Minggu, 12 Juni 2011

PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN DAN SILABUS BERBASIS KOMPETENSI




I. PENDAHULUAN

Pengembangan kurikulum di lingkungan Pendidikan Tinggi (PT), khususnya Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) harus didasarkan pada pendektan yang sistematis dan komprehensif. Ini menuntut adanya keterkaitan antara visi dan misi lembaga dengan tujuan dan sasaran program studi yang dikembangkan berdasarkan pertimbangan perkembangan yang ada dan kebutuhan masyarakat masa kini dan masa yang akan datang. Dalam prakteknya, ini menuntut prinsip dan pendekatan yang seksama.
Pada hakikatnya, pengembangan kurikulum mencakup prinsip dan prosedur yang berkenaan dengan perencanaan, penyajian(delivery), manajemen, dan evaluasi dari segenap proses belajar-mengajar (Richards, 2001). Sementara itu, secara umum kurikulum merujuk kepada program pendidikan yang mencakup (a) tujuan suatu program pendidikan, (b) isi program, (c) prosedur peserta didikan dan pengalaman belajar yang diperlukan guna mencapai tujuan tersebut, dan (d) sarana atau alat untuk menilai apakah tujuan yang dicanangkan tersebut tercapai.

Dalam praktek pengembangan kurikulum dan silabus di lingkungan PT, Keputusan Mendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusuanan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahapeserta didik yang antara lain menegaskan tentang tujuan dan arah pendidikan tinggi yang tercermin dalam pengelompokan mata kuliah berdasarkan lima pilar pendidikan harus menjadi salah satu acuan. Kelima pilar tersebut adalah: Pengembangan Kepribadian, Keilmuan dan Keterampilan, Keahlian Berkarya, Perilaku Berkarya, dan Berkehidupan Bermasyarakat. Dalam Kepmendiknas No. 045/U/2002 yang mengatur Kurikulum Inti (KI) PT ditegaskan bahwa kelima pilar tersebut sebagai elemen-elemen kompetensi yang harus dikembangkan dalam peyusunan kurikulum suatu program studi. Dengan demikian, pemgembangan kurikulum suatu program studi harus berbasis kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Kepmendiknas tersebut.

Bila dikaitkan dengan UUGD No 14 tahun 2005, tentu salah satu tujuan yang harus dicapai oleh kurikulum Prodi Pendidikan Bahasa Inggris di lingkungan LPTK adalah menghasilkan guru bahasa Inggris yang profesional. Secara lebih spesifik dalam Undang-Undang tersebut, Pasal 1, ayat 1 ditegaskan bahwa guru l (pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan menengah) adalah tenaga profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Kata profesional ini dalam undang-undang tersebut merujuk kepada pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Untuk menghasilkan pendidik yang profesional tersebut, Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pasal 42, Ayat 1 menegaskan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dalam UUGD, Bab IV, Pasal 8 sampai dengan Pasal 11 sosok guru yang profesional tersebut secara spesifik harus memiliki persyaratan sebagai berikut: (1) memiliki kualifikasi akademik S1 atau D4 kependidikan atau non-kependidikan; (2) memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi; (3) memiliki sertifikat pendidik yang diperoleh melalui pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan terakreditasi; dan (4) sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pendidikan profesi yang dimaksud tersebut dalam Undang-undang Sisdiknas adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Oleh karena itu, Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah program pendidikan yang diselnggarakan oleh LPTK untuk lulusan S-1 Kependidikan dan S-1/D-IV Non Kependidikan yang memiliki bakat dan minat menjadi guru agar mereka dapat menjadi guru yang profesional dengan standar nasional pendidikan dan memperoleh sertifikan pendidik.

Pembahasan ini akan memfokuskan pada prinsip dan komponen dalam pengembangan kurikulum dan silabus di PT (Universitas) yang berbasis kompetensi dengan pendekatan yang sistematis, yakni semua komponen dalam kurikulum dan silabus, yakni tujuan (yang berbasis kompetensi), isi program/bahan ajar, proses peserta didikan, dan evaluasi dikembangkan saling terkait, sehingga terwujud konsistensi diantara komponen kurikulum dan silabus (curriculum componet consistency)

II. DESAIN DAN PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PT

A. Desain Pengembangan Kurikulum PT

Desain kuirikulum merujuk kepada penyusunan atau organisasi elemen-elemen kurikulum yang menyangkut: (1) Tujuan umum dan khusus; (2) isi program; (3) kegiatan peserta didikan; dan (4) evaluasi (Zais dalam Print, 1993:94) Pemilihan desain kurikulum sangat bergantung pada berbagai hal, seperti landasan kurikulum yang menyangkut aspek-aspek, antara lain psikologi, filsafat, sosial-kultural, ekonomi, dan politik; dan keharusan melihat faktor-faktor kontekstual tujuan pendidikan dilihat dari sisi-sisi tersebut. Khususnya, untuk kurikulum pendidikan bahasa landasan tersebut menyangkut, antara lain, teori kebahasaan (linguistics), teori belajaran bahasa (language learning theories), psikolinguistik, dan sosiolinguistik.
Secara umum terdapat empat desain kurikulum yang mencakup:

