya tulis. Pernyataan tersurat itu dapat berupa catatan pustaka pada teks, catatan kaki dibawah teks, dan daftar pustaka pada bagian akhir karya tulis. Pernyataan tersurat itu merupakan bukti bahwa seseorang tidak melakukan plagiat terhadap tulisan orang lain dan tidak melanggar hak cipta orang lain.
NOTASI ILMIAH

Kutipan
Menurut Tim Bahasa Indonesia 3, berdasarkan jenisnya, kutipan dapat dibedakan menjadi kutipan langsung dan kutipan tidak langsung”. Perbedaan ini akan membawa akibat yang berlainan pada saat kutipan itu kita masukan ke dalam teks. Cara menuliskan kutipan langsung pun akan berbeda pula menurut panjang pendeknya kutipan itu. Agar tiap-tiap kutipan dapat di pahami dengan jelas, perhatikanlah cara-cara penulisan kutipan berikut!
Kutipan langsung yang panjangnya tidak lebih dari empat baris Sebuah kutipan langsung yang banyak barisnya tidak lebih dari empat baris ketikan dimasukan ke dalam teks karya tulis dengan cara sebagai berikut:
· Kutipan itu diintegrasikan langsung ke dalam teks.
· Jarak baris dengan baris sama dengan teks, yaitu dua spasi.
· Kutipan itu boleh diapit dengan tanda kutip.
· Sesudah kutipan selesai, berilah nomor urut petunjuk catatan kaki yang diketik setengah spasi ke atas atau berilah catatan pustaka, yaitu nama singkat pengarang, tahun terbit, dan nomor halaman yang ditulis dalam tanda kurung.
Perhatikan contoh berikut!
Suatu perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas atau tenaga-tenaga piawai. Mereka adalah tulang punggung organises! yang kadang-kadang disebut tenaga kuda.
Suatu perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas yaitu tenaga-tenaga piawai. Mereka adalah tutang punggung organisasi yang kadang-kadang dinamakan tenaga-tenaga kuda (Amstrong, 1990:224).
Kutipan langsung yang panjangnya lebih dari empat baris
Apabila kutipan terdiri atas lima baris atau lebih, seluruh kutipan itu harus ditulis sebagai berikut'.
· Kutipan itu dipisahkan dari teks dengan jarak 2,5 spasi. Jarak antar baris dalam kutipan satu spasi saja.
· Kutipan bolah diapit dengan tanda kutip.
· Sesudah kutipan selesai, berilah nomor urut penunjuk catatan kaki yang diketik setengah spasi ke atas, atau dalam kurung ditempatkan nama singkat pengarang, tahun terbit, dan nomor halaman.
· Seluruh kutipan menjorok ke dalam paragraf sebanyak 5-7 ketikan. Apabila ketikan itu di mulai dengan alinea baru, baris pertama dari kutipan itu dimasukan ke dalam paragraf sebanyak 5-7 ketikan.
Perhatikan contoh berikut!
“Semua orang tua ingin berhasil dalam mendidik anak-anaknya. ......... makin banyak orang tua yang menyadari bahwa sikap otoriter dalam mendidik, terutama dalam mendidik anak remaja, adalah sikpa yang salah. Mungkin karena mereka sering membaca atau mengikuti ceramah tentang pendidikan anak, banyak orang tua yang menyadari bahwa sikap yang benar adalah sikap yang demokratis. Sikap demokratis ini menuntut kesediaan para orang tua untuk mendengarkan pendapat anak-anaknya dan tidak memaksakan kehendaknya sendiri kepada anak-anaknya.”
“Semua orang tua ingin berhasil da/am mendidik anak-anaknya ........ makin banyak orang tua yang menyadari bahwa sikap otoriter da/am mendidik, terutama anak remaja, adalah sikpa yang salah. Mungkin karena mereka sering membaca atau mengikuti ceramah tentang pendidikan anak, banyak orang tua yang menyadari bahwa sikap yang benar adalah sikap yang demokratis. Sikap demokratis ini menuntut kesediaan para orang tua untuk mendengarkan pendapat anak-anaknya dan tidak memaksakan kehendaknya sendiri kepada anak-anaknya (Sarwono, 1987:58)”.

