Kamis, 04 Desember 2008

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS MELALUI METODE QUANTUM LEARNING DI SDN BEDAHAN 01 SAWANGAN DEPOK


Fahrurrozi*
Abstract
The purpose of this research is to gain the empirical data about learning of writing skill at third class elementary school (SDN Bedahan 01 Sawangan Depok) through quantum learning method, This class action research is hold by using cycle model from Stephen Kemmis and Mc Taggart. This research is done through the following phases: planning, acting, observating, reflecting, and evaluating as the basic of re-planning for the next cycles.
The result for every cycle is as follows: the first cycle average of writing composition skills equals 58.54%, whereas the second cycle raising to 69.37%, and at the third cycle increasing more and more with the average score 76.77%. The implication result of this research shows that quantum learning method in motivating the learning compositon at third class of elementary school.
This method can make the student become self-confidence and proactive in building their imagination and creativity for writing in a convenience situation.


PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia di sekolah dasar (SD) dewasa ini cukup menggembirakan. 1
Hal itu tidak terlepas dari berbagai upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak, baik itu penentu kebijakan maupun pelaksana kebijakan. Sebagai penentu kebijakan, pemerintah telah berusaha membina dan mengembangkan pengajaran bahasa Indonesia di SD dengan melakukan perbaikan di sana sini, mulai dari kurikulum, sarana dan prasarana sampai dengan penghasilan guru. Sebagai pelaksana kebijakan, guru telah berupaya memberikan berbagai kemampuan yang dimilikinya dalam pengembangan bahasa Indonesia di SD.
Seorang guru yang menciptakan suatu peristiwa kegiatan belajar berdasarkan tujuan yang telah ditentukan guru tersebut memposisikan dirinya sebagai manajer (teacher-manager) yang mengelola sumber belajar. Di samping sebagai manajer, guru juga berfungsi dan berperan sebagai pelaksana (teacher-operator) kegiatan belajar mengajar. Guru bertindak juga sebagai salah satu sumber belajar, yaitu sebagai instruktur di kelas.
Sehubungan dengan itu, peran guru amatlah penting dalam upaya pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia, khususnya guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Sebagai ujung tombak dalam membina dan mengembangkan bahasa Indonesia di SD, guru sudah sepatutnya membina siswa SD dengan berbagai macam keterampilan berbahasa. Dengan adanya penguasaan keterampilan berbahasa, siswa setelah mengikuti pendidikan pada jenjang SD akan mampu menerapkan kaidah-kaidah bahasa Indonesia secara benar dan tepat.
Pengajaran bahasa Indonesia di SD lebih menekankan kepada keterampilan berbahasa siswa. Keterampilan berbahasa mencakup empat aspek, yaitu: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Menyimak dan membaca disebut keterampilan reseptif aktif; berbicara dan menulis disebut keterampilan produktif aktif. Menyimak dan berbicara menggunakan media lisan; membaca dan menulis menggunakan media visual. Semua keterampilan berbahasa itu mensyaratkan penguasaan berbagai kaidah baik gramatika, kosa kata, konteks, fonologi, morfologi, maupun sintaksis, meskipun pada keterampilan tertentu tidak semuanya esensial. Sebagai salah satu keterampilan berbahasa, menulis merupakan keterampilan yang sukar dan kompleks. Dikatakan sukar dan kompleks, banyak siswa tidak mampu menulis dengan baik. Ketidakmampuan menulis dengan baik itu disebabkan siswa tidak dapat menyusun kalimat dengan baik dan benar, kurangnya kemampuan penguasaan kosa kata ataupun ketidakmampuan menentukan kapan mereka harus menulis dan apa yang menjadi ide pokok dalam penulisannya.
Dalam KTSP tercermin adanya keseimbangan antara teori-teori menulis dan bagaimana mempraktekkannya. Salah satu tujuan dari KTSP adalah agar siswa mampu menulis. Untuk mampu menulis, di samping melakukan latihan yang banyak dan teratur, juga harus diperhatikan peran guru itu sendiri. Guru dalam hal itu berfungsi membimbing dan mengarahkan siswa dalam upaya meningkatkan kemampuan menulisnya.
Kemampuan menulis sangat penting dikuasai siswa karena dengan menulis secara baik serta menggunakan kata-kata dan kalimat-kalimat secara tepat siswa dapat meyakinkan, melaporkan, dan mempengaruhi orang lain melalui hasil tulisannya. Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan siswa untuk menulis dengan jelas dan tidak samar-samar, memanfaatkan struktur kalimat, bahasa dan contoh-contoh, sehingga maknanya sesuai dengan yang diinginkan. Di samping itu, menulis dapat menolong untuk berpikir secara kritis, juga dapat memudahkan merasakan dan menikmati hubungan-hubungan, memperdalam daya tanggap atau persepsi, memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, menyusun urutan pengalaman. Tidak jarang dengan kegiatan menulis, seorang siswa menemukan apa yang sebenarnya ia pikirkan dan rasakan mengenai orang-orang, gagasan-gagasan, masalah-masalah, dan kejadian-kejadian.
Apabila dilihat dari uraian di atas, siswa terutama kelas III memiliki kemampuan untuk menulis. Namun kenyataannya, masih banyak siswa yang belum mampu menulis dengan baik. Keadaan ini dapat ditemukan, misalnya, dalam hasil tulisan/karangan siswa.
Berdasarkan pengamatan peneliti, dalam hasil tugas-tugas menulis siswa kelas III SDN Bedahan 01 Sawangan Depok selama ini ternyata masih terdapat banyak kalimat yang digunakan tidak sistematis dan padu. Ketidaksistematisan dan ketidakpaduan itu dapat dilihat dengan tidak sinkronnya antara kalimat utama dan kalimat pendukung serta tidak adanya kesesuaian antara paragraf pertama dan paragraf berikutnya. Selain itu, ide yang ingin disampaikan siswa dalam tulisan pada prinsipnya banyak dan aktual, tetapi karena ketidakmampuan mengolah ide dan tema itu menyebabkan hasil tulisannya kurang maksimal. Ketidakmampuan berpikir yang logis dan sistematis serta ketidakmampuan memadukan ide yang ada, menjadikan hasil karangan siswa menjadi tidak maksimal.
Lalu apa saja penyebab kekurangberhasilan siswa dalam menulis itu? Kekurangberhasilan itu diantaranya disebabkan oleh metode pembelajaran tidak sesuai dan tepat dengan materi yang diajarkan. Guru selama ini menggunakan metode konvensional dalam proses pembelajaran menulis. Metode itu hanya melatih siswa menulis hanya pada proses saja sedangkan pada hasil karangannya tidak terlalu diperhitungkan. Lain halnya dengan metode quantum learning, metode itu berusaha memberikan berbagai alternatif pemecahan masalah tidak sebatas pada proses saja, lebih dari itu diharapkan pada hasil karangan siswa menjadi wacana yang padu, runtut, dan lengkap. Ahmad HP (1994:9) mengatakan bahwa keterpaduan, keruntutan, dan kelengkapan merupakan pusat makna wacana yang berkaitan langsung dengan materi wacana. Oleh karena itu, untuk menghasilkan sebuah karangan/wacana yang padu, runtut dan lengkap seseorang perlu mengadakan latihan yang kontinyu.
Dari pengamatan yang dilakukan oleh tim peneliti (dosen dan teman sejawat atau guru) pada saat guru mengajarkan bahasan menulis pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas III, dapat diidentifikasi permasalahan yang muncul antara lain:
1. Mengapa siswa sulit menuangkan idenya ke dalam tulisan?
2. Apakah guru telah menyiapkan rambu-rambu/pedoman dalam menulis?
3. Mengapa siswa dalam menulis tidak memahami ide pokok sebuah tulisan?
4. Apakah perintah yang diberikan guru dapat dipahami siswa?
5. Faktor-faktor apa penyebab ketidakberhasilan siswa dalam menulis?
6. Metode apakah yang paling tepat digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis?
Dari banyaknya masalah yang ada, dosen bersama-sama guru berdiskusi untuk menentukan masalah mana yang paling penting dan paling mendesak untuk dicarikan pemecahannya. Setelah berdiskusi dan dikaji secara mendalam, menurut tim faktor yang terpenting yang harus dikedepankan dan mendesak untuk mengatasi kesulitan menulis siswa adalah metode apakah yang paling sesuai digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis siswa SDN Bedahan 01 Sawangan Depok.
Dari identifikasi masalah tersebut, dosen bersama-sama guru merumuskan masalah sebagai berikut. Apakah dengan menerapkan metode quantum learning dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa SDN Bedahan 01 Sawangan Depok?
Setelah dihasilkan rumusan masalah di atas, dosen bersama-sama guru membahas langkah apa yang akan dilakukan. Dosen memberikan informasi tentang adanya bentuk penelitian yang dapat dilakukan bersama-sama antara dosen dan guru yang dinamakan dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dengan harapan setelah dilakukannya PTK nanti, kemampuan menulis akan meningkat dengan menerapkan metode quantum learning di SDN Bedahan 01 Sawangan Depok.
Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada peningkatan kemampuan menulis siswa kelas III SDN bedahan 01 Sawangan Depok setelah diterapkannya metode quantum learning. Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: (1) agar siswa senang dan termotivasi menulis dengan menggunakan metode quantum learning; (2) guru memahami pentingnya pemilihan dan penggunaan metode yang tepat dalam mengajarkan bahasa Indonesia pada umumnya dan kemampuan menulis pada khususnya; (3) kebijakan yang diambil pihak sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran menulis selalu berorientasi pada potensi dan kemampuan gurunya; (4) dosen yang mengampu mata kuliah bahasa Indonesia dapat selalu berkolaborasi dengan guru SD untuk mempersiapkan lulusan SD yang berkualitas dan memiliki kompetensi dalam mata pelajaran bahasa Indonesia.

DESKRIPSI TEORETIK
A. Hakikat Kemampuan Menulis
Kemampuan dapat diartikan sebagai kesanggupan seseorang dalam melakukan kegiatan. Semiawan (1990:1) mengemukakan bahwa kemampuan adalah daya untuk suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Berbicara tentang kemampuan tidak tepat kalau tidak dihubungkan dengan kemampuan berbahasa. Ahmad HP (1990:23-24) mengatakan bahwa kemampuan berbahasa merupakan kesanggupan menggunakan bahasa untuk menyampaikan suatu maksud kepada orang lain serta memahami maksud yang disampaikan oleh orang lain dalam suatu peristiwa komunikasi. Sehubungan dengan kemampuan berbahasa tersebut, dikenal dua istilah, yaitu (1) competence; dan (2) performance. Konsep "competence" dan "performance" dikemukakan oleh Chomsky yang mengatakan bahwa competence adalah pengetahuan yang dimiliki oleh pembicara/pendengar atau penulis/pembaca tentang bahasanya, sedangkan yang dimaksudkan dengan performance adalah aktualisasi pemakaian bahasa oleh pembicara/pendengar atau penulis/pembaca dalam situasi yang kongkret. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berbahasa adalah kemampuan berkomunikasi yang meliputi kemampuan mewujudkan penguasaan kaidah-kaidah dalam bahasa yang telah diketahui (competence) ke dalam ujud pemakaian bahasa (performance) untuk mencapai tujuan komunikasi.
Pada hakikatnya, menulis adalah pengutaraan sesuatu dengan menggunakan bahasa secara tertulis (Karsana, 1986:5). Dengan mengutarakan sesuatu itu dimaksudkan menyampaikan, memberitakan, menceritakan, melukiskan, menerangkan, meyakinkan, menjelmakan, dan sebagainya kepada pembaca agar mereka memahami apa yang terjadi pada suatu peristiwa atau suatu kegiatan.
Cere (1995:4) mengatakan menulis merupakan komunikasi. Selanjutnya dikatakannya bahwa di dalam komunikasi menulis terdapat empat unsur, yaitu: (1) menulis merupakan bentuk ekspresi diri; (2) menulis merupakan sesuatu yang umum disampaikan ke pembaca; (3) menulis merupakan aturan dan tingkah laku; dan (4) menulis merupakan sebuah cara belajar. Sebagai bentuk dari ekspresi diri, artinya menulis bertujuan untuk mengomunikasikan, menyampaikan sebuah ide melewati batas waktu dan ruang. Artinya, menulis dapat dilakukan kapan saja, dan di mana saja sesuai dengan keadaan yang terdapat dalam diri penulis. Menulis dapat dilakukan secara baik apabila di dalam diri penulis terdapat motivasi. Motivasi dapat timbul karena adanya faktor kegembiraan atau kesedihan yang terdapat dalam diri penulis. Oleh karena itu, di dalam tulisan terdapat ekspresi diri dari si penulis antara lain sebagai sesuatu yang umum, artinya tulisan dapat dilakukan secara positif maupun negatif. Penceritaan dalam tulisan merupakan sesuatu yang patut diketahui oleh pembaca. Pembaca berhak mengetahui hasil tulisan, apabila tulisan tersebut dipublikasikan untuk kepentingan umum. Antara lain menulis sebagai aturan atau tingkah laku, artinya di dalam menulis terdapat rambu-rambu yang harus dipatuhi oleh penulis. Apabila itu berkaitan dengan tulisan ilmiah, bahasa yang digunakan merupakan bahasa ilmiah. Begitu pula, bagi tulisan yang ditujukan kepada surat kabar, maka bentuknya adalah tulisan populer. Seorang penulis perlu memahami dan mengetahui aturan-aturan yang terdapat di dalam menulis sehingga tulisannya dapat dipahami dan dimengerti pembaca sebagai sebuah cara belajar, artinya menulis dapat dijadikan sebagai alat bagi penulis untuk mengetahui berbagai kejadian, peristiwa, atau ilmu pengetahuan yang terdapat di dunia ini. Dengan menulis berarti seorang penulis telah mempelajari berbagai hal yang belum diketahuinya.
Selanjutnya, Nurgiyantoro (1997:271) mengatakan bahwa kegiatan menulis menghendaki orang untuk menguasai lambang atau simbol-simbol visual dan aturan tata tulis, khususnya yang menyangkut masalah ejaan. Kelancaran komunikasi dalam suatu tulisan semata-mata bergantung pada bahasa yang dilambangvisualisasikan, agar komunikasi lewat lambang tulis dapat seperti yang diharapkan. Penulis hendaklah menuangkan gagasannya ke dalam bahasa yang tepat, teratur, dan lengkap.
Sehubungan dengan hal di atas, Aelrod dan Cooper (1988:3) menyatakan bahwa menulis merupakan suatu proses penemuan yang kompleks dan merupakan keterampilan yang membuat seseorang dapat belajar mengatur waktu. Menulis merupakan sebuah refleksi dalam diri seseorang yang tumbuh melalui suatu proses. Seseorang yang dapat menulis dengan baik, tentunya telah melalui berbagai latihan yang kontinu. Dengan latihan secara berkesinambungan ditambah dengan adanya kegemaran seseorang terhadap menulis akan berimplikasi kepada hasil menulisnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, kemampuan menulis merupakan daya mengungkapkan ide-ide dalam pikiran dan pengalaman-pengalaman yang terjadi dalam diri maupun di luar diri penulis yang dituangkan dengan menggunakan lambang atau simbol yang berupa angka atau huruf yang disampaikan kepada pembaca.
B. Hakikat Metode Quantum Learning
Fakta yang terjadi akhir-akhir ini banyak keluhan para siswa tentang pembelajaran, diantaranya siswa menganggap bahwa pembelajaran kurang memberikan kebebasan berpikir, banyak hapalan, mata pelajaran banyak mengejar kurikulum, mengajarkan pengetahuan bukan keterampilan dan banyak mengajarkan logika tanpa melibatkan emosi. Menghadapi keluhan ini, perlu dicari metode pembelajaran yang lebih memberi kebebasan. Salah satu metode belajar yang menjadikan siswa berinteraksi dalam pembelajaran adalah quantum lerarning. Quantum learning menciptakan lingkungan belajar yang efektif dengan cara menggunakan unsur-unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi-interaksi yang terjadi di dalam kelas (Sitompul, 2005:1).
Quantum learning merupakan interaksi dari sejumlah interaksi-interaksi yang ada di dalam dan di sekitar moment belajar (De Porter, 2003:5) . Interaksi-interaksi ini meliputi elemen-elemen bagi keefektifan belajar yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar. Interaksi-interaksi ini mentransformasikan bakat alamiah dan kemampuan siswa ke dalam radiasi yang bermanfaat bagi siswa itu sendiri dan orang lain. Perintah resmi yang paling penting dalam pengajaran quantum learning terentang pada kemampuan guru untuk menutup perbedaan di antara dunia kita (guru) dan dunia mereka (siswa). Ketika guru sungguh-sungguh memasuki dunia mereka, berarti guru telah menjalin hubungan pertemanan yang diperlukan dalam proses belajar mengajar.
Quantum learning berarti suatu orkestrasi dari berbagai macam interaksi-interaksi yang membangun landasan dan kerangka untuk belajar yang dapat mengubah kemampuan dan bakat siswa menjadi cahaya yang bermanfaat bagi siswa maupun bagi orang lain. Menyingkirkan hambatan-hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah dengan menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan pengajaran yang sesuai, cara penyajian yang efektif, dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Di samping itu, quantum learning juga memudahkan segala hal untuk menyingkirkan hambatan belajar dan mengembalikan proses belajar ke keadaannya yang mudah dan alami (Depdiknas, 2003:17).
Perpaduan seni dalam proses belajar-mengajar sangat diperlukan agar mencapai suasana belajar yang menyenangkan tersebut. Hal ini sangat sesuai dengan pengertian quantum teaching yang merupakan metode pengajaran yang menawarkan cara-cara baru untuk memudahkan proses belajar lewat paduan seni dan pencapaian hasil belajar yang terarah (De Porter, 2003:5). Dalam quantum learning, guru lebih memperhatikan keinginan siswa. Hal ini dimaksudkan agar terjadi interaksi yang baik antara guru dengan siswa, sehingga timbul suatu sugesti positif dalam diri siswa yang akan berpengaruh terhadap rasa penghargaan dalam dirinya. Penghargaan yang diberikan guru mengakibatkan timbul kepercayaan diri yang tinggi dalam diri siswa sehingga semakin giat belajar. Ini berarti bahwa sugesti sangat mempengaruhi belajar siswa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan metode quantum learning adalah metode pembelajaran yang menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan menyingkirkan hambatan-hambatan yang menghalangi proses belajar belajar alamiah.

Kerangka Berpikir
Metode quantum learning merupakan bentuk metode yang di dalamnya memberikan penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya dan menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Dalam metode quantum learning juga diuraikan cara-cara baru yang memudahkan proses belajar melalui unsur seni dan pencapaian-pencapaian yang terarah. Quantum learning merupakan sebuah metode pembelajaran yang di dalamnya menekankan adanya interaksi yang komunikatif antara guru dengan siswa dengan menggunakan berbagai komponen pendukung pembelajaran seperti, media, teknik pembelajaran, dan kurikulum.
Di dalam metode quantum learning, seorang guru berperan sebagai konduktor yang membimbing dan mengarahkan siswa mampu menulis. Dengan quantum learning, proses pembelajaran terasa hidup. Siswa tidak dibatasi dalam menuangkan ide-idenya, bertanya, ataupun menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru atau siswa lainnya. Siswa diperkenankan menentukan sendiri topik-topik apa yang akan ditulisnya tanpa harus takut salah atau tidak sesuai dengan kehendak guru.
Menulis merupakan keseluruhan rangkaian kegiatan siswa dalam mengungkapkan buah pikirannya melalui bahasa tulis untuk dibaca dan dimengerti oleh guru atau siswa lainnya. Buah pikiran itu dapat berupa pengalaman, pendapat, pengetahuan, keinginan, perasaan sampai gejolak kalbu siswa itu sendiri. Buah pikiran itu diungkapkan dan disampaikan kepada pihak lain dengan wahana berupa bahasa tulis, yakni bahasa yang tidak mempergunakan peralatan bunyi dan pendengaran melainkan berwujud berbagai tanda dan lambang yang harus dibaca.