• desain yang berpusat pada bidang kajian (subject-centered designs)
• desain yang berpusat pada peserta didik (learner-centered designs)
• desain yang berpusat pada masalah (problem-centered designs)
• desain inti (core designs)

1. Desain yang Berpusat Pada Bidang Kajian (subject-centered designs)

Desain ini didasarkan pada pengelompokkan dan organisasi bidang kajian secara terpilah-pilah atau terkelompok dalam bidang kajian atau mata kuliah. Desain ini menekankan pada pemerolehan bidang keilmuan dan isi kirikulum terstruktur secara bertahap seperti dalam matematika, biologi, atau bahasa. Desain ini mencakup: (1) desain disiplin akademis (academic disciplines design) dan (2) desain pengelompokan bidang keilmuan (broad field design).

Desain disiplin akademis menekankan pada keterpilahan disiplin ilmu dalam bentuk pengetahuan, keterampilan, dan nilai. Organisasi kurikulum dalam desain ini mengikuti cara kerja akademisi dan disiplin keilmuan. Oleh karenannya, isi kuriklulum akan memusatkan pada bagaimana ilmuwan berkerja , seperti ahli biologi, sejarawan, dan ahli bahasa. Cara berpikir, cara kerja, dan penelitian yang ada dalam disiplin ilmu sangat kental mewarnai desain kurikulum ini. Kurikulum yang dikembangkan harus dapat membekali peserta didik dengan struktur keilmuan, yakni hubungan antara gagasan, konsep dan prinsip termasuk integrasi keterampilan dan nilai yang melakat pada disiplin keilmuan.

Desain kurikulum berdasarkan pengelompokkan bidang keilmuan dikembangkan untuk menutupi kelemahan pada desain pertama, desain disiplin akademis. Dalam desain broad field, disiplin ilmu seperti bilogi, kimia, fisika dikelompokkan ke dalam pembidangannya yang lebih luas sebagai Ilmu Pengetahuan Alam (Science); Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi ke dalam Ilmu Pengetahuan Sosial (Social Studies); Membaca, Menulis, Berbicara, Mengeja ke dalam Bahasa (Language Arts). Desain terpadu ini dipandang lebih sesuai bagi jenjang pendidikan dasar, sementara desain yang terpilah-pilah seperti pada desain disiplin akademis lebih sesuai bagi jenjang pendidikan menengah dan tinggi.


2. Desain yang Berpusat Pada Peserta didik (Lerner-centered Designs)

Desain ini menekankan pada perkembangan individu peserta didik serta pendekatan dalam organisasi kurikulum yang bergerak dari minat dan kebutuhan peserta didik. Oleh karena itu, terdapat dua perbedaan mendasar antara desain ini dengan desain sebelumnya, desain yang berpusat pada bidang studi. Pertama, dalam desain yang berpusat pada peserta didik organisasi kurikulum beranjak dari minat dan kebutuhan peserta didik, bukan dari bidang studi. Kedua, karena berfokus pada minat dan kebutuhan peserta didik, desain ini lazimnya tidak statis dan ditentukan sejak awal (preplanned). Ia bergerak dinamis sejalan dengan interaksi guru/dosen-peserta didik dalam kaitannya dengan kegiatan pembelajaran (learning tasks) yang juga bergerak sejalan dengan minat dan kebutuhan peserta didik.

Desain yang berpusat pada peserta didik mencakup dua jenis: (1) desain berdasarkan penglaman/kegiatan (activity/experience design); dan (2) desain humanistik (humanistic design).

a. Desain Berdasarkan Kegiatan/Pengalaman.

Desain ini didasarkan pada pandangan bahwa “ Orang belajar melalui apa yang mereka alami… Belajar dalam pengertian sebenarnya adalah suatu transaksi aktif” (lihat Taba, 1962:401). Karena itu, ciri yang pertama dari desain ini adalah adanya transaksi atau negosiasi antara guru/dosen dan peserta didik dalam memetakan minat dan kebutuhan peserta didik. Peran guru/dosen dalam kaitan ini adalah mengembangkan kemampuan yang sejalan dengan minat dan kebutuhan peserta didik dan mengembangkan kurikulum disekitar ini.
Ciri lain dari desain ini adalah kurikulum kurang mencakup mata-mata kuliah yang formal. Ciri terakhir adalah pengetahuan dan keterampilan diajarkan bila peserta didik membutuhkannya.

b. Desain Humanistik

Desain ini hampir sama dengan desain berdasarkan pengalaman yakni menekankan pada kebutuhan individu peserta didik dalam lingkungan yang lebih kondusif dan mendukung. Desain humanistik bertujuan membekali peserta didik dengan pengalaman-pengalaman yang secara intrinsik bermanfaat bagi pengembangan diri peserta didik, antara lain, memperkuat konsep-diri melalui penciptaan pengalaman belajar yang mendukung.