Kutipan tidak langsung
Kutipan tidak langsung biasanya berisi intisari pendapat yang dikemukakan kembali dengan kata-kata sendiri. Oleh karena itu, beberapa syarat yang harus diperhatikan untuk membuat kutipan tidak langsung adalah sebagai berikut:
· Kutipan itu diintegrasikan ke dalam teks.
· Jarak antar baris dalam kutipan dua spasi.
· Kutipan tidak boleh diapit dengan tanda kutip.
· Sesudah kutipan selesai, berilah nomor urut penunjuk catatan kaki yang diketik setengah spasi ke atas lalu berilah catatan pustaka, yaitu nama singkat pengarang, tahun terbit, dan nomor halaman yang diketik dalam tanda kurung.
Perhatikan contoh berikut!
Kita merasa yakin bahwa hakikat hidup kita adalah bekerja. Tidak mengherankan bila salah satu ciri manusia hidup adalah bekera. Oleh karena itu, bekerja tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia, baik secara fisik mapun psikologis.
Kita merasa yakin bahwa hakikat hidup kita adalah bekerja. Tidak mengherankan bila salah satu ciri manusia adalah hidup bekerja. Oleh karena itut bekerja tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia, baik secara fisik maupun psikologis (Syafi'ie, 1995:232).

Catatan Kaki
Catatan kaki sangat erat hubungannya dengan kutipan-kutipan dalam karya tulis yang kita susun. Catatan kaki merupakan penjelasan sumber semua kutipan, baik kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung. Catatan kaki atau keterangan tambahan pada tulisan ilmiah ini diletakan pada kaki halaman yang bersangkutan. Jika keterangan tambahan ini melengkapi sebuah artikel, biasanya catatan kaki dikumpulkan pada halaman tersendiri. Fungsi catatan kaki adalah:
· Pembuktian atas sumber informasi.
· Penghargaan kepada pengarang yang pendapatnya telah di kutip.
· Pemberian keterangan tambahan untuk memperjelas pembahasan.
· Penunjukan bagian lain dalam naskah.
Perhatikan contoh-contoh catatan kaki berikut ini agar anda dapat menyimpulkan cara penulisannya!
Contoh catatan kaki dari referensi buku dengan seorang pengarang.
___________
M. Ramlan, Penggolongan Kata (Yogyakarta: Andi Offset, 1985), h. 108.
Perhatikan!
· Nama pengarang harus di tulis lengkap dan tidak perlu dibalik.
· Bubuhkan tanda koma diantara nama pengarang dengan judul buku.
· Garis bawahi atau cetak miring data judul.
· Tempat dan tahun terbit di tulis di antara tanda kurung.
· Nama penerbit perlu dicantumkan.
· Bubuhkan tanda koma setelah kurung tutup kemudian tulis halaman dan nomornya.
Contoh catatan kaki dari referensi buku dengan dua atau tiga pengarang
___________
Mary Finocchiaro & Michael Bonomo, The Foreign Language Learners: A Guide for Teachers (New York: Regent Publisher, 1973), h. 73.
Perhatikan!
Penulisan hal-hal lainnya sama dengan ketentuan penulisan catatan kaki dari referensi buku dengan seorang pengarang.

Contoh catatan kaki dari referensi kepada buku dengan banyak pengarang dan terdiri atas beberapa jilid.
____________
____________
Ichsanu Sahid Warsanto, et al. Bahasa-Bahasa (Jakarta : Aries Lima, 1994), I, h. 135.
Perhatikan!
· Hanya nama pengarang pertama yang disebut, sedangkan nama-nama lain diganti dengan singkatan et al, yang berarti dan kawan-kawan.
· Bubuhkan tanda koma diantara nama pengarang dengan singkatan et al, dan diantara singkatan et al, dengan judul.
· Keterangan tentang nomor jilid ditempatkan dalam kurung sebelum tempat terbit atau di tulis di luar tanda kurung sebelum nomor halaman.
· Nomor jilid selalu menggunakan angka romawi, sedangkan nomor halaman menggunakan angka Arab.
Contoh catatan kaki dari buku yang edisi berikutnya mengalami perubahan
__________
H.A. Gleson. An Introduction to Descriptive Linguistics (Rev, ed, New York, 1961), him. 56.

Perhatikan I
Keterangan tentang edisi yang diperbaharui diletakan dalam kurung, sebelum tempat terbit.
Diantara tempat terbit dengan edisi yang diperbaharui, diberi tanda pemisah berupa titik koma.
Contoh cataton kaki sebuah edisi karya seorang pengarang atau lebih.
__________
Lukman Ali, ed., Bahasa dan Kesusastraan Indonesia. Sebagai Tjermin Manusia Indonesia Baru (Djakarta: Surya Kencana, 1967), hh. 84 – 85.
Atau
Harimurti Kridalaksana, "Pembentukan Istilah Ilmiah dalam Bahasa Indonesia", Bahasa dan Kesusastraan Indonesia, sebagai Tjermin Manusia Indonesia Baru, ed. Lukman Ali (Djakarta: Surya Kencana, 1967), hh. 84 - 85.
Perhatikan!
· Bila yang lebih ditekankan adalah editornya, nama editor dicantumkan lebih dahulu; bila penulis artikel yang dipentingkan, nama penulis itulah yang didahulukan.
· Bila nama penulis artikel didahulukan, sertakanlah judul artikel dan judul bukunya, baru menyusul singkatan ed, dan nama editornya.
· Bila editornya lebih dari satu, caranya sama saja dengan penulisan 2 dan 3 (menggunakan et. at).

Contoh catatan kaki dari karya terjemahan
_____________
Multatuli, Max Havelaar, atau Lelang Kopi Persekutuan dagang Belanja. Terj. H. B. Jassin (Djakarta: Balai Pustaka, 1972), h. 50.
Perhatikan!
· Nama pengarang asli ditempatkan di depan.
· Keterangan tentang penerjemah ditempatkan sesudah buku, dipisahkan oleh tanda koma.

Contoh catatan kaki dari artikel majalah
T. Mulya Lubis, "Pengadilan HAM". Tempo, I (7 November, 1999), h. 56.
Atau
T. Mulya Lubis, Tengadilan HAM". Tempo, 7 November, 1999, hlm 56.
Perhatikan!
· Contoh yang pertama merupakan bentuk standar. Nomor jilid menggunakan angka romawi ditulis sesudah nama majalah, dipisahkan oleh tanda koma. Penanggalan ditulis dalam kurung. Nomor halaman menggunakan angka Arab, ditulis sesudah penanggalan dan dipisahkan dari kurung tutup oleh tanda koma.
· Contoh yang kedua memperlihatkan suatu referensi yang tidak mencatumkan nomor jilid. Nomor jilid dianggap tidak perlu karena sudah cukup jelas dan tahunnya.

Contoh catatan kaki dari artikel Koran
____________
Tajuk Rencana dalam kompas, 22 Januari, 2000, h. 4.
Tjandra Yoga Aditama, "Rokok dan Impotensi". Kompas, 23 Januari 2000, h.. 4.
Perhatikan!
· Bila dianggap cukup, tulis saja jenis rubrik yang ada dalam harian tersebut, seperti tajuk rencana, berita ekonomi, derap hukum, IPTEK, dan sebagainya.
· Bila penulis artikelnya jelas, catatan kaki di mulai dengan nama penulis.

Penggunaan singkatan Ibid, Op. Cit. dan Loc. Cit
Catatan kaki dalam tulisan ilmiah biasanya hanya satu kali ditulis secara langsung, sedangkan selanjutnya digunakan singkatan Ibid, Op. Cit. dan Loc. Cit.
Contoh :
_________
Singgih D. Gunarsa. Psikologi Anak Bermasalah (Jakarta: Balai Pustaka, 1995) h. 81.
Ibid, h. 90
Irfan Budiman, "Limbah Berbahaya Untuk Beton". Tempo (September 1999), h. 54.
Gunarsa, Op. Cit., h. 103.
Budiman, Loc. Cit., h. 56.
Perhatikan!
Penggunaan Ibid
· Ibid adalah singkatan dari kata dalam bahasa lot in, ibidem yang artinya pada tempat yang sama.
· Singkatan ini dipergunakan bila catatan kaki berikutnya menunjuk pada karya yang telah disebut pada nomor sebelumnya.
· Bila halamannya sama, hanya dipergunakan singkatan ibid, namun bila halamannya berbeda sesudah singkatan ibid, dicantumkan pula nomor halamannya.
· Jika tidak ada huruf cetak miring singkatan ibid, digaris bawahi saja.
Penggunaan Op Cit
Op. Cit adalah singkatan dari kata dalam bahasa latin, opere citato yang artinya pada karya yang telah di kutip.
Singkatan ini dipergunakan bila catatan kaki menunjuk kembali kepada sumber lain. Singkatan ini di tulis sesudah singkatan nama pengarang yang dipisahkan dengan tanda koma.
Bila ada nomor halaman atau jilid, tuliskan sesudah singkatan Op. Cit. h. Jika ada huruf cetak miring, singkatan Op. Cit. digaris bawahi saja.

Penggunaan Loc. Cit
Loc. Cit adalah singkatan dari kata bahasa latin. Loco citato yang artinya pada tempat yang telah di kutip.
Singkatan ini biasanya dipakai untuk menunjuk kepada artikel majalah, koran atau ensiklopedi yang telah disebutkan sebelumnya, tetapi telah diselingi oleh sumber lainnya.
Artikel merupakan bagian dari buku, majalah, atau ensiklopedi. Artikel tidak merupakan sebuah karya (Opus). Oleh karena itu, menggunakan locus yang berarti tempat.

Daftar Pustaka
Daftar pustaka diletakan pada bagian akhir karya tulis. Daftar ini merupakan daftar sumber tertulis yang dijadikan acuan dalam pembahasan karya tulis. Buku, majalah atau surat kabar yang akan dimasukan ke dalam daftar pustaka disusun menurut abjad nama pengarang atau nama lembaga yang menerbitkan bila nama pengarangnya tidak ada. Bila nama pengarang dan nama lembaga penerbitnya juga tidak ada, daftar pustaka didasarkan pada kata pertama judul. Daftar pustaka jangan diberi nomor urut.

Buku sebagai sumber acuan
Urutan keterangan buku meliputi nama pengarang, tahun terbit, judul buku, dan nama penerbit yang didahului nama kota tempat terbit dan tanda titik dua. Setiap penyebutan keterangan diakhiri dengan tanda titik.
Nama Pengarang
Aturan penulisan nama pengarang dalam daftar pustaka adalah sebagai berikut:
Nama pengarang ditulis selengkap-lengkapnya, tetapi gelar akademik tidak perlu dicantumkan.
Cara penulisan nama pengarang ialah dengan mendahulukan nama akhir, kemudian baru nama pertama. Nama akhir yang ditulis lebih dahulu itu dipisahkan dengan tanda koma dari nama pertama yang ditulis kemudian.
Contoh:
Nama pengarang : Yang ditulis dalam daftar Pustaka:
Dra. Asmaniar Asmaniar
Dr. Mulyanto Ahmad Ahmad, Mulyanto
Budi Hari Prabawa Prabawa, Hadi Budi
Cara penulisan nama pengarang seperti ini tidak berlaku untuk nama Tionghoa. Di dalam daftar pustaka, nama Tionghoa tidak perlu di balik karena nama pertama adalah nama keluarga.
Contoh : Tan Kim Liong Tidak perlu dibalik menjadi Liong, Tan Kim
Jika pada buku yang dijadikan acuan itu nama editor yang ada, bukan nama pengarangnya, penulisan nama editor ditambah dengan singkatan ed. di belakang nama.
Contoh :
Nama editor :
Nama pengarang Yang ditulis dalam daftar Pustaka:
Rudi Hermawan Hermawan, Rudi (ed).
Chika Puspitasari Puspitasari, Chika (ed)
Jika pengarang terdiri atas dua orang, nama pengarang yang pertama di balik, sedangkan nama pengarang kedua ditulis biasa. Hubungkan kedua nama itu dengan kata penghubung dan.
Contoh :
Nama pengarang : Yang ditulis dalam daftar Pustaka:
Amirul Mukminin Mukminin, Amirul dan
Edy Wijaya Eddy Wijaya
Pengarang buku ada tiga orang atau lebih, nama pengarang pertama dibalik, kemudian ditambahkan singkatan dkk.
Contoh :
Nama pengarang buku: Yang ditulis dalam daftar Pustaka:
Riswandi Zein Zein, Riswandi dkk
AhmadZarkasiIrwan Abdi
Jika beberapa buku yang dijadikan acuan ditulis oleh pengarang yang sama, nama pengarang ditulis secara lengkap pada buku urutan pertama. Pada buku-buku urutan selanjutnya, nama pengarang diganti dengan garis sepanjang 10-12 ketukan.
Contoh:
Hasan Fuad
_____________
_____________
_____________


Tahun Penerbitan
Aturan penulisan tahun terbit adalah sebagai berikut:
Tahun penerbitan di tulis setelah nama penulis dan diakhiri dengan tanda titik.
Contoh :
Moeliono, Anton M. 1988
Siregar, Saut Lombok. 1999
Jika ada dua buah buku atau lebih yang di tulis oleh pengarang yang sama dan tahun penerbitannya berbeda, buku yang tahun penerbitannya lebih awal di tulis lebih dahulu. Nama pengarang di tulis ulang.
Contoh :
Subyakti, 1993.
Subyakti, 1996.
Jika ada dua buah buku atau lebih yang di tulis oleh pengarang yang sama dan tahun penerbitannya pun sama, di belakang angka tahun penerbitan di beri huruf a, b, c dan seterusnya sebagai tanda pembeda.
Contoh :
Mulya, Hartato. 1999a.
Mulya, Hartato. 1999b.
Jika ada buku yang tidak berangka tahun penerbitan, di belakang nama pengarang di tulis kata tanpa tahun.

Judul buku
Judul buku di tulis setelah angka tahun penerbitan. Judul buku digaris bawahi atau di cetak miring. Contoh :
Alfian. 1980. Politik Kebudayaan dan Manusia Indonesia.
Alfian. 1980. Politik Kebudayaan dan Manusia Indonesia

Nama penerbit
Nama penerbit di tulis setelah judul buku. Penulisannya di dahului dengan nama kota tempat terbit dan tanda titik dua.
Contoh :
Alfian. 1980. Politik, Kebudayaan, dan Manusia Indonesia, Jakarta: LP3ES.

Majalah sebagai sumber acuan
Urutan unsur-unsur majalah beserta yang perlu dituliskan di dalam daftar pustaka meliputi nama pengarang, tahun dimuat, judul artikel, nama majalah, tahun penerbitan majalah tersebut, halaman dan nama kota tempat majalah itu terbit.
Perhatikan contoh dibawah ini!
Suprapto, Riga Adiwoso. 1989. "Perubahan Sosial dan Perkembangan Bahasa". Dalam Prisma XVIH (1) : 61 - 120 : Jakarta.
Penjelasan:
Nama Pengarang : Riga Adiwoso Suprapto
Tahun dimuat : 1989
Judul artikel : Perubahan Sosial dan Perkembangan
Bahasa
Nama majalah : Prisma
Tahun penerbitan : XVIII (1), tahun penerbitan ke-18
bulan Januari 1989
Halaman : 61 – 120
Nama kota tempat : Jakarta
Majalah itu terbit

PENUTUP
Kutipan, catatan kaki, dan daftar pustaka adalah beberapa dari notasi ilmiah yang sangat diperlukan dan perlu juga diketahui cara penulisannya dalam pembuatan karya tulis atau karya ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Buku Praktis Bahasa Indonesia 1. Jakarta: Pusat Bahasa.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Buku Praktis Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Pusat Bahasa.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Lubis, A. Hamid Hasan. Tanpa Tahun. Glasorium Bahasa dan Sastra. Bandung: Angkasa.

Tim Bahasa Indonesia 3, 2001. Bahasa Indonesia 3. Jakarta: Galaxy Puspa Mega.