Kemampuan menulis tidak datang begitu saja, perlu adanya pengetahuan yang harus dikuasai dan dipahami siswa. Menulis memerlukan trik-trik atau kiat-kiat sehingga hasil tulisan sesuai dengan hasil tulisan yang dipersyaratkan. Untuk mencapai hasil tulisan yang maksimal perlu adanya proses pembelajaran yang menyenangkan. Proses pembelajaran ini dapat menggunakan metode pembelajaran quantum learning. Dengan demikian mengacu kepada penjabaran di atas, dapat dikemukakan bahwa diduga metode quantum learning dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa.

METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di SDN 01 Bedahan yang terletak di Jln H. Sulaiman Bedahan Sawangan Depok. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas III. Penelitian ini dilaksanakan selama 10 bulan terhitung sejak Februari s.d. November 2007. Mata pelajaran dalam penelitian ini bahasa Indonesia di SD sedangkan bidang kajiannya adalah menulis karangan. Komponen yang dinilai adalah penggunaan ragam kosakata, penuangan ide/gagasan, struktur kalimat, dan penggunaan EYD..
Berdasarkan tujuan penelitian ini dipilih metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Model proses digunakan dalam PTK ini adalah model proses siklus (putaran/spiral) yang mengacu pada model Kemmis dan Taggart (Wibawa, 2004:5) Adapun prosedur kerja dalam penelitian ini meliputi: perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observing), refleksi (reflecting), dan seterusnya sampai terselesainya refleksi dan rencana tindakan berikutnya (replanning).
Penelitian terdiri dari dua aktivitas yaitu: aktivitas tindakan (action) dan aktivitas penelitian (research). Kedua aktivitas itu dapat dilaksanakan oleh dua orang yang sama atau orang yang berbeda tetapi bekerja sama secara kolaboratif. Penelitian ini melibatkan sebuah tim yang terdiri dari peneliti sendiri sebagai observer, dan guru sebagai pelaksana pembelajaran. Keberhasilan dari setiap tindakan yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran menulis dengan menggunakan metode quantum learning diharapkan adanya perubahan kemampuan dalam menulis dan perubahan sikap positif terhadap pembelajaran bahasa Indonesia khususnya aspek menulis. Keberhasilan dapat dilihat dari perubahan kemampuan menulis dan sikap siswa sesudah penelitian ini dilaksanakan. Tindakan akan dianggap berhasil jika siswa yang mendapat nilai minimal 75% dari seluruh siswa. Dari data hasil penelitian yang terkumpul dianalisis kemudian dilakukan penafsiran dengan menggunakan kategori, yaitu: (1) kategori rendah jika tingkat kemampuan siswa kurang dari 60%; (2) kategori sedang jika tingkat kemampuan siswa lebih dari 60%; dan (3) kategori tinggi jika tingkat kemampuan siswa lebih dari 80%.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara: (a) melalui proses, dan (b) melalui evaluasi. Pengumpulan data melalui proses dilakukan dengan observasi. Observasi merupakan pengambilan data proses melalui pengamatan langsung secara sistematis mengenai permasalahan yang diteliti, kemudian dibuat catatan sesuai dengan hal tersebut. Jenis observasi yang digunakan adalah observasi langsung. Pengumpulan data dengan observasi menggunakan lembar pengamatan yang dilakukan terhadap subjek/partisipan yang terlibat dalam penelitian ini, dan catatan lapangan, yaitu catatan peneliti selama pelaksanaan penelitian baik itu kekurangan atau yang ditambah dan dipertahankan. Aspek evaluasi dilakukan dengan hasil tes akhir untuk melihat sejauh mana tingkat pengetahuan dan pemahaman siswa selama menerima tindakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Data Penelitian
Data penelitian ini diperoleh dari 30 orang responden siswa SDN Bedahan 01. Hasil penelitian terlihat pada tabel I dan II di bawah ini.



Tabel 1
Hasil Penilaian Menulis Karangan
RESPONDEN
C I
C II
C III
1
78.12
68.75
78.12
2
71.87
75
87.5
3
53.12
68.75
87.5
4
53.12
59.37
87.5
5
43.75
68.75
75
6
75
75
78.12
7
62.5
68.75
81.25
8
53.12
59.37
75
9
62.5
81.25
61.25
10
46.87
75
75
11
50
62.5
68.75
12
43.75
78.12
81.25
13
75
81.25
81.25
14
75
75
81.25
15
56.25
75
75
16
43.75
56.25
56.25
17
50
75
93.75
18
62.5
62.5
75
19
56.25
62.5
56.25
20
56.25
68.75
75
21
40.62
56.25
56.25
22
68.75
78.12
87.5
23
75
84.37
87.5
24
40.62
56.25
75
25
43.75
59.37
68.75
26
75
75
75
27
62.5
59.37
81.25
28
62.5
68.75
71.87
29
62.5
68.75
68.75
30
56.25
78.12
81.25
Jumlah
1756.21
2081.21
2303.11
Rata-rata
58.54
69.37
76.77

Tabel 2
Hasil PTK dalam setiap siklus terlihat pada tabel dibawah ini
Aspek siklus
Ragam
Kosa kata
Ide / gagasan
Struktur kalimat
Ejaan dan tanda baca
Rata-rata
I
12.08%
15%
17.81%
13.85%
58.54%
II
16.45%
17.91%
20.24%
15.45%
69.89%
III
18.12%
20.10%
21.35%
17.29%
76.77%





Grafik Kemajuan Keterampilan Menulis Karangan per Siklus
Pada siklus I hasil yang diperoleh adalah siswa yang mendapatkan nilai rendah (n <> 71,87) berjumlah 7 orang siswa atau sebanyak 23,33% yaitu: 6 orang siswa mendapatkan nilai 75, dan 1 orang siswa mendapatkan nilai 78,12. Dalam siklus I ini nilai rata-rata kemampuan siswa dalam penggunaan ragam kosa kata 12,08%, nilai rata-rata siswa dalam menuangkan ide dan gagasan sebesar 15%, kemudian nilai rata-rata struktur kalimat 17.81 %, selanjutnya nilai rata-rata penggunaan EYD 13,85%. Rata-rata keseluruhan kemampuan menulis siswa adalah 58,54%.
Hasil penilaian pada siklus II ini dapat dikategorikan sebagai berikut, siswa yang memiliki kategori nilai rendah berjumlah 7 orang siswa atau sebanyak 23.33% yaitu: 3 orang siswa mendapatkan nilai 56,25. 4 orang siswa mendapatkan nilai 50,37 Siswa yang memiliki kategori sedang berjumlah 11 orang siswa atau sebanyak 36,67% yaitu: 3 orang siswa mendapatkan nilai 62,5 dan 5 orang siswa mendapatkan nilai 68,75. Kemudian siswa yang memiliki kategori tinggi berjumlah 12 orang atau sebanyak 40% yaitu: 6 orang siswa mendapatkan nilai 75, 3 orang siswa mendapatkan nilai 78,12, 2 orang siswa mendapatkan nilai 81,25 dan 1 orang siswa mendapatkan nilai 84.37. Selanjutnya pada siklus II hasil penilaian yang didapat adalah sebagai berikut: a) nilai rata-rata kemamapuan siswa dalam penggunaan ragam kosakata 16.45%, b) kemudian kemampuan sisv!a dalam mengungkapkan isi / gagasan 17.5%, c) untuk struktur kalimat nilai rata-rata yang dicapai siswa 20.2%, d) selanjutnya penggunaan EYD 15.20%, sedangkan rata-rata yang dioeroleh dari seluruh siswa 69.37%.
Hasil penilaian pada siklus III ini dapat diketegorikan sebagai berikut: siswa yang memiliki kategori rendah berjumlah 3 orang siswa atau sebanyak 10% yaitu: 3 orang siswa yang mendapatkan nilai 56,25. Kategori sedang berjumlah 4 orang siswa atau sebanyak 13,33% yaitu 3 orang siswa mendapatkan nilai 68,75 dan 1 orang siswa mendapatkan nilai 71,87. Siswa yang memiliki kategori tinggi, jauh Iebih meningkat menjadi 23 orang siswa atau sebanyak 76,67% yaitu: 8 orang siswa mendapatkan nilai 75, 2 orang siswa mendapatkan nilai 78,12, 7 orang siswa mendapatkan nilai 81,25, 5 orang siswa mendapatkan nilai 87,5 dan 1 orang siswa mendapatkan nilai 93,75 Pada siklus III hasil penilaian pembelajaran menulis karangan adalah sebagai berikut: (a) nilai rata-rata kemampuan siswa dalam keterampilan menulis karangan pada aspek penggunaan ragam kosa katal 8.12%, (b) selanjutnya pada aspek mengungkapkan isi / gagasan 20.1 %, (c) selanj!utnya pada aspek struktur kalimat 20.35%, d) serta dalam aspek EYD 17,29%, rata-rata yang diperoleh dari seluruh siswa 76,77%. Dengan demikian pembelajaran menulis karangan dikatakan berhasil dan sebagian besar kategori ketrampilan siswa sudah meningkat. Dari data-data di atas maka dapat disimpulkan, pada siklus I hasil yang didapat adalah siswa yang memiliki nilai rendah berjumlah 16 orang siswa (53,33%), siswa yang memiliki nilai sedang berjumlah 7 orang siswa (23,33%), dan siswa yang memiliki nilai tinggi berjumlah 7 orang siswa (23,33%). Pada siklus I ini ragam kosa kata dan ejaan dan tanda baca mendapat nilai yang paling rendah. Selanjutnya di siklus II hasil yang didapat adalah siswa yang memiliki nilai rendah berjumlah 7 orang siswa (23,33%), siswa yang memiliki nilai sedang berjumlah 11 orang siswa (36,67%), dan siswa yang memiliki nilai tinggi berjumlah 12 orang siswa (40%). Pada siklus II ini ejaan dan tanda baca mendapat nilai yang paling rendah. Di siklus II ini ragam kosa kata sudah mulai meningkat. Dan selanjutnya di siklus III ini hasil yang di dapat adalah siswa yang memiliki nilai rendah berjumlah 3 orang siswa (10%), siswa yang memiliki nilai sedang berjumlah 4 orang siswa (13.33%), dan siswa yang memiliki nilai tinggi berjumlah 23 orang siswa (76.67`%). Pembelajaran menulis karangan pada siklus Ill telah meningkat. Baik dilihat dari jumlah ragam kosa kata, struktur kalimat, .ide dan gagasan, serta pengunaan tanda baca dan huruf kapital.
Pembahasan Hasil Penelitian
Dari rangkaian pengujian, ditemukan bahwa pembelajaran menulis karangan dapat meningkat dengan menggunakan metode quantum learning. Menulis karangan dengan menggunakan quantum learning, yaitu dengan menggunakan gambar-gambar dan contoh-contoh bentuk penulisan karangan. Dalam hal ini aspek keragaman kosa kata masih belum berkembang.
Selanjutnya menulis karangan dengan menggunakan audio visual dan juga contoh-contoh bentuk karangan dan contoh penulisan tegak bersambung yang benar serta juga diberikan bimbingan dan latihan dalam menulis, ternyata dapat rnenambah kemampuan siswa dalam mengembangkan keragaman kosa kata. Hal ini sebetulnya sudah menggembirakan walaupun siswa masih belum memperhatikan cara penulisan yang benar. Begitu pula dengan belum diperhatikannya penggunaan huruf kapital dan tanda baca.
Menulis karangan dengan menggunakan metode quantum learning yang kegiatannya dilakukan di luar kelas dalam bentuk permainan dan juga disertai dengan gambar-gambar dapat meningkatkan keterampilan menulis siswa. Foto- foto yang diperlihatkan dapat membantu mengembalikan ingatan siswa tentang kejadian yang pernah dialaminya. Karena foto merupakan media yang dapat menyamai kenyataan dari suatu objek atau situasi serta dapat menjelaskan proses pengalaman yang telah terjadi. Dalam rangka memperkenalkan dan menggunakan huruf kapital dipergunakan contoh-contoh huruf sambung. Beberapa contoh huruf disiapkan pada karton kemudian diberikan juga contoh penulisan paragraf yang benar yang dapat menunjang serta lebih meningkatkan perhatian siswa dalam penggunaan tanda baca.

PENUTUP
Berdasarkan temuan dan pembahasan hasil penelitian di atas, berikut ini akan dikemukakan kesimpulan, implikasi, dan saran.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis karangan dapat meningkat, antara lain dengan:
1. Alat bantu yang berupa gambar seri yang tersusun yang membentuk rangkaian cerita/peristiwa untuk memancing ide/gagasan serta imajinasi siswa yang akan dituangkan dalam bentuk tulisan.
2. Metode quantum learning, yaitu metode yang di dalamnya belajar secara meriah dalam proses belajar-mengajar. Karena di dalam pembelajaran ini diharapkan siswa dapat kreatif dan aktif dalam suasana belajar yang menyenangkan.
3. Alar bantu yang berupa foto-foto kegiatan siswa, sangat membantu untuk mengembalikan ingatannya Sehingga dengan mudah siswa dapat menuangkan kembali kejadian yang pemah dialaminya ke dalam bentuk tulisan.
4. Alat bantu yang berupa contoh-contoh bentuk penulisan huruf sambung, huruf kapital, serta penulisan paragraf yang benar dapat membantu siswa dalam penulisan karangan dengan tepat.
5. Menciptakan suasana kelas yang kondusif dan menyenangkan siswa, sehingga dengan adanya suasana yang demikian alam pikiran siswa dapat terfokus/ terkonsentrasi dengan apa yang akan ditulisnya.
6. Bimbingan dan latihan di dalam menulis karangan yang diberikan oleh guru secara kontinu dan berkelanjutan, sehingga hasil karangan siswa selanjutnya akan lebih baik lagi.
7. Pada siklus I hasil yang didapat adalah 58.54%. Pada siklus ini siswa yang memiliki nilai rendah berjumlah 16 orang siswa (53.33%), siswa yang memiliki nilai sedang berjumlah 7 orang siswa (23.33%), dan siswa yang memiliki nilai tinggi berjumlah 7 orang siswa (23.33%). Pada siklus I ini ragam kosa kata dan ejaan dan tanda baca mendapat nilai yang paling rendah. Selanjutnya di siklus II hasil yang didapat adalah 69,37%. Pada siklus ini siswa yang memiliki nilai rendah berjumlah 7 orang siswa (23.33%), siswa yang memiliki nilai sedang berjumlah 11 orang siswa (36.67%), dan siswa yang memiliki nilai tinggi berjumlah 12 orang siswa (40%). Pada siklus II ini ejaan dan tanda baca mendapat nilai yang paling rendah. Di siklus II ini ragam kosa kata sudah mulai meningkat. Selanjutnya di siklus III ini hasil yang di dapat adalah 76.77%. Pembelajaran menulis karangan pada siklus III telah meningkat. Baik dilihat dari jumlah ragam kosa kata, struktur kalimat, ide dan gagasan, serta pengunaan tanda baca dan huruf kapital. Pada siklus III ini siswa yang memiliki nilai rendah berjumlah 3 orang siswa (10%), sedangkan siswa yang memiliki nilai sedang berjumlah 4 orang siswa (13.33%), dan siswa yang memiliki nilai tinggi berjumlah 23 orang siswa (76.67%).
B. Implikasi
Pada dasarnya setiap individu memiliki potensi dalam bidang menulis Untuk mengembangkan potensi yang tersimpan dalam diri seseorang perlu diupayakan sejak saat memasuki pendidikan dasar. Keterampilan menulis karangan sangat dibutuhkan bagi siswa SD, mengingat keterampilan tersebut besar peranannya dalam komunikasi kehidupan manusia. Membudayakan siswa dengan lebih intensif mengajarkan keterampilan menulis karangan lebih dini, dapat meningkatkan kemajuan bangsa. Memupuk kebiasaan siswa menulis karangan akan berguna sebagai pondasi masa depan bangsa yang semakin menggantungkan diri pada keahlian. Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kemampuan menulis karangan di SD. Upaya yang dilakukan adalah memberikan latihan-latihan dan bimbingan menulis karangan. Latihan-latihan menulis ini tidak harus berbentuk karangan yang sempurna, tetapi melatih menulis dapat dimulai dengan pembiasaan menulis dari kejadian/peristiwa yang dilihatnya. Pembiasaan kegiatan menulis tersebut dapat dilakukan dengan cara (1) menuliskan apa saja yang dilihatnya ketika berangkat sekolah, (2) menuliskan kegiatan apa saja yang dilakukan dalam proses belajar mengajar berlangsung, (3) menuliskan kembali apa-apa yang dilihatnya ketika pulang sekolah. Bimbingan yang diberikan oleh guru berupa contoh-contoh penulisan huruf sambung dan juga penggunaan tanda baca yang tepat.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi hasil penelitian sebagaimana yang telah dikemukakan, maka penulis menyampaikan saran-saran bagi sekolah dan guru sebagai berikut :

1. Sekolah
Bagi pihak sekolah (kepala sekolah), hendaknya dapat menyediakan alat bantu yang sangat menunjang di dalam proses pembelajaran menulis karangan, seperti TV, VCD, dan kamera.
2. Guru
a. Untuk dapat menambah daya imajinasi dan menemukan inspirasinya dalam menulis karangan hendaknya pembelajaran mengarang tidak hanya dilakukan di dalam kelas saja, tapi daaat memanfaatkan tempat belajar di luar kelas.
b. Agar siswa tertarik menulis karangan, hendaknya hasil tulisan siswa dipajang/ditampilkan di mading sekolah. Siswa perlu juga penghargaan berupa pujian, piagam penghargaan, dan hadiah di depan umum sebagai bentuk keberhasilannya dalam menulis. Dengan adanya penghargaan tersebut dapat memotivasi siswa menulis karangan dengan lebih baik lagi.
c. Di dalam kegiatan menulis sebaiknya dapat diperdengarkan alunan musik instrumentalia yang lembut, yang berguna untuk merelaksasi dan membuat situasi lebih tenang. Dengan demikian siswa dapat fokus terhadap tulisannya.


3. Siswa
Siswa hendaknya gemar membaca buku, dengan membaca buku perbendaharaan kosa kata akan lebih banyak menambah wawasan menulis karangan.



































DAFTAR PUSTAKA
Axelrod, Rise B. and Charles R. Cooper. (1988). Guide to Writing, New York: Saint Martin’s Press.
Nurgiyantoro, Burhan. (1997) Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra, Yogyakarta: BPFE.
Cere, Anne Roggles. (1995) Writing and Learning, New York: MacMillan Publishing Company.
Depdiknas, (2003) Model Pembelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar, Jakarta: Dikdasmen-Seqip.
HP, Ahmad. (1990) "Gaya berpikir, Latar Belakang Pendidikan, dan Kemampuan Menulis Mahasiswa IKIP Jakarta dalam Tiga Aspek Wacana, Keterpaduan, Keruntutan, dan Kelengkapan". Disertasi. Program Pascasarajana IKIP Jakarta.
Karsana, Ano. (1986). Keterampilan Menulis, Jakarta: Karunika.
Porter, Bobbi De & Mark Reardon, & Sarah Singer Nourie. (2003) Quantum Teaching Bandung: Kaifa.
Semiawan, Conny R. (1990). Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa di Sekolah Menengah, Jakarta: Gramedia.
Sitompul, Debora. (2005). "Mengajar Model Quantum Teaching" Tersedia pada http://berita. penabur.org/200205/artikel/quantum-t.htm., Diakses pada tanggal 21 Juni 2006.
Wibawa, Basuki, (2004). Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Dirjendikdasmen.

Tidak ada komentar: