Kamis, 04 Desember 2008

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR: Gambaran Kini dan Beberapa Gagasan Kebijakan

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR: Gambaran Kini dan Beberapa Gagasan Kebijakan
Oleh:
Dr.Fahrurrozi, M.Pd.
PGSD FIP UNJ
A. Pendahuluan
Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan profesionalisme hanya dapat dilakukan melalui peningkatan mutu pendidikan nasional. Secara praktis peningkatan mutu pendidikan merupakan suatu proses yang sinergik dengan peningkatan sumber daya manusia. Ini berarti bahwa peningkatan mutu pendidikan akan terjadi jika kualitas sumber daya manusianya meningkat. Peningkatan mutu pendidikan sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya, karena dengan sistem pendidikan yang baik apapun, kalau tidak didukung dengan kualitas kemampuan dan profesionalisme tenaga kependidikan tentu tidak akan berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Salah satu tenaga kependidikan dewasa ini yang menjadi sorotan pemerintah adalah guru sekolah dasar (SD). Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang berkenaan dengan guru SD diantaranya UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; PP Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah; PP Nomor 21 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan Anggara Kementerian/Lembaga, dan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Di dalam UU Nomor Tahun 14 tentang Guru dan Dosen dinyatakan bahwa guru SD dipersyaratkan berkualifikasi akademik minimal S1/D4 serta sertifikat akademik. Ketentuan undang-undang dan data tentang kualifikasi guru SD, ditambah lagi persebarannya yang sangat luas, menuntut Departemen Pendidikan Nasional, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) mengembangkan minimal dua jenis program S1 PGSD. Pertama, program yang memungkinkan pendidikan prajabatan guru SD menghasilkan guru SD yang berkualifikasi S1 PGSD dan sekaligus kompeten sebagai guru SD, sehingga layak dianugrahi Serfifikat Pendidik. Kedua, program yang memungkinkan guru SD yang sudah berkualifikasi S1 dan sudah bekerja sebagai guru SD dapat menguasai sosok utuh kompetensi profesional guru SD sehingga setelah lulus dari uji kompetensi pada akhir program, juga layak dianugrahi Sertifikat Pendidik. Implikasi yang terjadi dengan adanya kebijakan UU ini adalah semua guru SD yang ada di Indonesia harus berpendidikan minimal S1/ D4. Seiring dengan kebijakan UU ini, Departemen Pendidikan Nasional melalui Direktorat Pendidikan Tinggi telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang mendorong terciptanya guru SD yang berkualitas dan berkuantitas. Kebijakan tentang guru SD yang berkualitas terlihat dari digulirkannya berbagai program diantaranya perekrutan mahasiswa melalui ikatan dinas dan berasrama (PGSD A), penyelenggaraan S2 pendidikan dasar yang dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dosen PGSD, pemberian beasiswa keluar negeri, dan Dana Insentif Akreditasi (DIA). Kebijakan tentang guru SD yang berkuantitas terlihat dari digulirkannya program perekrutan mahasiswa yang berasal dari SMA dengan memberikan izin kepada LPTK negeri dan swasta untu merekrut mahasiswa S1 terintegrasi reguler (PHK B). Program lain adalah memberikan izin kepada beberapa LPTK negeri dan swasta untuk meningkatkan kuantitas guru SD yang sebelumnya D2 menjadi S1 dengan program pendidikan Jarak Jauh (PJJ).
Dengan digulirkannya berbagai program di atas membawa implikasi terhadap Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK). LPTK khususnya program studi/jurusan PGSD mulai berbenah diri memperbaiki kurikulum, meningkatkan kualitas dosen, rekrutmen mahasiswa, proses pembelajaran, dan memperbaiki sarana dan prasarana.
B. Gambaran Kini
1. Kurikulum
Agar lulusan pendidikan PGSD memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu nasional dan internasional, kurikulum perlu dikembangkan dengan pendekatan berbasis kompetensi. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu, kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Bloor (1994) dan Brown (1995) mengungkapkan bahwa kurikulum terdiri dari beberapa unsur yang berupa rangkaian proses sistemik. Sistem tersebut diawali dengan diagnosis kebutuhan, perumusan tujuan, pengujian tujuan, pemilihan dan penyusunan materi, pemilihan dan penyusunan pengalaman belajar, serta evaluasi. Berdasarkan hasil evaluasi kemudian didiagnosis kembali kebutuhan, revisi tujuan, dan materi yang kemudian dievaluasi kembali. Kurikulum secara resmi disusun oleh suatu otoritas untuk menjadi kerangka atau tuntunan bagi pengajaran dalam konteks yang lebih luas.
Sehubungan dengan pengertian kurikulum di atas, Kurikulum Pendidikan Profesional Guru SD sepatutnya dikembangkan dengan mengacu kepada Standar Kompetensi Guru Kelas SD/MI. Lulusan S1 PGSD yang dikembangkan dari Sosok Utuh Kompetensi Profesional Guru. Dalam hal Dikti (2006) menetapkan ada dua jenis kurikulum pendidikan profesional bagi guru SD, yaitu Kurikulum Program S1 PGSD dan Kurikulum Pendidikan Profesional untuk Tailor-Made Program.
(a) Kurikulum Program Pendidikan Profesional Guru SD Terintegrasi.
Kurikulum program terintegrasi adalah kurikulum Program S1 PGSD yang sudah mengintegrasikan pembentukan penguasaan akademik dengan pembentukan kemampuan menerapkannya secara kontekstual sehingga kedua sisi penguasaan tersebut terintegrasi dalam pendidikan profesional, yang bermuara pada keterbentukan sosok utuh kemampuan profesional guru SD/MI. Kurikulum ini berbobot sekitar 36 sks, berupa penerapan kompetensi akademik dalam konteks otentik di SD/MI, melalui Program Pengalaman Lapangan yang sistematis dan intensif. Untuk menguasai kompetensi akademik, seorang calon guru harus melalui pendidikan akademik tingkat sarjana (S1 PGSD) yang berbobot sekitar 144 sks Beban studi sekitar 144 sks mencakup pengalaman belajar dalam berbagai bidang kajian yang memungkinkan terbentuknya kompetensi: (1) mengenal secara mendalam peserta didik, (2) menguasai bidang studi, (3) menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, serta (4) mengembangkan kemampuan profesional secara berkelanjutan. Oleh karena tugas guru SD adalah sebagai guru kelas, yang wajib mengajarkan lima mata pelajaran SD, maka pengalaman belajar yang berkaitan dengan bidang kajian penguasaan bidang studi harus mencakup Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, dan PKn; baik dari segi penguasaan substansi dan metodologi bidang ilmu, maupun dari segi pengemasannya sebagai bahan ajar dalam kurikulum SD. Secara nominal beban studi program ini adalah sekitar 144 sks + sekitar 36 sks = sekitar 180 sks, sehingga berpeluang mewujudkan terbentuknya sosok utuh kompetensi profesional guru SD/MI. Dalam implementasinya, program berlangsung minimal selama 9 semester, dan semester terakhir difokuskan pada PPL di sekolah.
(b) Kurikulum Tailor-Made Program
Peserta program ini terdiri dari para guru SD/MI yang sudah berpengalaman mengajar, baik yang sudah sarjana maupun yang belum sarjana; baik sarjana PGSD, maupun sarjana non-PGSD. Sementara itu, guru SD yang memiliki ijazah sarjana non-PGSD dapat dipilah lagi menjadi dua kelompok, yaitu sarjana kependidikan non-PGSD (yang dapat pula dipilah lagi menjadi sarjana kependidikan bidang studi dan sarjana kependidikan murni) dan sarjana nonkependidikan. Karena peserta dengan beragam latar belakang pendidikan harus dilayani, pengelola program harus menyediakan menu program yang bervariasi.
2. Dosen
Dalam upaya menjamin kualitas proses pembelajaran pada program studi S-1 PGSD, selayaknya dosen mengefektifkan pembelajaran. Tampubolon (2001) mengatakan pembelajaran dikatakan efektif apabila terdapat keampuhan dalam melaksanakan pengajaran sebagai usaha untuk keseimbangan dinamis antara kualitas dan kuantitas pengajaran. Kriteria efektivitas pengajaran berkaitan dengan: (1) proses; (2) karakteristik; dan (3) hasil. Pertama, proses pengajaran menyangkut perilaku dosen yang dinilai berdasarkan kegiatannya dalam menyiapkan perencanaan, pelaksanaan, dan pengevaluasian pelaksanaan rencana pengajaran itu. Kedua, karakteristik dosen dikaitkan dengan intelegensi, kesopanan, kefasihan berbahasa, kepribadian, kesehatan, dan kejujurannya. Ketiga, kriteria hasil, yakni berupa tingkat perubahan perilaku mahasiswa sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan dalam kegiatan belajar.
Menyadari pentingnya peranan dosen dalam meningkatkan mutu pendidikan, maka pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional telah melakukan berbagai upaya, misalnya melengkapi berbagai sarana dan prasarana belajar serta meningkatkan kemampuan teknis dosen dalam mengajar, seperti melalui penataran-penataran, seminar, lokakarya, pembentukan kelompok kerja dosen, pusat pengembangan dosen dan lain sebagainya. Upaya di atas akan berjalan secara efektif apabila dosen telah mengikuti penataran dan kegiatan lainnya dapat mengkomunikasikan hasil yang mereka peroleh kepada dosen lainnya yang belum mendapatkan kesempatan mengikuti kegiatan seperti itu.
Dosen mempunyai peran sentral untuk menentukan kompetensi lulusan yang sesuai dengan tuntutan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam UU tersebut dipersyaratkan seorang dosen minimal berkualifikasi pendidikan S2 (Magister). Kualifikasi akademik dosen yang mempunyai kualifikasi S2 menjadi ukuran penting dalam penyelenggaraan program studi S-1 PGSD yang berkualitas. Terlebih lagi pada era globalisasi saat ini, sangat diperlukan dosen PGSD yang berkualitas dan memiliki kualifikasi akademik berskala internasional. Seiring dengan UU ini, Dikti telah memberikan izin kepada beberapa universitas untuk menyelenggarakan S2 Pendidikan Dasar. S2 Pendidikan Dasar diselenggarakan sebagai salah satu upaya mengatasi kekurangan dosen yang berlatar belakang pendidikan ke-SD-an. Dosen yang berlatar belakang ke-SD-an yang mantap, minimal berpendidikan S2 Kependidikan lima bidang studi di SD.
3. Mahasiswa
Mahasiswa merupakan salah satu komponen utama/inti dalam sebuah institusi perguruan tinggi di samping dosen serta sarana penunjang lainnya. Tanpa mahasiswa atau tanpa salah satu dari ketiga komponen ini, maka lembaga/intitusi PT tersebut tidak dapat terlaksana. Dalam hal ini mahasiswa merupakan subjek (pokok). Oleh karena itu, mahasiswa merupakan faktor penting dalam penyelenggaraan pendidikan guru SD. Untuk itu faktor penting yang berkaitan dengan mahasiswa adalah sistem rekrutmen. Hasil dari rekrutmen ini akan diperoleh input. Jika input baik/unggul, maka diprediksi akan menghasilkan output yang baik pula, demikian pula sebaliknya. Mahasiswa Pendidikan Profesional Guru SD dapat dikelompokkan sebagai berikut. Untuk Program Pendidikan Profesional Guru SD Terintegrasi peserta pendidikan ini adalah calon mahasiswa S1 PGSD, yang dapat berasal dari: (1) lulusan D-II PGSD, baik yang sudah bekerja sebagai guru maupun yang belum bekerja; serta (2) lulusan SLTA yang ingin menjadi guru SD. (1) Rekrutmen lulusan D-II PGSD, baik yang sudah bekerja sebagai guru maupun yang belum bekerja melalui SPMB (Penmaba), yang dilakukan sesudah SPMB Nasional. Rekrutmen secara khusus dilaksanakan terhadap calon mahasiswa program kerjasama antara Program Studi PGSD dengan Dinas Kabupaten/Kota. (2) Rekrutmen calon guru yang berasal dari SLTA dapat dilakukan melalui beberapa cara: (1) PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan), PMDK ini dilaksanakan oleh perguruan tinggi dengan mekanisme melalui jaringan sekolah; (2) Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) nasional ditambah dengan tes bakat & minat; dan (3) SPMB (Penmaba) secara Khusus, yang dilakukan sesudah SPMB Nasional.
4. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor terpenting dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Perguruan tinggi yang memiliki sarana prasarana yang lengkap menjadikan perguruan tinggi itu unggul di segala aspek/bidang. Begitu juga perguruan tinggi yang sarana dan prasarana tidak lengkap akan berimplikasi kepada keunggulan di segala aspek/bidang. Oleh karena itu, sebuah perguruan tinggi apabila ingin mendapatkan hasil yang lebih baik dalam setiap pembelajaran tentu harus memiliki fasilitas yang memadai. Di dalam hal ini, Program Studi PGSD memiliki fasilitas sebagai berikut.
1. Ruangan kelas yang memadai dalam jumlah dan perlengkapan seperti OHP/lebih disukai yang memiliki Proyektor LCD.
2. Ruang observasi demonstrasi, yang lengkap dengan kamera, video player, televisi, berbagai VCD Keterampilan Dasar Mengajar /Pembelajaran, dan ruang pengamat.
3. Laboratorium pendidikan bidang studi ke –SD-an, untuk lima mata pelajaran di SD.
4. Model ruang kelas SD.
5. Perpustakaan yang memuat buku-buku sumber yang berkaitan dengan dunia SD, seperti kurikulum SD, buku-pbuku pelajaran SD, jurnal ke-SD-an, serta buku-buku lain yang relevan.
6. Sumber belajar lainnya yang tersedia di lingkungan sekitar, yang relevan dengan pendidikan SD, baik sumber belajar yang dirancang khusus, maupun yang alami.
5. Proses Pembelajaran
Proses belajar mengajar dilaksanakan agar mahasiswa mempunyai kompetensi akademik dan kompetensi profesional. Untuk mendukung ketercapaian kompetensi di atas, maka bahan yang diberikan diusahakan merupakan pengetahuan terkini dan dibekali dengan bacaan dan publikasi terkini. Mahasiswa dilibatkan secara aktif dalam berbagai kegiatan perkuliahan dan diberikan akses seluas-luasnya untuk terlibat dalam berbagai kegiatan yang mendukung belajar dan profesinya. Efisiensi internal dalam pembelajaran perlu dilakukan, yakni dengan mengupayakan dan memanfaatkan berbagai sumber yang ada untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa. Proses belajar mengajar dilaksanakan dalam bentuk; (1) Perkuliahan tatap muka; (2) Bimbingan oleh Dosen Pembimbing Akademik; (3) Konsultasi dengan Pimpinan Prodi; (4) Konsultasi dengan Dosen pengampu mata kuliah; (5) Interaksi antara mahasiswa dengan mahasiswa serta mahasiswa dengan civitas akademika.
Pada dasarnya, untuk mencapai kompetensi yang diharapkan di atas, pengalaman belajar dapat dipilah menjadi tiga rumpun, yaitu mengkaji untuk mencapai kompetensi yang berkaitan dengan penguasaan akademik, berlatih yang disertai balikan untuk mencapai kompetensi yang berkaitan dengan penguasaan keterampilan, serta menghayati untuk kompetensi yang berkaitan dengan nilai, sikap, dan kebiasaan bertindak.
Sehubungan dengan itu, berbagai variasi kegiatan belajar dapat dirancang, yang akhirnya bermuara pada kemampuan guru/calon guru untuk menerapkannya ketika mengajar di dalam kelas. Dalam hal ini, model dari dosen dan guru senior (guru pamong) akan sangat menentukan apakah kemampuan yang sudah dikuasai akan tertampilkan sesuai dengan harapan.
C. Beberapa Gagasan Kebijakan
Peningkatan kualitas guru SD, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 tentang Guru dan Dosen, merupakan upaya yang tidak bisa ditunda-tunda lagi pelaksanaannya. Pemenuhan kualifikasi minimum bagi guru SD, yakni harus berpendidikan Strata 1, menjadi tantangan besar yang harus segera diatasi. Oleh karena itu, LPTK sebagai lembaga yang berwenang menyiapkan guru SD yang memiliki kualifikasi minimum tersebut hendaknya berbenah diri guna menghadapi tantangan global. Kebijakan yang perlu ditempuh dalam upaya perbaikan kualitas pendidikan guru SD dengan berbagai variabel yang terkait pada pembelajaran dapat dikembangkan sesuai dengan tantangan pendidikan dewasa ini. Dengan mengacu kepada kondisi pendidikan guru saat ini, berikut dirumuskan kebijakan yang diformulasikan hanya dalam nuansa kontekstual saja, tidak dengan mempradugakan adanya kekomprehensifan hasil pengamatan. Dalam konteks inilah, diketengahkan beberapa kebijakan yang menyentuh langsung terhadap peningkatan kualitas guru kemudian diiringi oleh berbagai isu yang terkait dengannya.
Kebijakan pertama berkenaan dengan kurikulum. Kurikulum merupakan salah satu faktor yang penting dalam menciptakan pembelajaran yang berkualitas. Kurikulum disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Mutu pendidikan yang tinggi diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka, demokratis, dan mampu bersaing sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan semua warga negara Indonesia. Penyempurnaan kurikulum dilakukan secara responsif terhadap penerapan hak asasi manusia, kehidupan demokratis, globalisasi, dan otonomi daerah. Kurikulum yang dikembangkan dan diterapkan di LPTK belum menyentuh langsung terhadap ketercapaian usaha peningkatan mutu pendidikan secara nasional. Kurikulum yang dikembangkan cenderung tidak didasarkan kepada analisis kebutuhan secara komprehensif. Hal ini terlihat dari pelabelan mata kuliah serta jabaran materi yang masih tumpang tindih antara satu mata kuliah dengan mata kuliah yang lain. Selain itu, dijumpai juga masih adanya mata kuliah yang jabaran materinya tidak cocok/terlalu tinggi untuk diterapkan pada mahasiswa PGSD. Oleh karena itu, LPTK sepatutnya mengembangkan kurikulum yang menyentuh langsung kepentingan stakeholder. Kurikulum yang menyentuh langsung kepentingan stakeholder didasarkan kepada analisis kebutuhan yang jelas. Dalam program PGSD, analisis kebutuhan merupakan dasar bagi penentuan arah dan bentuk program yang akan dilaksanakan. Hasil dari analisis kebutuhan yang komprehensif diharapkan memberikan informasi yang akan dijadikan dasar bagi perancangan kurikulum yang akan dijalankan. Dalam pembahasannya, analisis difokuskan pada analisis situasi target (target situation analysis) dan keadaan setakat ini (present situation analysis) yang di dalamnya terdapat empat aspek: pentingnya penguasaan keilmuan SD bagi mahasiswa (necessities), tingkat penguasaan awal PGSD mahasiswa (lacks), keterampilan yang diinginkan untuk diajarkan (wants,) dan analisis tentang faktor penghambat dan pendukung (means analysis).
Kebijakan Kedua berkenaan dengan dosen. Salah satu faktor penentu kinerja (performance) yang ada di LPTK adalah dosen, karena keterlibatan dosen secara langsung baik fisik maupun psikologis dapat dirasakan dalam berbagai aktivitas pendidikan dan pengajaran. Seorang dosen tidaklah cukup hanya terlibat dalam berbagai tugas seperti memberi pelajaran kepada mahasiswa saja, tetapi ikut juga dalam pengumpulan data untuk penelitian tertentu, pengamatan yang sederhana atau memberi penyuluhan kepada masyarakat sesuai dengan bidang ilmu yang dikuasainya. Untuk menjadikan dosen berkualitas, maka dosen perlu memiliki kemampuan profesionalisme di dalam melaksanakan tugasnya. Profesionalisme dosen akan tercapai jika dosen tersebut memiliki kompetensi dalam keilmuannya.
Dilihat dari kompetensinya, hendaknya dosen PGSD sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 14 tentang Guru dan Dosen yaitu minimal berkualifikasi akademik S2. Dirjen Dikti Depdiknas telah mengeluarkan kebijakan yang menyentuh langsung terhadap kompetensi dosen dengan menambah beberapa perguruan tinggi sebagai penyelenggara program pascasarjana pendidikan dasar serta juga memberikan kesempatan beasiswa ke luar negeri kepada dosen-dosen PGSD. Namun dari kebijakan Dirjen Dikti Depdiknas ini perlu dikritisi bahwa dosen-dosen yang mendapatkan kesempatan studi ke luar negeri hanya yang berumur di bawah umur 40 tahun. Seperti yang diketahui bersama, PGSD merupakan penjelmaan dari SPG yang sebagian besar dosennya adalah mantan guru SPG yang ’notabene’ telah berusia di atas 40 tahun. Tentu kebijakan ini akan terasa sia-sia apabila yang mendapatkan kesempatan studi ini adalah dosen-dosen di luar PGSD. Solusi yang dapat ditempuh dari kebijakan ini adalah dengan adanya sinergi antara LPTK dengan Dirjen Dikti Depdiknas dengan memberikan kesempatan dosen lintas jurusan/fakultas atau bahkan dosen luar biasa yang berumur di bawah 40 tahun untuk diberikan kesempatan studi ke luar negeri tersebut. Sebelum diberikan kesempatan studi, dosen tersebut terlebih dahulu berkomitmen untuk memajukan PGSD setelah menyelesaikan studi.
Di samping pemberian studi tersebut, yang perlu dicermati dalam peningkatkan kompetensi dosen adalah mengikuti perkembangan pendidikan SD dewasa ini. Pendidikan di SD dewasa ini memiliki beragam model dan label mulai dari SD reguler, SD Nasional Plus, SD Islam Terpadu, SD Alam, dan SD Standar Nasional serta SD Berstandar Internasional. Pembelajaran yang dilakukan dosen selama ini cenderung mengarah kepada SD reguler. Artinya, model-model pembelajaran yang diterapkan dosen PGSD selama hanya berusaha mencetak guru SD yang mampu mengajar di SD reguler saja. Ironisnya, guru-guru yang mengajar SD Nasional Plus, SD Islam Terpadu, SD Alam, dan SD Standar Nasional serta SD Berstandar Internasional bukan merupakan guru yang berasal/tamatan dari PGSD. Untuk menyiasati itu, sudah sepatutnya dosen-dosen mengikuti trend ini dengan memberikan model-model pembelajaran yang mengarah kepada model pembelajaran yang diterapkan di sekolah-sekolah tersebut kepada mahasiswa sehingga setelah menyelesaikan studinya, mereka dapat mengajar di semua model sekolah ini. Selain itu, untuk menyikapi adanya sekolah berstandar internasional yang sebagian mata pelajarannya menggunakan bahasa Inggris, maka dosen hendaknya berusaha meningkatkan kemampuan berbahasa Inggrisnya sehingga ketika mengajar mereka dapat menerapkannya pada mahasiswa.
Kebijakan ketiga berkenaan dengan mahasiswa, faktor penting yang berkaitan dengan mahasiswa adalah sistem rekrutmen. Hasil dari rekrutmen ini akan diperoleh input. Jika input baik/unggul, maka diprediksi akan menghasilkan output yang baik pula, demikian pula sebaliknya. Rekrutmen calon guru SD yang berasal dari SLTA dapat dilakukan melalui PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan); Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) nasional; dan (3) SPMB (Penmaba) secara khusus. Rekrutmen ketiga jenis ini hendaknya dilaksanakan secara selektif mungkin. Tes dapat dilakukan tidak hanya melalui rekam jejak siswa selama di SLTA saja untuk PMDK, tes bakat & minat (untuk SPMB dan Penmaba), tetapi juga dapat dilakukan dengan melihat kemampuan berbahasa Inggris calon mahasiswa tersebut. Memang selama ini, tes pada SPMB dan Penmaba hanya melihat kemampuan berbahasa Inggris pada penguasaan bahasa tulis saja tidak melalui tes bahasa lisan sehingga output menjadi kurang terlihat dengan jelas penguasaan bahasa Inggrisnya. Agar keluaran PGSD mampu bersaing dengan lulusan perguruan tinggi lain dan mampu mengajar di sekolah-sekolah yang berstandar internasional, maka sudah sepatutnya tes PMDK, SPMB, dan Penmaba menerapkan tes wawancara bahasa Inggris. Fungsi dari tes ini adalah ingin melihat bagaimana calon mahasiswa tersebut memiliki kemampuan dalam berbahasa Inggris terutama: (a) pengucapan (pronunciation), (b) tata bahasa (grammar), (c) kosakata (vocabulary), (d) kelancaran (fluency), dan (e) pemahaman (comprehension) dalam bahasa Inggris.
D. Kesimpulan
Jenjang pendidikan dasar, selain menjadi fondasi yang kuat bagi pembentukan karakter dan sikap positif, juga menjadi penentu bagi keberhasilan anak didik dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan dasar yang kuat dan kokoh diyakini akan dapat memberi sumbangan berarti terhadap kemandirian dan kualitas hidup anak didik di kemudian hari. Untuk itu, berbagai upaya telah ditempuh Pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar. Dalam meningkatkan kualitas pendidikan dasar, tidak dapat dipisahkan dari pendidikan guru sekolah dasar yang berkualitas pula. Oleh karena itu kebijakan-kebijakan yang telah dijalankan pemerintah terutama untuk pendidikan guru sekolah dasar dapat terus dilaksanakan serta mengikuti perkembangan-perkembangan pendidikan di SD selama ini sehingga program yang telah dijalankan pemerintah tidak terasa mubazir.
DAFTAR BACAAN

Bloor, M. Identifying the components of a language syllabus: a problem for designers of courses in ESP or communication studies. Dalam ‘ELT Documents 117: 15--25. 1984.
Brown, J. D. 1995. The Elements of Language Curriculum: A Systematic Approach to Program Development. Boston, Mass: Heinle & Heinle Publishers. 1995.
Depdiknas, Panduan Penyusunan Proposal Hibah Kompetisi PGSD Tahun 2006, Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas, 2006.
Depdiknas, Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Jakarta: Depdiknas, 2005.
Tampubolon, Daulat P., Perguruan Tinggi Bermutu, Jakarta: Gramedia, 2001.

2 komentar:

Dr. Fahrurrozi, M.Pd. mengatakan...

berguna bagi kemajuan pendidikan terutama di sd

Shaa mengatakan...

Cara penulisn nya terlalu rengkap rengkap, harusnya ada enter nya setikdanya 2 ketik