3. Desain yang berpusat pada Masalah (Problem-Centered Designs)

Desain kurikulum yang berpusat pada masalah mengarahkan peserta didik pada kemampuan dalam memecahkan masalah kehidupan baik yang dihadapi oleh dirinya dan masyarakatnya. Oleh karena itu, berbagai isu atau masalah yang dihadapi individu peserta didik dan masyarakat seperti masalah lingkungan, perdamaian, berbagai situasi yang dihadapi peserta didik termasuk ke dalam tema-tema dalam kurikulum dengan desain ini. Terdapat dua jenis desain yang tercakup ke dalam desain yang berpusat pada masalah, yakni: (1) Desain Tematik/Topik, dan (2) Desain berdasarkan Masalah.

a. Desain Tematik

Pikiran yang melandasi desain ini adalah kurikulum harus memberikan pengalaman belajar yang mencerminkan kehidupan nyata yang bermakna dan berguna bagi peserta didik. Dan untuk itu berbagai tema yang dihadapi dalam kebidupan individu peserta didik dan masyarakat baik dalam konteks lokal, regional dan global harus tercakup dalam kurikulum. Oleh karena itu, tema-tema dapat diambil dari lingkungan terdekat dengan peserta didik dan berbagai bidang studi yang memiliki keterkaitan dengan kenyataan yang dihadapi peserta didik. Bila tema diambil dari bidang studi lazimnya bersifat terpadu (integrated). Misalnya, tema lingkungan dapat berkaitan dengan biologi, sejarah, geografi, dan Bahasa Inggris. Desain tematik ini karena sifatnya yang terpadu sangat sesuai diterapkan dalam pengembangan kurikulum di jenjang pendidikan dasar dan menengah.

b. Desain Berdasarkan Masalah

Desain ini beranjak dari pandangan bahwa peserta didik harus dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan nyata agar dapat memahami dunianya. Sebagaimana desain tematik, desain ini menonjolkan kebermakanaan sebagai basis bagi desain kurikulum agar apa yang tercakup dalam kurikulum dipandang relevan. Perbedaan yang ada dengan desain tematik terletak pada pengidentifikasian, penanganan, dan pemacahan berbagai masalah. Melalui proses ini, peserta didik akan beroleh pengalaman belajar bermakna dan dapat lebih berperan dalam masyarakat. Oleh karena itu, desain ini menekankan pada pemecahan masalah yang relevan bagi kehidupan nyata yang dihadapi peserta didik dan masyarakatnya.

Desain ini lebih sesuai untuk diterapkan pada berbagai kurikulum berbasis keterampilan bagi kehidupan (life-skills curricula) yang banyak dikembangkan dalam jenjang pendidikan dasar dan menengah. Ini dapat pula diterapkan pada
jenjang PT.

4. Desain Kurikulum Inti (Core learning designs)

Perkembangan desain ini sejalan dengan adanya kebutuhan bagi terbentuknya kurikum nasional sebagai salah satu upaya dalam menciptakan standarisasi dalam bidang pendidikan. Dalam konteks pengembangan kurikulum PT di Indonesia, desain Kurikulum Inti (KI) kerap identik dengan Kurikulum Nasional (Kurnas). Dalam kaitan dengan pengembangan kurikulum, perencanaannya bersifat disentralistik, Kurna merujuk pada Standar Nasional Pendidikan (SNP).

KI dalam konteks kurikulum PT mencakup sejumlah bidang kajian/mata kuliah (mencakup pengetahuan/keahlian, keterampilan, dan nilai) yang dipandang pokok dan penting sehingga harus diberikan kepada semua peserta didik/mahapeserta didik agar mereka dapat berperan secara efektif dalam masyarakat. Untuk memetakan apa yang pokok dan penting itu, beberapa pertanyaan berikut harus dipertimbangkan dalam menentukan apa yang inti dalam desain kurikulum ini.

- Apa sajakah (mata kuliah apa) yang dimasukan kedalam KI ?
- Seberapa luas cakupan KI ( misalnya dalam bentuk persentase) dari keseluruhan
isi kurikulum?
- Apa sajakah yang harus dikecualikan dari KI?
- Apakah KI diharuskan bagi seluruh peserta didik?

Dalam perkembangan kurikulum PT, khususnya kurikulum berbasis kompetensi, KI harus mengacu kepada pemetaan kompetensi utama yang diperlukan oleh lulusan suatu program studi. Karena itu dari sisi desain, kurikulum PT yang berbasis kompetensi (dengan acuan Kepmendiknas 045/U/2002 tentan Kurikulum PT) harus menganut desain gabungan sejalan dengan tujuan masing-masing kelompok kajian/mata kuliah sebagaimana diatur dalam Pedoman Penyusunan Kurikulum PT(Kepmendiknas No. 232/U/2000).

III. PENGEMBANGAN KURIKULUM
BERBASIS KOMPETENSI SECARA SISTEMATIS

A. Kurikulum Berbasis Kompetensi

Kurikulum Prodi berbasis kompetensi adalah kurikulum yang komponenya, mulai dari tujuan hingga evaluasi direkat oleh elemen (unifying element) kompetensi.
Dalam Kepmendiknas No. 045/U/2002, kompetensi didefinisikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu (lihat Pasal 1). Sementara itu, Hadley (2001) mendefinsikan kompetesni sebagai “ability or proficiency (or skill), implying a high level skill, well-developed knowledge, or a polished performance.” Kompetensi ini dalam Pasal 2 Kemendiknas tersebut terdiri atas: (1) kompetensi utama, (2) kompetensi pendukung, (3) kompetensi lain yang bersifat khusus dan gayut dengan kompetensi utama. Sedangkan dalam konteks UUGD kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional mencakup kompetensi pedagogik, keprobadian, profesional, dan kompetensi sosial.
Dalam struktur kurikulum prodi pendidikan bahasa Inggris, kompetensi utama yang mencakup empat kompetensi tersebut melekat pada Kurikulum Inti (KI). Sedangkan, kompetensi pendukung dan kompetensi lain dapat dituangkan dalam Kurikulum Institusional/Lembaga (KIns) yang dapat ditawarkan dalam bentuk sejumlah mata kuliah pilihan (elective courses)

Praktek pengembangan kurikulum berbasis kompetensi suatu program studi di lingkungan PT harus memperhatikan hal-hal berikut:

1. Sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) dalam Kepmendiknas No. 045/U/2002, KI harus ditetapkan oleh kalangan perguruan tinggi bersama masyarakat profesi dan pengguna lulusan. Karena itu, penyusunanya harus dilakukan oleh suatu Tim Pengembang Kurikulum yang keanggotaannya sejalan dengan ayat ini.

2. Berdasarkan ayat tersebut KI yang sekarang berlaku (yakni Kurnas ) dapat dijadikan acuan dalam pengembangan kurikulum prodi berbasis kompetensi.

3. Kurikulum Inti suatu prodi , sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Kepmendiknas di atas, harus bersifat:
a. dasar untuk mencapai kompetensi lululusan, merujuk kepada 4
kompetensi guru profesional;
b. acuan baku minimal mutu penyelenggaraan prodi;
c. berlaku secara nasional dan internasional;
d. lentur dan akomodatif terhadap perubahan yang sangat cepat di masa
datang;
e. kesepakatan bersama antar PT, masyarakat profesi, dan pengguna
lulusan.

4. Implikasi dari butir 3 ini, antara lain, perlu menetapkan standar kompetensi lulusan yang menjadi acuan (competence standard) dalam merumuskan kompetensi-kompetensi dasar (basic competencies). Misalnya, untuk setiap mata kuliah yang tercakup ke dalam Kelompok Mata Kuliah yang mengembangkan Kompetensi Profesional (MKP), yakni mata kuliah ”language subjects” . seperti listening, speaking, reading, dan writing dapat merujuk kepada Standar Isi Mata Pelajaran Bahasa Inggris baik untuk SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK sebagai kompetensi komunikasi minimal.

5. Untuk pengembangan kompetensi pendukung/penunjang dan kompetensi lain yang bersifat khusus yang sejalan dengan kompetensi utama, Prodi perlu menetapkan mata kuliah yang sesuai dengan kebutuhan lembaga dan peserta didik dengan acuan kebutuhan masyarakat pengguna lulusan. Mata kuliah-mata kuliah yang membekali keterampilan bagi kehidupan
peserta didik (life skills) yang akan memperkuat daya saing lulusan harus
menjadi fokus dalam pengembangan ini.

6. Silabus mata kuliah untuk setiap kelompok harus didasarkan pada empat kompetensi guru profesional sebagaimana dinyatakan dalam UUGD dan dirinci dalam Permendiknas No. 16 tentang Stnadar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

7. Dalam rancangan silabus mata kuliah harus tergambar dengan jelas penjenjang (gradasi) berdasarkan kompetensi yang diacunya sehingga terpetakan pengelompokkan mata kuliah pada level dasar, menengah, dan atas. Dengan demikian dimungkinkan adanya pengkodeaan mata kuliah berdasarkan tingkat kesulitannya. Misalnya, kode 100-200 untuk mata kuliah tingkat dasar, kode 300-400 untuk tingkat menengah, dan kode 500
Untuk tingkat tinggi di program S1.


B. Pengembangan Kurikulum Program Studi Pendidikan secara sistematis

Salah satu model pengembangan kurikulum yang banyak dianut adalah model Tyler (Model Rasional) yang dimodifikasi oleh Brown (1996) sebagai A Systemetic Approach to Program Development (1995) . Model ini mencakup 6 komponen kurikulum yang antara satu komponen dengan komponen lainnya saling berkaitan. Model tersebut dapat digambarkan sebagagai berikut:








1. Needs Analysis
a. Sasaran Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan (Needs analysis) secara umum dapat didefiniskan sebagai
suatu pengumpulan dan analisis informasi secara sistematis yang dibutuhkan guna menentukan dan memvalidasi tujuan-tujuan kurikulum yang dapat memenuhi persyaratan belajar yang diharapkan/dibutuhkan peserta didik dalam lingkup kehidupannya/tugasnya. (lihat Brown, 1995;36).
Dalam analisis kebutuhan terlibat berbagai pihak yang berkaitan dengan pendidikan (stake holders), yang antara lain meliputi:

1) Peserta didik;
2) Pengajar/dosen, unsur pimpinan
3) Penggunan lulusan dan lulusan
4) Asosiasi profesi yang relevan
5) Ahli analisis kebutuhan, dll.


b. Informasi yang Dijaring melalui Analisis Kebutuhan

Richards(1991) menyebutkan bahwa informasi terpenting yang harus diungkap lewat analisis kebutuhan mencakup: Pertama, analisis situasi yang antara lain mencakup pemetaan pada lingkup apa saja lulusan akan menggunakan kompetensinya/kemampuannya. Kedua, tujuan penyelenggaraan program studi yang dirumuskan dalam seperangkat kompetensi dasar (dalam kurikulum berbasis kompetnsi). Ketiga, jenis-jenis kompetensi/kemampuan apa sajakah yang dibutuhkan agar lulusan dapat bersaing dalam lingkup tugasnya. Keempat, tingkat atau standar kompetensi yang dibutuhkan agar lulusan dapat berperan dengan baik dalam lingkup tugasnya/pekerjaannya kelak.

c. Alat Pengumpul Informasi dalam Analisis Kebutuhan

Dalam mengumpulkan informasi dalam analisis ini lazim digunakan cara berikut: kajian dokumen (a.l. kurikulum dan silabus yang ada, bahan ajar yang tersedia), angket, wawancara, observasi, tes, dan analisis pekerjaan/tugas yang akan dijalani kelak oleh lulusan dalam lingkup pekerjaannya. Analisis pekerjaan (task/job analysis) dan kajian berbagai dokumen kurikulum dan silabus yang ada sebaiknya dapat dijadikan fokus dalam pengembangan kurikulum dan silabus PT yang dilakukan secara bersama-sama antara staf pengajar, asosiasi profesi, dan pengguna lulusan.

d. Hasil Analisis Kebutuhan

Dari analisis kebutuhan ini akan diperoleh serangkaian daftar kebutuhan yang kemudian dirumuskan dan diterjemahkan ke dalam daftar tujuan. Hasil yang diperoleh berupa kebutuhan peserta didik (masyarakat) tentu saja harus dipadukan dengan visi dan misi program studi. Dengan cara ini diharapkan apa yang menjadi visi dan misi prodi dapat terkait (relevan) dengan kebutuhan masyarakat.

2. Tujuan Umum (Goals) dan Tujuan Khusus (Objectives)

Tujuan umum dalam kurikulum merupakan penerjemahan dari hasil identifikasi/analisis kebutuhan peserta didik. Ia merupakan pernyataan tentang apa yang perlu dicapai sehingga kebutuhan peserta didik dapat terpenuhi. Sementara itu tujuan khusus merupakan penjabaran lebih lanjut dari tujuan umum yang lazimnya dirumuskan dalam satu mata kuliah tertentu. Dalam kaitan ini Brown(1995;71) mendefinisikan goals sebagai “Pernyataan umum tentang tujuan dan maksud suatu program studi yang perlu dicapai berdasarkan kebutuhan peserta didik atau situasi yang akan dihadapi oleh lulusan dalam lingkup pekerjaannya (tujuan program). Sekaitan dengan tujuam umum ini perlu diperhatikan empat prinsip berikut:

a. merupakan pernyataan umum tujuan suatu program;

b. pernyataan tentang kemampuan (kompetensi) peserta didik/mahapeserta didik setelah selesai menjalani program;

c. menjadi dasar untuk mengembangkan tujuan(tujuan khusus) masing-masing mata kuliah yang lazimnya tertuang dalam silabus dan satuan acara perkuliahan;

d. bersifat dinamis, berkembang sesuai dengan perubahan kebutuhan.

Dalam kurikulum berbasis kompetensi, rumusan tujuan dalam kurikulum merujuk kepada kompetensi (competence-based objective). Untuk merumuskan tujuan berdasarkan kompetensi, Richards (2001;129) menegaskan bahwa perumusan kompetensi harus pada kemampuan peserta didik dalam menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugasnya kelak. Oleh karena itu, elemen-elemen kompetensi dapat merujuk kepada: pengetahuan tertentu, keterampilan berpikir, sikap, dan keterampilan bersifat fisik (psikomotor)

Berkenaan dengan objectives Brown (ibid. h.72) mendefinisikannya sebagai pernyataan yang lebih spesifik tentang pengetahuan, perilaku, atau keterampilan yang perlu dikuasai oleh peserta didik pada akhir perkuliahan. Tingkat spesifikasi ini menurut Mager (dalam Richards, 1991) dapat dilihat dari tiga komponen berikut yang lazim disebut sebagai performance-based objectives:

• Performance, kemampuan yang akan dimiliki oleh peserta didik
• Conditions, keadaan/syarat yang harus dipenuhi/dikerjakan pesrta didik saat
• Criterion, tingkat kualitas yang dikehendaki atau batas minimal/tingkat keberhasilan terendah yang harus dipenuhi dalam mencapai perilaku yang diharapkan. Penentuan batas ini tergantung pada : jenis bahan/materi, penting tidaknya materi, tinggi rendahnya sekolah, sifat kemampuan yang harus dimiliki.


Ini tentunya bukan satu-satunya cara merumuskan tujuan yang lebih spesifik, ada
berbagai cara lain yang tidak disebutkan di sini. Yang terpenting adalah manfaat
tujuan, antara lain:

• Membantu pengajar/dosen menerjemahkan kebutuhan peserta didik
ke dalam bahan ajar yang relevan
• Membantu pengajar memilih dan mengorganisasikan bahan ajar agar sesuai dengan peserta didik
• Membantu mengarahkan pengajar untuk mengelola proses belajar mengajarnya sesuai kemampuan yang dimiliki peserta didik
• Membantu pengajar menyusun alat evaluasi.



3.Testing

Tes merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam rangka melakukan
evaluasi terhadap proses belajar mengajar untuk menentukan apakah seorang
peserta didik/mahapeserta didik telah memiliki kemampuan (kompetensi) yang
diharapkan. Tes juga dapat menginformasikan kepada pengajar apakah proses
pembelajaran berlangsung efektif atau tidak. Terdapat sekurang-kurangnya tiga
jenis pengambilan keputusan yang dapat dilakukan melalui pemberian tes (lihat
Brown, 1995; 108-113), yakni:

a. Placement. Menetapkan penempatan peserta didik pada tingkat atau kelompok yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki sebelum dimulainya suatu program.
b. Achievement. Menetapkan kemampuan/kompetensi peserta didik berdasarkan program yang telah diikuti oleh peserta didik/mahapeserta didik.
c. Diagnostic. Menetapkan kemampuan atau ketidakmampuan yang dimiliki oleh mahapeserta didik selama program berlangsung sehingga tindakan perbaikan dapat dilakukan sebelum berakhirnya suatu program (Ini kerap dilakukan melalui tes formatif).


3. Materials Development.

Pengembangan bahan ajar (Materials development) pada dasarnya menyangkut
seleksi, adaptasi, dan pembuatan bahan ajar (Nunan, 1991). Ini dapat dipusatkan
pada evaluasi dan adaptasi bahan ajar yang ada serta pembuatan (pengembangan)
bahan ajar oleh pengajar sejalan dengan tujuan dan kebutuhan program studi.
Bahan ajar dalam bentuk kompilasi dari berbagi sumber yang sejalan dengan
rumusan kompetensi dalam silabus merupakan salah satu pilihan bagi program
studi, disamping buku teks utama.

Dalam mengembangkan bahan ajar ada empat hal penting yang harus
dipertimbangkan, yakni:

a. Approaches. Pendekatan adalah cara mendefinisikan apa yang perlu dipelajari oleh peserta didik dan bagaimana mempelajarinya.

b. Syllabus. Silabus pada dasarnya merupakan seleksi dan organisasi bahan ajar.

c. Techniques. Teknik adalah cara bagaimana bahan ajar disajikan kepada
peserta didik.

d. Excercises. Latihan adalah cara bagaimana peserta didik melakukan latihan-
latihan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya.


5. Teaching.

Pengajaran dapat didefinisikan sebagai usaha untuk membantu peserta didik
didik dalam proses pemebelajaran agar mnereka dapat mencapai tujuan (mengacu
kepada kompetensi yang telah dipetakan) yang telah disepakati. Berbagai ahli
pengajaran memberikan berbagai resep ihwal pengajaran yang efektif. Tiga
kriteria pengajaran berikut merupakan satu dari sekian contoh yang disarankan oleh
para pakar.

a. Konsisten. Hasil pengajaran yang berupa kemampuan (kompetensi ) harus tetap ajeg antara satu peserta didik dengan peserta didik lainnya, dan antara satu program dengan program lainnya.

b. Relevan. Relevansi pengajaran akan terlihat dari sisi apakah suatu program
pengajaran betul-betul menyampaikan proses yang mengantarkan kepada hasil
sebagaimana yang telah dicanangkan dan termaktub dalam tujuan pembelajaran

c. Efisiensi. Efisiensi pengajaran akan dilihat dari sisi hasil yang diperoleh berdasarkan penggunaan waktu dan sarana penunjang pembelajaran yang ada.

Dalam pengalaman kita menerapkan kurikulum berbasis kompetensi di LPTK, dua model berikut: Model Pembelajaran Eksplisit dan Mastery Learning dapat dijadikan salah satu pilihan diasamping model-model lainnya.


6. Evaluation.

Evaluasi secara umum didefinisikan sebagai kegiatan mengumpulkan dan menganalisis informasi untuk meningkatkan kualitas kurikulum dan menentukan keefektifan kurikulum. Dalam model sistematik, evaluasi implementasi kurikulum idealnya dilakukan pada seluruh komponen kurikulum yang dikembangkan. Tetapi dalam kurikulum berbasis kompetensi, evaluasi harus difokuskan pada learning outcomes. Ini dilakukan antara lain dengan menilai sejauhmana kompetensi-kompetesiyang dirumuskan tercapai atau tidak tercapai setelah satu program diselesaikan. Dalam pelaksanaannya , ini dapat dilakukan secara berjenjang. Misalnya, pada setiap dua semesteran atau empat semster pertama dilakukan uji kemampuan peserta didik/ mahapeserta didik berdasarkan standar kompetensi yang dipetakan untuk cakupan waktu tersebut. Dengan demikian upaya perbaikan bagi para mahapeserta didik yang belum mencapai standar yang diharapkan dapat diperbaiki lebih awal (lihat konsep mastery learning).
Evaluasi yang berorientasi pada hasil ini dianggap lebih memberikan kepastian
dan akuntabilitas hasil belajar mahapeserta didik.




IV. PENGEMBANGAN SILABUS PROGRAM STUDI DI PT

A. Apa itu Silabus?

Silabus adalah seleksi dan organisasi (gradasi) bahan ajar termasuk penyiajiannya dalam kegiatan perkuliahan serta penilaian hasil belajar peserta didik (lihat Brown, 1995)

B. Komponen Silabus

Dari batasan di atas komponen silabus mencakup:
• Tujuan perkuliahan ( mengacu pada rumusan kompetensi)
• Bahan ajar
• Kegiatan perkuliahan
• Penilaian hasil belajar peserta didik
• Prasyarat bagi mata kuliah berjenjang

C. Mengapa Silabus itu perlu dikembangkan?

• Kepmendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum PT dan Penilaian Hasil Belajar Mahapeserta didik
• Kemendiknas No. 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti PT
Pengejawantahan Tujuan PT yang tertuang dalam Visi, Misi, dan sasaran yang ingin dicapai oleh PT ybs.
• Permendiknas No 16 Tahun 2007 tentang Standar Kulaifikasi Akademik
dan Kompetensi Guru
• Permendiknas No. 8 Tahun 2009 tentang Program Pendidikan Profesi
Guru Pra Jabatan.
• Dinamika perubahan yang terjadi dalam lingkungan strategis LPTK ybs., seperti kebutuhan lapangan

D. Siapa yang Mengembangkan Silabus?

• Dosen
• Kelompok dosen bekerjasama dengan asosiasi profesi dan pengguna lulusan

E. Bagaimana Silabus itu dikembangkan?

• Idealnya, didasarkan pada kebutuhan peserta didik dan pengguna lulusan. Ini dikembangkan dalam bentuk silabus yang dinegosiasikan.
• Dikembangkan berdasarkan pendekatan analisis dosen yang dilakukan oleh kelompok dosen, asosiasi profesi, dan pengguna lulusan.

F. Jenis Silabus yang manakah yang dikembangkan?

Jenis Silabus yang dikembangkan didasarkan pada:
• Kekhasan mata kuliah
• Pendekatan yang dianut dalam kurikulum LPTK ybs.
• Jenis yang dikembangkan dapat berupa antara lain:

• Topik dan Kompetensi
• Topik, kompetensi, struktur, fungsi, keterampilan, situasi (untuk Prodi Pend. Bahasa/Sastra Inggris)

G. Tahapan Penyusnan Silabus

• Perencanaan
• Diseminasi
• Implementasi
• Evaluasi
• Perbaikan Silabus

H. Contoh Format Silabus

• Bentuk gabungan matriks dan deskripsi
• Kerangka:





UNIVERISTAS/PT : ______________
FAKULTAS _______________
PROGRAM STUDI _________

Mata kuliah : _________
Sks : _________
Kode : ________
Dosen/Asisten: _______

Standar Kompetensi: ______________________________________________________

• Deskripsi Mata Kuliah: (berisi cakupan substansi mata kuliah)

• Kompetensi Dasar: (mengacu kepada kompetensi bidang kajian yang dapat mencakup pengetahuan, keterampilan/keterampilan berpikir, sikap)

• Prasyarat: (digunakan bila mata kuliah ybs. berjenjang/bergradasi dilihat dari tingkat kesulitannya)

Rujukan (Referensi):

1. Rujukan Utama:

2. Rujukan Penunjang (yg disarankan):


V. PENUTUP

Pengembangan kurikulum pada prakteknya merupakan upaya yang harus dilakukan oleh segenap unsur yang terlibat dalam pengelolaan program studi. Ini harus dilaksana- kan sekurang-kurangnya dalam lima tahun sekali. Kegiatannya dapat mencakup sebagaian atau seluruh komponen kurikulum sebagaimana yang digambarkan di atas. Pengembangan kurikulum LPTK berbasis kompetensi sebaiknya digunakan dengan menerapkan model sistematis agar terwujud suatu keterkaitan antara komponen kurikulum.

Dalam paparan tersebut model pengembangan kurikulum yang digunakan adalah model sistematis atau yang lebih dikenal dengan Model Tyler yang dimodifikasi oleh Brown. Model ini didesain berdasarkan objective-based (atau competence-based) yang dikembangkan dengan mencoba memadukan antara model transmisi dalam pendidikan (berorientasi kepada bidang keilmuan, kompetensi, keterampilan yang dialihkan dari yang berpengalaman /berpengetahuan ke yang kurang berpengalaman/berpengetahuan) dengan model transaksi dalam pendidikan yang mempertimbangkan kebutuhan dan minat serta latar belakang peserta didik. Oleh karena itu, dalam pengembangan silabus mata kuliah hendaknya dipertimbangkan pula minat dan kebutuhan peserta didik.

Kedudukan kurikulum (pengembangan kurikulum) dalam manajemen program studi dan lembaga pendidikan sangat penting agar pengelolaan program studi dapat mencapai kinerja yang diharapkan. Dalam konteks evaluasi eksternal program studi oleh BAN PT misalnya, kurikulum merupakan salah satu titik sentral pengelolaan program disamping unsur SDM dan yang lainnya yang menjadi indikator kinerja yang dievaluasi.


DAFTAR BACAAN

1. Brown, James Dean. 1995. The Elements of Language Curriculum; A Systematic
Approach to Program Development. Boston, Mass.: Heinle&Heinle
Publishers.
2. Djiwandono, Soenardi M. dkk. 1997. Pengembangan Kurikulum Nasional
Program Studi Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris. Jakarta: Proyek PGSM
Dikti.
3. Keputasan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 232/U/2000
tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum PT dan Penilaian Hasil Belajar
Mahapeserta didik.
4. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 045/U/2002
tentang Kurikulum Inti PT.
5. Miller dan Seller. 1986. Curriculum; Perspectives and practice. New York:
Longman.
6. Nunan, D. 1991. Language Teaching Methodology: A Textbook for Teachers.
New York: Prentice Hall.
7. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
8. Permendikan No. 16 Tahun 2007 Tentang Standar dan Kualifikasi Akademik dan
Komptensi Guru. Jakarta: Depdiknas
9. Permendikans No. 8 Tahun 2009 Tentang Program Pendidikan Profesi Guru Pra
Jabatan. Jakarta: Depdiknas
10. Richards, J.C.1991. The Language Teaching Matrix. Cambridge: Cambridge
University Press.
11. Richards, J.C. dan Rogers, T.S.2001. Approahes and Methods in Language
Teaching. Cambridge: Cambridge University Press.
12. Saukah, Ali. 1999. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Bahasa di LPTK;
Kertas Kerja pada Seminar Pengembangan Kurikulum Due-Like Project.
13. Sundayana, Wachyu. 1999. Pengembangan Kurikulum Program Studi Bahasa di
FKIP; Kertas Kerja pada Semlok Pengembangan Kurikulum FKIP Univ.
Galuh

Tidak ada komentar: