Minggu, 12 Juni 2011

ASSESMENT

ASSESMENT

Isi undang-undang tersebut, pada dasarnya mengisyaratkan bahwa fungsi penilaian di dalam pendidikan tidak dapat dilepaskan dari tujuan penilaian itu sendiri. Sebagaimana dilihat dari hakikat penilaian adalah suatu upaya untuk mengetahui ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan. Suatu proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam suatu satuan pendidikan tidak akan dapat diketahui hasilnya apabila guru tidak mampu melakukan pengukuran hasil belajarnya. Dengan dilakukannya pengukuran hasil belajar, guru akan mengetahui keberhasilan belajar peserta didiknya dan menjadi umpan balik bagi guru dan peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran selanjutnya. Dalam hakikat penilaian tersebut tersirat bahwa tujuan penilaian ialah untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan sampai di mana tingkat kemampuan dan keberhasilan peserta didik dalam pencapaian tujuan-tujuan kurikuler. Di samping itu, juga dapat digunakan oleh guru-guru dan para pengawas pendidikan untuk mengukur atau menilai sampai di mana keefektifan pengalaman-pengalaman belajar, kegiatan-kegiatan belajar, dan metode-metode pembelajaran yang digunakan. Dengan demikian, dapat dikatakan betapa penting peranan dan fungsi penilaian itu dalam proses belajar-mengajar.
Dalam arti luas, penilaian atau evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Sesuai dengan pengertian tersebut, maka setiap kegiatan penilaian merupakan suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data dan berdasarkan data tersebut kemudian dicoba membuat suatu keputusan. Dalam hubungannya dengan kegiatan pembelajaran, evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran telah dicapai oleh peserta didik.
Secara rinci, fungsi penilaian dalam pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi empat fungsi, yaitu (a) untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan peserta didik setelah mengalami atau melakukan kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu. Hasil penilaian ini selanjutnya dapat digunakan untuk memperbaiki cara belajar peserta didik (fungsi formati), dan untuk menentukan kenaikan kelas atau untuk menentukan lulus-tidaknya seorang peserta didik dari suatu lembaga pendidikan tertentu (fungsi sumatif); (b) untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pembelajaran. pembelajaran sebagai suatu sistem terdiri atas beberapa komponen yang saling berkaitan satu sama lain. komponen-komponen yang dimaksud antara lain ialah tujuan, materi atau bahan pembelajaran, metode dan kegiatan belajar-mengajar, alat dan sumber belajar, dan prosedur serta alat penilaian; (c) untuk keperluan bimbingan dan konseling, terutama untuk mengetahui hal-hal apa seorang peserta didik atau sekelompok peserta didik memerlukan pelayanan remedial, sebagai dasar dalam menangani kasus-kasus tertentu di antara peserta didik; dan sebagai acuan dalam melayani kebutuhan-kebutuhan peserta didik dalam rangka bimbingan karir; (d) untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah. Hal ini berkaitan dengan kegiatan guru dalam melaksanakan kegiatan evaluasi dalam rangka menilai keberhasilan belajar peserta didik dan menilai program pembelajaran, yang berarti pula menilai ketercapaian kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
Terkait dengan penilaian dalam pembelajaran bahasa Indonesia, mengapa menjadi sangat penting dilakukan oleh guru. Salah satu alasannya adalah karena pendidikan bahasa Indonesia di sekolah dasar bertujuan mengembangkan kemampuan berbahasa Indonesia siswa sesuai dengan fungsi bahasa sebagai wahana berpikir dan wahana berkomunikasi untuk mengembangkan potensi intelektual, emosional, dan sosial. Bahasa sangat fungsional dalam kehidupan manusia, karena selain merupakan alat komunikasi yang paling efektif, berpikir pun menggunakan bahasa. Begitu pentingnya kemampuan berbahasa, sehingga masalah kemampuan berbahasa khususnya kemampuan baca-tulis atau literasi (melek huruf) menurut Azies dan Alwasilah (1997: 12) dan Akhadiah (1992: 18) di seluruh dunia masalah literasi atau melek huruf ini merupakan persoalan manusiawi sepenting dan semendasar persoalan pangan dan papan. Untuk itu, maka menurut Gani (1995: 1) proses pendidikan bahasa sejak di sekolah dasar harus mampu mewujudkan lulusan yang melek huruf dalam arti yang lebih luas yaitu melek teknologi dan melek pikir yang keseluruhannya juga mengarah pada melek kebudayaan. Sementara menurut Longstreet, dkk (1993: 298) “… the mastery of language skills is a prerequisite to over-all academic success at every stage of development from childhood to adult years.” Begitu pentingnya keberhasilan pembelajaran bahasa Indonesia, maka untuk melihat keberhasilan pembelajaran bahasa Indonesia, memerlukan sistem penilaian yang tepat, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan.
2. Penilaian dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Untuk mengukur keberhasilan pembelajaran ini, terdapat model-model penilaian pembelajaran keterampilan berbahasa baik lisan maupun tulis. Menurut Sugito (Santosa, 2003) penilaian pembelajaran keterampilan berbahasa lisan, meliputi penilaian menyimak dan berbicara, sementara penilaian keterampilan berbahasa tulis meliputi penilaian keterampilan membaca dan menulis. Sementara menurut Soegito (Santosa, 2003) dan menurut Oller ( Rofi’uddin, 1999) jenis-jenis tes yang dapat digunakan untuk menilai kemamampuan berbahasa banyak ragamnya, seperti jenis tes untuk penilaian pembelajaran menyimak, di antaranya tes respons terbatas, tes respons pilihan ganda, tes komunikasi luas, dan dikte. Sementara dalam penilaian kemampuan berbicara terdapat jenis tes, yaitu tes respon terbatas, tes terpadu, dan tes wawancara, tes kemampuan berbicara berdasarkan gambar, bercerita, diskusi, dan tes ujaran terstruktur, seperti mengatakan kembali, membaca kutipan, mengubah kalimat, dan membuat kalimat.
Adapun model penilaian dalam pembelajaran keterampilan berbahasa tulis mencakup penilaian membaca dan menulis. Aspek penting dalam penilaian membaca adalah pemahaman. Jenis-jenis tes yang dapat digunakan untuk menguji kemampuan membaca peserta didik SD, di antaranya adalah tes pemahaman kalimat dan tes pemahaman wacana, tes cloze, menceritakan kembali, tes meringkas, tes subjektif, dan tes objektif. Sementara penilaian menulis, di antaranya meliputi tes pratulis, tes menulis terpadu, dan tes menulis bebas, tes menulis berdasarkan rangsangan gambar, tes menulis berdasarkan rangsangan suara, tes menulis dengan rangsangan buku, tes menulis laporan. Dengan demikian, maka penilaian dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat dilakukan dengan pengamatan (nontes) dan pengukuran (tes). Kedua macam penilaian ini, dapat digunakan untuk saling melengkapi sehingga dapat memberikan gambaran hasil belajar peserta didik secara lengkap dan holistik.
Penilaian Berbasis Kelas (PBK) merupakan salah satu komponen kurikulum yang memuat prinsip, sasaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang lebih akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas publik melalui identifikasi kompetensi/hasil belajar yang telah dicapai, pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai serta peta kemajuan belajar siswa dan pelaporan. PBK dilakukan untuk memberikan keseimbangan pada ketiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotor dengan menggunakan berbagai bentuk dan model penilaian secara resmi maupun tidak resmi dengan berkesinambungan.
PBK merupakan suatu proses pengumpulan, pelaporan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik dengan menerapkan prinsip-prinsip penilaian, pelaksanaan berkelanjutan, bukti-bukti otentik, akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas publik. PBK mengidentifikasi pencapaian kompetensi dan hasil belajar yang dikemukakan melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai disertai dengan peta kemajuan belajar peserta didik dan pelaporan. PBK menggunakan arti penilaian sebagai “assessment” yaitu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh dan mengefektifkan informasi tentang hasil belajar peserta didik pada tingkat kelas selama dan setelah kegiatan belajar mengajar. Data atau informasi dari penilaian ini merupakan salah satu bukti yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan suatu program pendidikan. Dengan demikian, maka PBK merupakan penilaian yang dilaksanakan terpadu dengan kegiatan belajar mengajar di kelas (berbasis kelas) melalui pengumpulan kerja peserta didik (portfolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek), kinerja (performance), dan tertulis (paper and pen).
PBK yang dilakukan guru secara terpadu dengan kegiatan pembelajaran berguna untuk (a) umpan balik bagi peserta didik dalam mengetahui kemampuan dan kekurangannya sehingga menimbulkan motivasi untuk memperbaiki hasil belajarnya; (b) memantau kemajuan dan mendiagnosis kemampuan belajar peserta didik sehingga memungkinkan dilakukannya pengayaan dan remediasi untuk memenuhi kebutuhan peserta didik sesuai dengan kemajuan dan kemampuannya; (c) memberikan masukan bagi guru untuk memperbaiki program pembelajarannya di kelas; (d) memungkinkan peserta didik mencapai kompetensi yang telah ditentukan walaupun dengan kecepatan belajar yang berbeda-beda; (e) memberikan informasi yang lebih komunikatif kepada masyarakat tentang efektivitas pendidikan sehingga mereka dapat meningkatkan partisipasinya di bidang pendidikan.
Dilihat dari keterkaitan antara penilaian berbasis kelas dengan proses belajar mengajar bahasa Indonesia, bahwa penilaian mempersyaratkan adanya keterkaitan langsung dengan aktivitas proses pembelajaran. Demikian pula, proses belajar mengajar akan berjalan efektif apabila didukung oleh penilaian berbasis kelas yang efektif oleh guru. Penilaian merupakan bagian integral dari proses belajar mengajar. Kegiatan penilaian harus dipahami sebagai kegiatan untuk mengefektifkan proses belajar mengajar agar sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Stigging (Furqon, 2001) bahwa “Assessment as instruction”, maksudnya bahwa “Assessment and teaching can be one and the same”. Dengan demikian penilaian pembelajaran bahasa Indonesia harus dilakukan guru secara terencana, sistematik, dan berkesinambungan sebagai strategi dalam quality assurance.
Keterkaitan dan keterpaduan antara penilaian dan proses belajar mengajar dapat digambarkan pada siklus di bawah ini.

Rencana Mengajar


Analisis & Proyek
Umpan Balik Belajar Mengajar


Penilaian
Berbasis Kelas

Siklus Proses Belajar Mengajar dan Penilaian

Gambar di atas menunjukkan bahwa langkah yang guru lakukan dalam rangkaian aktivitas pengajaran meliputi rencana mengajar, proses belajar mengajar, penilaian, analisis dan umpan balik. Dalam siklus pembelajaran, hal pertama yang harus dilakukan oleh guru adalah menyusun rencana mengajar. Dalam menyusun rencana mengajar ini hal-hal yang harus dipertimbangkan meliputi rincian komponen yang harus dicapai peserta didik, cakupan dan kedalaman materi, indikator pencapaian kompetensi, pengalaman belajar yang harus dialami peserta didik, persyaratan sarana belajar yang diperlukan, dan metode serta prosedur untuk menilaian ketercapaian kompetensi.
Setelah rencana pengajaran tersusun dengan baik, guru melakukan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana tersebut. Hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam proses belajar mengajar ini adalah adanya interaksi yang efektif antara guru, peserta didik dan sumber belajar lainnya sehingga menjamin terjadinya pengalaman belajar yang mengarah ke pencapaian kompetensi oleh peserta didik. Untuk mengetahui dengan pasti ketercapaian kompetensi dimaksud, guru melakukan penilaian secara terarah dan terprogram. Penilaian harus digunakan sebagai proses untuk mengukur dan menentukan tingkat ketercapaian kompetensi, dan sekaligus untuk mengukur efektivitas proses belajar mengajar. Untuk itu, penilaian yang efektif harus diikuti oleh kegiatan analisis terhadap hasil penilaian dan merumuskan umpan balik yang perlu dilakukan dalam perencanaan proses belajar mengajar berikutnya. Dengan demikian, rencana mengajar yang disiapkan guru untuk siklus proses belajar mengajar berikutnya harus didasarkan pada hasil dan umpan balik penilaian sebelumnya. Jika dilakukan, maka kegiatan belajar mengajar yang dilakukan sepanjang semester dan tahun pelajaran merupakan rangkaian dari siklus proses belajar mengajar yang saling berkesinambungan.
Dilihat dari kesejarahannya, penilaian dalam pembelajaran bahasa dapat dipilah menjadi tiga kategori, yangni penilaian yang menggunakan pendekatan diskrit, integratif, dan pragmatik/komunikatif. Penilaian pembelajaran bahasa dengan pendekatan diskrit, menurut Oller (Rofi’uddin, 1994) merupakan penilaian yang hanya menekankan atau menyangkut satu aspek kebahasaan. Jika dalam kebahasaan dikenal adanya aspek fonologi, morfologi, sintaksis, maka akan dijumpai adanya penilaian tentang fonologi, morfologi, dan sintaksis. Selain itu, dalam keterampilan berbahasa dikenal adanya keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan keterampilan menulis. Oleh karena itu, juga dapat dijumpai adanya penilaian menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Penilaian pembelajaran bahasa dengan pendekatan integratif, kemunculannya sebagai reaksi terhadap penilaian diskrit yang dianggap memiliki banyak kelemahan. Tes integratif merupakan penilaian kebahasaan yang digunakan untuk mengukur beberapa aspek kemampuan atau keterampilan berbahasa. Dalam tes integratif, aspek-aspek kebahasaan tidak dipisah-pisahkan, melainkan merupakan satu kesatuan yang padu. Penilaian pembelajaran bahasa dengan pendekatan pragmatik, yaitu sebagai tes bahasa yang difungsikan untuk mengukur kemampuan berbahasa sesuai dengan situasi dan konteks pemakaiannya. Oller (Rofi’uddin, 1994) mengemukakan beberapa tes yang dapat dikategorikan sebagai tes pragmatik, yakni, cloze test, dikte, tanya jawab, wawancara, bercerita, mengarang, dan terjemahan.
ASESMEN OTENTIK UNTUK KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
Dra Yenny I.S Poerwanti M.Pd

A. Pendahuluan
Istilah penilaian atau dalam bahasa Inggris dikenal evaluation atau assessment, bukan merupakan istilah baru bagi insan yang bergerak pada lapangan pendidikan dan pengajaran. Pada akhir suatu program pendidikan dan pengajaran, pada umumnya diadakan asesmen atau penilaian. Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Tujuan asesmen adalah untuk mengetahui apakah program pendidikan, pengajaran tersebut telah dikuasai oleh peserta didik atau belum. Penilaian/Asesmen pencapaian kompetensi dasar peserta didik, dilakukan berdasarkan indikator dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.
Hakikat pola penilaian yang dikembangkan dalam Kurikulum yang berbasis kompetensi lebih diarahkan pada pengukuran yang seimbang pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor, serta menggunakan prinsip berkesinambungan dan otentik guna memperoleh gambaran (profiles) keutuhan prestasi dan kemajuan belajar siswa.
Sumarna Surapranata, Muhammad Hatta (2004) menyatakan dewasa ini, di beberapa negara termasuk Indonesia, penggunaan tes sebagai salah satu alat penilaian sedikit demi sedikit bergeser kepenggunaan asesmen bentuk lain (alternative assesment). Salah satu sebab karena sebagian guru kurang memahami asesmen secara mendalam. Kebanyakan guru tidak memiliki latar belakang pendidikan formal secara khusus dalam penilaian pendidikan.
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan dari hasil observasi peneliti di SD yang digunakan PPL (Praktik Pengalaman Lapangan), guru masih cenderung menggunakan model tes dalam asesmennya, baik dalam menilai proses dan hasil pembelajaran, tanpa menghiraukan apakah itu mengukur aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Di beberapa tempat bahkan dapat dengan mudah menemukan kumpulan soal-soal, sekalipun soal itu tidak atau belum baku atau layak untuk digunakan. Guru juga menggunakan tes yang diperjual belikan di pasaran bebas, yang merupakan tes yang kurang baik, dan tidak sesuai dengan kompetensi yang dituntut dalam kurikulum.
Dengan mengkaji kenyataan yang ditemukan di lapangan, nampak ada ketidaksesuaian antara pembelajaran dengan sistem penilaian yang digunakan. Proses penilaian yang biasa dilakukan guru selama ini hanya mampu menggambarkan aspek penguasaan konsep peserta didik. Untuk itu perlu diupayakan suatu teknik penilaian yang mampu mengungkap aspek produk maupun proses, salah satu dengan menerapkan penilaian otentik. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Gronlund (dalam Bistok Sirait, 1985 : 153) bahwa sekalipun penilaian terhadap kinerja siswa itu amat penting, namun berdasarkan hasil observasi di lapangan para guru merasa kesulitan dalam melaksanakan karena belum memahami prosedur penggunaannya.
Sebagai contoh kasus ialah, bahwa kegiatan pembelajaran yang melibatkan kinerja siswa dalam melakukan percobaan sudah sering diterapkan, namun terhadap kinerja siswa tersebut belum pernah dilakukan penilaian. Menurut pengakuan sejumlah guru SD hal ini disebabkan penataran atau pelatihan yang secara khusus membahas penerapan penilaian otentik belum pernah diikuti atau belum pernah diadakan di tingkat pendidikan dasar. Kondisi tersebut mengakibatkan pengetahuan, pengalaman maupun penguasaan guru terhadap proses asesmen masih kurang.
Agar hasil belajar dapat diungkap secara menyeluruh, maka selain digunakan alat ukur tes obyektif dan subyektif perlu dilengkapi dengan alat ukur yang dapat mengetahui kemampuan siswa dari aspek kerja ilmiah (keterampilan dan sikap ilmiah) dan seberapa baik siswa dapat menerapkan informasi pengetahuan yang diperolehnya. Alat penilaian yang diasumsikan dapat memenuhi hal tersebut antara lain adalah dengan penilaian otentik yang meliputi jenis Penilaian Kinerja (Performance Assess-ment), Penilaian Karya (Product Assessment), Penilaian Penugasan, Penilaian Proyek, dan Penilaian Portofolio. Asesmen otentik adalah praktik asesmen yang secara langsung dan bermakna dalam arti apa yang diases adalah merupakan sesuatu yang benar-benar diperlukan dalam kehidupan nyata siswa
Dengan menerapkan penilaian otentik terhadap siswa, dapat dikumpulkan bukti-bukti kemajuan siswa secara aktual yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya. Selain itu penilaian dengan cara ini dirasakan lebih adil dan fair bagi siswa serta dapat meningkatkan motivasi siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.(Asmawi, Z. dan Nasution, N. 1994).
Berdasarkan uraian di atas kiranya perlu diadakan pelatihan merancang asesmen otentik berdasarkan kompetensi dasar yang tertera dalam silabus masing-masing mata pelajaran, karena dapat menambah wawasan guru tentang bentuk asesmen/penilaian alternative.

B. Pengertian Asesmen Otentik

Dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan dalam pasal 64 ayat 1 dinyatakan bahwa penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan. Pasal 19 ayat 3 dinyatakan bahwa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah penilaian menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai, dan teknik penilaian tersebut dapat berupa tes tertulis, observasi, praktek dan penugasan.
Penilaian merupakan suatu kegiatan yang tidak mungkin dipisahkan dari kegiatan pendidikan dan pengajaran secara unum Semua kegiatan pendidikan yang dilakukan selalu diikuti atau disertai dengan kegiatan penilaian. (Burhan Nurgiyantoro, 2001: 3). Pendapat ini juga sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Jonathan.Mueller dalam http://jonathan.mueller.faculty.noctrl.edu/toolbox/examples.htm
Assessment is an integral part of instruction and learning. When assessment is located in the classroom, it has the most immediate value. This is why assessment cannot be separated from instruction. With good assessment we can improve instruction, and with good instruction we can improve the achievement of all students.

Asesmen otentik adalah suatu penilaian belajar yang merujuk pada situasi atau konteks dunia “nyata” yang memerlukan berbagai macam pendekatan untuk memecahkan masalah yang memberikan kemungkinan bahwa satu masalah bisa mempunyai lebih dari satu macam pemecahan. Dengan kata lain, asesmen otentik memonitor dan mengukur kemampuan siswa dalam bermacam-macam kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi dalam situasi atau konteks dunia nyata. Dalam suatu proses pembelajaran, nyata. Dalam suatu proses pembelajaran, penilaian otentik mengukur, memonitor dan menilai semua aspek hasil belajar (yang tercakup dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotor), baik yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses pembelajaran, maupun berupa perubahan dan perkembangan aktivitas, dan perolehan belajar selama proses pembelajaran didalam kelas maupun diluar kelas.
Menurut (Hart, 1994), asesmen otentik yaitu suatu asesmen yang melibatkan siswa di dalam tugas-tugas otentik yang bermanfaat, penting, dan bermakna. Berbagai tipe asesmen otentik menurut Hibbard (2000) adalah: 1) asesmen kinerja, 2) observasi dan pertanyaan, 3) presentasi dan diskusi, 4) proyek dan investigasi, dan 5) portofolio dan jurnal. Hal senada juga dijelaskan oleh David W. Johnson dan Roger T. Johnson (2002) bahwa otentik asesmen meminta siswa untuk mendemonstrasikan keterampilan atau prosedur dalam konteks dunia nyata.
“Authentic assessment requires students to demonstrate desired skills or procedure in real-life contexs. To conduct an authentic assessment in science, for example: you may assign students to research teams that work on a cure for cancer bay (1) conducting an experiment, (2) writing a lab report summarizeng results, (3) writing in journal article, and making oral presentation”.

Penilaian otentik juga disebut dengan penilaian alternatif. Pelaksanaan penilaian otentik tidak lagi menggunakan format-format penilaian tradisional (multiple-choice, matching, true-false, dan paper and pencil test), tetapi menggunakan format yang memungkinkan siswa untuk menyelesaikan suatu tugas atau mendemonstrasikan suatu performasi dalam memecahkan suatu masalah. Format penilaian ini dapat berupa : a) tes yang menghadirkan benda atau kejadian asli ke hadapan siswa (hands-on penilaian), b) tugas (tugas ketrampilan, tugas investigasi sederhana dan tugas investigasi terintegrasi), c) format rekaman kegiatan belajar siswa (misalnya: portfolio, interview, daftar cek,
dsb.
Pada hakikatnya, kegiatan penilaian yang dilakukan tidak semata-mata untuk menilai hasil belajar siswa saja, melainkan juga berbagai faktor yang lain, antara lain kegiatan pengajaran yang dilakukan itu sendiri. Artinya, berdasarkan informasi yang diperoleh dari penilaian dapat pula dipergunakan sebagai umpan balik penilaian terhadap kegiatan pengajaran yang dilakukan (Burhan Nurgiyantoro, 2001: 4)
(O’Malley dan Pierce, 1996:4) mendefinisikan authentic assessment sebagai berikut:
"Authentic assessment is an evaluation process that involves multiple forms of performance measurement reflecting the student's learning, achievement, motivation, and attitudes on instructionally-relevant activities. Examples of authentic assessment techniques include performance assessment, portfolios, and self-assessment."

Asesmen otentik menggambarkan kemampuan siswa, prestasi, motivasi, dan sikap, pada kegiatan pembelajaran yang relevan, yang meliputi, asesmen performansi, portofolio, dan asesmen diri).
“Authentic assessment is a term used to describe real task that required students to perform and/or produce knowledge rather than reproduce information others have discovered (Johnson, D.W., & Johnson R.T. 2002)

Asesmen otentik juga merupakan sebutan yang digunakan untuk menggambarkan tugas-tugas yang riil yang dibutuhkan siswa-siswa untuk dilaksanakan dalam menghasilkan pengetahuan daripada mereproduksi informasi. Sebagai contoh, dalam pembelajaran metematika seorang siswa belumlah dikatakan belajar secara bermakana bilamana dia belum mampu menggunakan rumus-rumus matematis yang dipelajarinya untuk menyelesaikan suatu masalah sehari-hari, seperti ketika kita berbelanja. Oleh karena itu, dalam pembelajaran sangat perlu dilakukan asasmen otentik untuk menjamin pembentukan kompetensi riil pada siswa.
Beberapa pembaharuan yang tampak pada penilaian otentik adalah: a) melibatkan siswa dalam tugas yang penting, menarik, berfaedah dan relevan dengan kehidupan nyata siswa, b) tampak dan terasa sebagai kegiatan belajar, bukan tes tradisional, c) melibatkan ketrampilan berpikir tingkat tinggi dan mencakup pengetahuan yang luas, d) menyadarkan siswa tentang apa yang harus dikerjakannya akan dinilai, e) merupakan alat penilaian dengan latar standar (standard setting), bukan alat penilaian yang distandarisasikan, f) berpusat pada siswa (student centered) bukan berpusat pada guru (teacher centered), dan g) dapat menilai siswa yang berbeda kemampuan, gaya belajar, dan latar belakang kulturnya.
Berikut adalah prinsip-prinsip penilaian otentik. Proses penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran, bukan bagian terpisah dari proses pembelajaran (a part of, not apart from, instruction), • Penilaian harus mencerminkan masalah dunia nyata (real world prob-lems), bukan masalah dunia sekolah (school work-kind of problems), Penilaian harus menggunakan berbagai ukuran, metoda dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar. Penilaian harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran (kognitif, afektif, dan sensori-motorik). http://www.duniaguru.com - Portal Duniaguru Powered by Mambo Generated: 13 March, 2008, 18:09
Berdasarkan uraian di atas kita sadari bahwa asesmen alternatif menuntut guru untuk kreatif dan inovatif sehingga dapat mengembangkan instrumen untuk mengukur kemampuan siswa dengan cara yang lebih baik. Menurut Hart (1994) kalau guru mengubah cara mengases siswa, maka guru juga akan penting untuk peningkatan pendidikan, tetapi juga penting bagi siswa, guru, dan mengubah bagaimana dia mengajar dan bagaimana siswa belajar. Perubahan ini tidak hanya orang tua.

C. Bentuk-bentuk asesmen otentik
Bentuk-bentuk asesmen alternatif menurut O'Malley and Pierce (1996)
a. Asesmen kinerja (Performance assessment).
b. Observasi dan pertanyaan (Observation and. Presentasi dan Diskusi (Presentation and Discussion).
c. Proyek /Pameran (Projects/Exhibition)
d. Eksperimen/demonstrasi (Experiments/demonstration)
e. Bercerita (Story or text retelling)
f. Evaluasi diri oleh siswa (Self assessment)
g. Portofolio dan Jurnal.

D. Langkah-langkah Implementasi Asesmen Otentik

Dalam menerapkan asesmen kinerja Anda perlu memperhatikan beberapa tahapan. Berikut langkah-langkah yang perlu diperhatikan untuk membuat penilaian kinerja yang baik antara lain:
a. Identifikasi semua langkah-langkah penting yang diperlukan atau yang akan mempengaruhi hasil akhir yang terbaik
b. Tuliskan perilaku kemampuan-kemampuan spesifik yang penting dan diperlukan untuk menyelesaikan tugas dan menghasilkan hasil akhir yang terbaik;
c. Usahakan untuk membuat kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur tidak terlalu banyak sehingga semua kriteria tersebut dapat diobservasi selama siswa melaksanakan tugas
d. Definisikan dengan jelas kriteria kemampuan yang akan diukur berdasarkan kemampuan siswa yang harus dapat diamati (observable) atau karakteristik produk yang dihasilkan
e. Urutkan kriteria kemampuan yang akan diukur berdasarkan urutan yang dapat diamati

Contoh : Asesmen Proyek
Asesmen proyek: asesmen terhadap suatu tugas yang mengandung penyelidikan yang harus selesai dalam waktu tertentu.
Lakukan penelitian sederhana di lingkungan sekitar mengenai pengaruh iklan di media cetak maupun di media elektronik terhadap gaya hidup anak SD (cara berpakaian, pilihan makanan, minuman dan prilaku).





Format Penyekoran Tugas Proyek
Aspek Kriteria dan Skor
3 2 1
Persiapan Jika memuat tujuan, topik, alasan, tempat penelitian, responden, daftara pertanyaan dengan lengkap Jika memuat tujuan, topik, alasan, tempat penelitian, responden, daft ar pertanyaan kurang lengakap. Jika memuat tujuan, topik, alasan, tempat penelitian, responden, daftar pertanyaan tidak lengkap
Pengumpulan data Jika daftar pertanyaan dapat dilaksanakan semua dan data tercatat dengan rapi dan lengkap. Jika daftar pertanyaan dapat dilaksanakan semua, tetapi data tidak tercatat dengan rapi dan lengkap Jika pertanyaan tidak terlaksana semua dan data tidak tercatat dengan rapi
Pengolahan data Jika pembahasan data sesuai tujuan penelitian Jika pembahasa data kurang menggambarkan tujuan penelitian Jika sekedar melaporkan hasil penelitian tanpa membahas data
Pelaporan tertulis Jika sistematika penulisan benar, memmuat saran, bahasa komunikatif Jika sistematika benar, memuat saran, namun bahasa kurang komunikatif Jika penulisan kurang sistematis, bahasa kurang komunikatif, kurang memuat saran

DAFTAR PUSTAKA
Burhan Nurgiyantoro. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa Indonesia.Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Depdiknas. (2003). Assesmen Autentik, Materi Pelatihan Terintegrasi Kompetensi
Guru Mata Pelajaran Biologi. Jakarta: Dikdasmen

Hibbard, M. (1995). Performance Assessment in the Science Classroom. New York:
The McGraw-Hill Companies.

http://www.duniaguru.com - Portal Duniaguru Powered by Mambo Generated: 13 March, 2008, 18:09

Johnson, D.W.& Johnson. R.T(2002). Meaningful Assessment. Boston: Allyn and Bacon.
O'Malley, J. Michael, and Lorraine Valdez Pierce. (1996). Authentic Assessment for English Language Learning: Practical Approaches for Teachers. New York: Addison-Wesley Publishing,
Sumarna Supranata dan Mohammad Hatta. 2004. Penilaian Portofolio Implementasi Kurikulum. Bandung: Rosdakarya

Tidak ada komentar: